KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Aturan Pengajuan Ganti Kerugian dari Operator Telekomunikasi

Share
copy-paste Share Icon
Teknologi

Aturan Pengajuan Ganti Kerugian dari Operator Telekomunikasi

Aturan Pengajuan Ganti Kerugian dari Operator Telekomunikasi
Teguh Arifiyadi, S.H., M.H./Widyanto Adinugroho, S.T.Indonesia Cyber Law Community (ICLC)
Indonesia Cyber Law Community (ICLC)
Bacaan 10 Menit
Aturan Pengajuan Ganti Kerugian dari Operator Telekomunikasi

PERTANYAAN

1. Apakah konsumen pengguna jasa dapat menuntut ganti rugi apabila pesan yang dikirim melalui SMS tidak terkirim atau tidak diterima pihak lain, padahal pulsa kita tetap dipotong oleh penyedia jasa? 2. Jika tidak, siapa yang akan bertanggung jawab terhadap masalah tersebut? Mohon pejelasannya, karena jika kita kalkulasi apabila hal tersebut sering terjadi dan tidak hanya satu konsumen saja yang mengalami hal tersebut, sudah tentu merupakan suatu masalah yang harus dicari pemecahannya, karena yang dirugikan tetap saja konsumen sebagai pengguna jasa. Terima kasih.

 

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     

    Ya, konsumen telekomunikasi dapat menuntut ganti rugi apabila layanan pesan pendek (short message service) yang mereka kirim tidak diterima oleh pengguna yang dituju sementara pulsa konsumen terpotong. Tidak sampainya sms/pesan pendek dengan pulsa yang terpotong menunjukkan kemungkinan telah terjadinya kelalaian penyelenggara telekomunikasi/operator untuk memberikan layanan sesuai standar kualitas layanan (quality of services).

     

    Sekilas Mengenai Layanan SMS

    Short Message Service (“SMS”) merupakan layanan yang memanfaatkan kanal signaling dari sistem GSM dan bersifat store-and-forward. Store-and-forward memiliki arti bahwa SMS disimpan di dalam sebuah Short Message Service Center(“SMSC”) sebelum diteruskan kepada nomor (“MSISDN”) tujuan. Pada beberapa kasus (khususnya pelanggan prabayar atau prepaid), charging (pemotongan pulsa telepon) terjadi pada saat SMS dari sebuah MSISDN diterima di SMSC. Oleh karena itu apabila sebuah SMS telah diterima di SMSC namun belum diterima oleh MSISDN tujuan, charging atau pemotongan pulsa tetap dapat terjadi. Berbeda dengan pelanggan postpaid (pasca-bayar) yang memungkinkan untuk menolak tagihan atas charging layanan sms yang tidak mereka lakukan. Berdasarkan pengalaman kami, untuk pelanggan pasca-bayar sangat jarang terjadi charging sms pada saat nomor tujuan belum menerima pesan yang dikirim oleh pengirim.

    KLINIK TERKAIT

    Pasal untuk Menjerat Pelaku Penipuan SMS Berhadiah

    Pasal untuk Menjerat Pelaku Penipuan SMS Berhadiah
     

    Terkait ganti rugi, Pasal 15 UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (“UU Telekomunikasi”) menyatakan bahwa:

    (1) Atas kesalahan dan atau kelalaian penyelenggara telekomunikasi yang menimbulkan kerugian, maka pihak-pihak yang dirugikan berhak mengajukan tuntutan ganti rugi kepada penyelenggara telekomunikasi.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    (2) Penyelenggara telekomunikasi wajib memberikan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali penyelenggara telekomunikasi dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut bukan diakibatkan oleh kesalahan dan atau kelalaiannya.

    (3) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan dan penyelesaian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

     

    Pasal 15 ayat (2) UU Telekomunikasi dimaknai bahwa kewajiban pemberian ganti rugi oleh penyelenggara telekomunikasi tersebut dapat hilang apabila penyelenggara telekomunikasi dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut bukan diakibatkan oleh kesalahan atau kelalaiannya. Inilah klausul yang secara legal memerlukan pembuktian teknis dari penyelenggara telekomunikasi (dalam hal ini operator telekomunikasi).

     

    Tata cara penyelesaian sengketa dijabarkan dalam penjelasan Pasal 15 ayat (3) UU Telekomunikasi yakni penyelesaian ganti rugi dalam UU Telekomunikasi dapat dilakukan melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi. Cara-cara tersebut dimaksudkan sebagai upaya bagi para pihak untuk mendapatkan penyelesaian dengan cara cepat. Apabila penyelesaian ganti rugi melalui cara tersebut tidak berhasil, maka dapat diselesaikan melalui pengadilan.

     

    Pasal 68 PP No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi PAturut menambahkan bahwa ganti rugi terkait ketentuan dalam penyelenggaraan telekomunikasi terbatas kepada kerugian langsung yang diderita atas kesalahan dan atau kelalaian penyelenggara telekomunikasi Hal tersebut senada juga dengan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (“UUPK”). Pasal 4 huruf h UUPK menjamin hak konsumen untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

     

    Operator telekomunikasi selaku pelaku usaha pun memiliki kewajiban untuk memberikan memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan oleh konsumen tidak sesuai dengan perjanjian (Pasal 7 huruf g UUPK).

     

    Menurut hemat kami, jika dirasa terlalu sulit untuk menuntut ganti rugi secara individu, ada baiknya konsumen atau masyarakat luas yang dirugikan melalui lembaga bantuan hukum melakukan gugatan kelompok atau class action sebagaimana diatur dalam UUPK.

     

    Tanggung Jawab Siapa?

    Jika Anda bertanya siapa yang bertanggung jawab atas banyaknya kasus yang terjadi, maka tentu tanggung jawab utama terletak pada operator telekomunikasi sebagai penyedia layanan. Sedangkan, tanggung jawab pengawasan dan regulasi berada pada Kementerian Komunikasi dan Informatika, lebih khusus lagi adalah Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (“BRTI”).

     

    Kementerian Komunikasi dan Informatika melalui Direktorat Standardisasi Perangkat Pos dan Informatika telah mengeluarkan aturan mengenai Jaminan Quality of Services (QoS) Layanan SMS yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 12/PER/M.KOMINFO/04/2008 tentang Standar Kualitas Pelayanan Jasa Teleponi Dasar pada Jaringan Bergerak Seluler (“Permenkominfo 12/2008”).

     

    Terkait kesalahan akurasi charging pada layanan sms, ketentuan (Permenkominfo 12/2008) tersebut telah mengaturnya pada bagian tentang standar kinerja tagihan. Dalam ketentuan tersebut misalnya, terdapat kewajiban operator untuk menyelesaikan keluhan atas akurasi charging pelanggan pra bayar dengan minimum prosentase ≥90% dari total keluhan yang masuk dengan batas waktu penyelesaian paling lama 15 (lima belas) hari sejak keluhan tersebut diterima.

     

    Sedangkan untuk keluhan konsumen, dalam peraturan tersebut diatur juga standar penanganan keluhan umum pelanggan/konsumen (Pasal 11 Permenkominfo 12/2008). Di dalamnya memuat tentang kewajiban operator menangani keluhan umum pelanggan/konsumen dengan prosentase keharusan ditanggapi ≥ 85 % dari seluruh keluhan pelanggan yang diterima dalam satu tahunnya. Lebih khusus lagi dalam ketentuan tersebut diatur juga tentang standar kualitas layanan pesan singkat (Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, dan Pasal 26 Permenkominfo 12/2008). Intinya bahwa kewajiban operator untuk memberikan layanan sms dengan kriteria sebanyak 75% dari sms yang dikirim pelanggan pada busy hours (jam sibuk) harus memiliki interval diterima tidak lebih dari 3 menit antara waktu pengiriman.

     

    Penerimaan dan laporan pencapaian standar kualitas pelayanan sebagaimana diatur dalam ketentuan tersebut harus dilaporkan oleh operator setiap tahunnya kepada BRTI paling lambat 6 (enam) minggu setelah tanggal 31 Desember (Pasal 27 Permenkominfo 12/2008).

     

    Dalam hal operator telekomunikasi tidak menjalankan standar yang telah disusun tersebut, maka penyelenggara telekomunikasi dikenakan sanksi denda yang besarannya diatur dalam peraturan menteri. Sampai saat ini, sepengetahuan kami, belum pernah ditemukan kasus pengenaan denda atas operator yang tidak memenuhi ketentuan tersebut.

     

    Terlebih peraturan menteri tentang sanksi denda tersebut sampai saat ini belum diselesaikan regulator.

     
    Demikian jawaban singkat dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar hukum:

    1.      Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

    2.      Undang-Undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi

    3.      Peraturan Pemerintah No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi

    4.      Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 12/PER/M.KOMINFO/04/2008 tentang Standar Kualitas Pelayanan Jasa Teleponi Dasar pada JaringanBergerak Seluler

     

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Tips Cicil Rumah dengan KPR Agar Terhindar Risiko Hukum

    2 Apr 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!