Akhir-akhir ini sedang viral isu love scamming di Indonesia, dimana terdapat 132 WNA China dideportasi karena menjadi pelaku love scamming. Lalu, apa itu love scamming? Adakah hukum tentang love scamming di Indonesia?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Pada intinya, love scamming adalah salah satu modus dalam cybercrime, dimana pelaku kejahatan akan menggunakan identitas palsu sehingga korban jatuh cinta kepadanya. Setelah mendapatkan hati dan kepercayaan korban, pelaku menggunakan berbagai cara agar korban bersedia mengirimkan sejumlah uang. Dalam arti lain, love scamming adalah penipuan berkedok mencari cinta yang dilakukan secara daring.
Love scamming tidak diatur secara khusus dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, namun upaya penegakan hukum terhadap tindakan love scamming tetap dapat dilakukan berdasarkan pada ketentuan KUHP dan UU ITE serta perubahannya.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Pengertian Love Scamming
Istilah love scamming berasal dari kata “love” dan “scam” dalam bahasa Inggris. Berdasarkan Merriam Webster Dictionary, loveberarti perasaan kasih sayang yang mendalam. Sedangkan scam adalah penipuan atau trik ilegal, biasanya dilakukan dengan tujuan mendapatkan uang dari orang lain. Dalam pengertian lain, scam adalah perbuatan manipulasi yang dilakukan oleh suatu badan usaha atau perseorangan dengan cara memanipulasi suatu hal untuk mendapatkan kepercayaan dari orang lain yang dilakukan hanya untuk mendapatkan keuntungan.[1]
Love scamming adalah salah satu modus dalam cybercrime,[2] yaitu tindak kejahatan yang dilakukan dengan konsep kriminalitas yang menggunakan internet sebagai wahana kejahatan.[3] Sejalan dengan pendapat Sinta Dewi, cybercrime adalah jenis kejahatan yang dilakukan oleh manusia melalui internet. Jadi dapat disimpulkan secara umum, kejahatan di bidang cyber yaitu melakukan kejahatan dengan menggunakan komputer dan internet.[4]
Modus yang digunakan dalam tindak kejahatan love scam yaitu pelaku mulai membangun pembicaraan awal dengan korban secara daring (online). Dalam melakukan aksinya, pelaku akan membuat rangkaian modus. Para pelaku tindak kejahatan love scam akan menggunakan profil palsu dan data diri palsu seperti foto laki-laki tampan atau foto perempuan cantik sehingga korbannya akan tertarik dan percaya, bahkan sampai jatuh cinta padanya. Ketika pelaku sudah mendapatkan hati dan kepercayaan korban, lalu pelaku menggunakan berbagai cara supaya korban bersedia mengirimkan sejumlah uang.[5] Dengan demikian, love scamming adalah penipuan berkedok mencari cinta atau pasangan[6] yang dilakukan secara daring.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Berdasarkan penelusuran kami, love scamming tidak diatur secara khusus dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, namun upaya penegakan hukum terhadap tindakan love scamming tetap dapat dilakukan dengan mendasarkan pada ketentuan KUHP dan UU ITE serta perubahannya. Berikut masing-masing ulasannya.
Pasal Penipuan dalam KUHP
Pada dasarnya, tindak pidana penipuan telah diatur dalam ketentuan KUHP lama yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan dan UU 1/2023 yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan,[7] yakni pada tahun 2026, sebagai berikut:
Pasal 378 KUHP
Pasal 492 UU 1/2023
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.
Setiap orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau kedudukan palsu, menggunakan tipu muslihat atau rangkaian kata bohong, menggerakkan orang supaya menyerahkan suatu barang, memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapus piutang, dipidana karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, yaitu Rp500 juta.[8]
Disarikan dari artikel Pasal untuk Menjerat Pelaku Penipuan SMS Berhadiah, menurut R. Sugandhi dalam bukunya berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan Penjelasannya (hal. 396-397), unsur-unsur tindak pidana penipuan yang terkandung dalam pasal penipuan pada intinya adalah tindakan seseorang dengan tipu muslihat, rangkaian kebohongan, nama palsu dan keadaan palsu dengan maksud menguntungkan diri sendiri dengan tiada hak.
Lebih lanjut menurut R. Soesilo dalam buku berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 261), kejahatan pada Pasal 378 KUHP dinamakan “penipuan”, yang mana penipu itu pekerjaannya:
membujuk orang supaya memberikan barang, membuat utang atau menghapuskan piutang;
maksud pembujukan itu ialah hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak;
membujuknya itu dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu, akal cerdik (tipu muslihat), atau karangan perkataan bohong.
Adapun berdasarkan Penjelasan Pasal 492 UU 1/2023, perbuatan materiel dari penipuan adalah membujuk seseorang dengan berbagai cara yang disebut dalam ketentuan ini, untuk memberikan sesuatu barang, membuat utang atau menghapus piutang. Dengan demikian, perbuatan yang langsung merugikan itu tidak dilakukan oleh pelaku tindak pidana, tetapi oleh pihak yang dirugikan sendiri. Perbuatan penipuan baru selesai dengan terjadinya perbuatan dari pihak yang dirugikan sebagaimana dikehendaki pelaku.
Pasal Penipuan dalam UU ITE
Dalam kasus love scam, pasal yang paling relevan adalah Pasal 28 ayat (1) UU ITE yang mengatur tentang berita bohong. Hal ini karena tindak pidana love scamming pada umumnya melibatkan pemalsuan identitas dan mengambil keuntungan dari orang lain dengan cara yang tidak jujur dan merugikan. Berikut bunyi ketentuannya:
Setiap orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
Kemudian, orang yang melanggar ketentuan Pasal 28 ayat (1) UU ITE berpotensi dipidana sebagaimana diatur dalam Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016 yang berbunyi:
Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) UU ITE dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Berdasarkan ketentuan di atas, maka setidaknya terdapat tiga unsur yang harus dicermati yaitu:
unsur kesengajaan dan tanpa hak;
unsur menyebarkan berita bohong dan menyesatkan;
unsur mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.
Selanjutnya, keberadaan Pasal 378 KUHP dan Pasal 492 UU 1/2023 serta Pasal 28 ayat (1) UU ITE jo. Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016 dapat diterapkan asas atau doktrin lex specialis derogat legi generali, yang artinya hukum khusus menyampingkan hukum umum.[9] Dalam kasus hukum pidana, terdapat tindak pidana umum yang diatur dalam KUHP, dan tindak pidana khusus yang pengaturan hukumnya berada di luar KUHP. Menyambung kasus hukum yang Anda tanyakan, tindak pidana khusus contohnya kejahatan cyber dalam bentuk love scamming diatur dalam UU ITE dan perubahannya.
Pada kasus tindak kejahatan love scamming, Pasal 28 ayat (1) UU ITE jo. Pasal 45A ayat (1) UU 19/2016 memiliki karakteristik unsur yang lebih spesifik dibandingkan Pasal 378 KUHP dan Pasal 492 UU 1/2023. Walau demikian, dalam praktiknya penuntut umum dapat mengenakan pasal berlapis terhadap suatu tindak pidana yang memenuhi unsur-unsur penipuan sebagaimana diatur dalam KUHP atau UU 1/2023 serta UU ITE dan perubahannya. Artinya, jika unsur-unsur tindak pidananya terpenuhi, penyidik dapat menggunakan pasal-pasal tersebut.
Christiany Juditha. Pola Komunikasi dalam Cybercrime (Kasus Love Scams). Jurnal Penelitian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Vol. 6, No. 2, 2015;
Miftakhur Rokhman Habibi dan Isnatul Liviani. Kejahatan Teknologi Informasi (Cyber Crime) dan Penanggulangannya dalam Sistem Hukum Indonesia. Jurnal Al-QÄnÅ«n: Jurnal Pemikiran dan Pembaharuan Hukum Islam, Vo. 23, No. 2, 2020
Nindi Bimantari (et.al). Perlindungan Hukum Bagi Korban Kejahatan Love Scam. Jurnal Ilmu Hukum Wijaya Putra, Vol. 1, No. 2, 2023
R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1986;
R. Sugandhi. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dengan Penjelasannya. Surabaya: Usaha Nasional, 1980;
Shinta Agustina. Implementasi Asas Lex Specialis Derogat Legi Generali dalam Sistem Peradilan Pidana. Jurnal Masalah-Masalah Hukum FH Universitas Diponegoro, Vol. 44, No. 4, 2015,
Sinta Dewi. Cybercrime dalam Abad 21: Suatu Perspektif Menurut Hukum Internasional. Jurnal Masalah-Masalah Hukum FH Universitas Diponegoro, Vol. 40, No. 4, 2011;
Yuni Retnowati. Love Scammer: Komodifikasi Cinta dan Kesepian di Dunia Maya. Jurnal Komunikologi, Vol. 12, No. 2, 2015;
Merriam Webster Dictionary, love, yang diakses pada Jumat, 22 September 2023, 06.12 WIB;
Merriam Webster Dictionary, scam, yang diakses pada Jumat, 21 September 2023, 21.18 WIB.
[1] Yuni Retnowati. Love Scammer: Komodifikasi Cinta dan Kesepian di Dunia Maya. Jurnal Komunikologi, Vol. 12, No. 2, 2015, hal. 69.
[2] Christiany Juditha. Pola Komunikasi dalam Cybercrime (Kasus Love Scams). Jurnal Penelitian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika, Vol. 6, No. 2, 2015, hal. 30.
[3] Miftakhur Rokhman Habibi dan Isnatul Liviani. Kejahatan Teknologi Informasi (Cyber Crime) dan Penanggulangannya dalam Sistem Hukum Indonesia. Jurnal Al-QÄnÅ«n: Jurnal Pemikiran dan Pembaharuan Hukum Islam, Vo. 23, No. 2, 2020, hal. 406.
[4] Sinta Dewi. Cybercrime dalam Abad 21: Suatu Perspektif Menurut Hukum Internasional. Jurnal Masalah-Masalah Hukum FH Universitas Diponegoro, Vol. 40, No. 4, 2011, hal. 525.
[5] Nindi Bimantari (et.al). Perlindungan Hukum Bagi Korban Kejahatan Love Scam. Jurnal Ilmu Hukum Wijaya Putra, Vol. 1, No. 2, 2023, hal. 175.
[6] Yuni Retnowati. Love Scammer: Komodifikasi Cinta dan Kesepian di Dunia Maya. Jurnal Komunikologi, Vol. 12, No. 2, 2015, hal. 66.