Aturan Besaran Nominal Mahar Pernikahan dalam Islam
Keluarga

Aturan Besaran Nominal Mahar Pernikahan dalam Islam

Bacaan 5 Menit

Pertanyaan

Adakah batasan nominal mas kawin atau mahar perkawinan dalam Islam? Apakah pernikahan yang dilaksanakan oleh orang Islam tetap tunduk pada hukum perkawinan?

Intisari Jawaban

circle with chevron up

Mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita, baik berbentuk barang, uang atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.

Meskipun wajib diberikan, menyerahkan mahar pernikahan bukan merupakan rukun dalam perkawinan. Meski bukan merupakan rukun, adakah aturan besaran nominal mahar dalam Islam?

Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.

Ulasan Lengkap

Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul Adakah Batasan Jumlah Mahar dalam Hukum Islam? yang dibuat oleh Dimas Hutomo, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 21 Juni 2019, kemudian dimutakhirkan pertama kali pada Rabu, 15 Desember 2021.

Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

Syarat Sah Perkawinan Menurut Hukum Islam

Adapun secara garis besar, pernikahan yang dilaksanakan menurut agama Islam dianggap sah secara agama dan negara, di antaranya jika:[1]

  1. Dilakukan menurut hukum Islam.
  2. Perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  3. Memenuhi rukun perkawinan, yakni:
    1. calon suami;
    2. calon istri;
    3. wali nikah;
    4. 2 orang saksi; dan
    5. ijab dan kabul.

Mahar Pernikahan dalam Islam

Mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria (calon suami) kepada calon mempelai wanita (calon istri), baik berbentuk barang, uang atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.[2]

Adapun menurut Sirman Dahwal dalam Perbandingan Hukum Perkawinan (hal. 31) arti mahar dalam Islam adalah hak istri yang diterima dari suaminya sebagai pernyataan kasih sayang dan kewajiban suami terhadap istrinya sebagaimana diatur dalam Al-Qur’an Q.S. An-Nisa ayat 4 yang artinya:

Berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita (orang yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari mas kawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.

Aturan mahar lebih lanjut diatur dalam KHI, yang mana ketentuannya menerangkan bahwa mahar pernikahan wajib dibayarkan oleh calon suami kepada calon istri, yang diberikan secara langsung dengan tunai, dan sejak diberikan maka mahar tersebut menjadi hak pribadi calon istri.[3]

Namun, penyerahan mahar tersebut boleh ditangguhkan, baik untuk seluruhnya atau sebagian, jika calon istri menyetujui. Penyerahan mahar yang belum ditunaikan tersebut menjadi utang calon suami.[4]

Namun, meski mahar pernikahan dalam Islam adalah wajib, menyerahkan mahar pernikahan bukan merupakan rukun dalam perkawinan.[5] Kelalaian menyebut jenis dan jumlah mahar pada waktu akad nikah pun tidak menyebabkan perkawinan menjadi batal. Penyerahan mahar yang masih terutang pun juga tidak mengurangi sahnya perkawinan.[6]

Batasan Jumlah Mahar Perkawinan dalam Islam

Dengan diwajibkannya calon suami membayar sejumlah mahar, sebenarnya, berapakah nominal mahar yang baik?

Pada dasarnya, penentuan mengenai jumlah, bentuk dan jenis mahar tidak diatur oleh hukum, sehingga tidak ada batasan jumlah mahar yang diberikan oleh calon suami dan bentuk serta jenis mahar tersebut didasarkan atas kesepakatan kedua belah pihak.[7]

Terkait hal ini, Sirman Dahwal mengutip pendapat Ahmad Azhar Basyir (hal. 31), bahwa mas kawin adalah pemberian wajib dari suami kepada istri yang tidak ada batas jumlah minimal dan maksimalnya, karena hanya merupakan simbol kesanggupan suami untuk memikul kewajibannya sebagai suami dalam perkawinan, agar mendatangkan kemantapan dan ketenteraman hati istri.

Jadi, berdasarkan penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa mahar pernikahan dalam Islam tidak mengenal adanya batasan nilai, baik minimal maupun maksimal. Sebab besarnya suatu mahar diserahkan kepada kesepakatan calon mempelai pria dan calon mempelai wanita. Asalkan mereka sepakat, tentunya mahar tersebut pun sah-sah saja berapapun nilainya.

Hal yang paling penting dari suatu mahar pernikahan dalam Islam adalah jangan sampai mahar tersebut dijadikan sebagai hal yang jadi mempersulit perkawinan atau pernikahan. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 31 KHI yang menerangkan bahwa penentuan mahar berdasarkan atas kesederhanaan dan kemudahan yang dianjurkan dalam ajaran Islam.

Kemudahan dan kesederhanaan ini dapat kita temukan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam al-Bukhari dari Sahl bin Sa’ad as-Sa’idi ra, Rasulullah saw. (HR Bukhari No.1587):

..Carilah sesuatu (mahar) cincin sekalipun terbuat dari besi. Jika tidak mendapati, mahar berupa surat-surat al-Qur’an yang engkau hafal.

Dari hadis ini, dapat diketahui bahwa mahar pernikahan dalam Islam tidak harus berupa uang kertas, tetapi contoh mahar dapat pula berupa cincin, atau surat al-Qur’an yang dihafal calon suami, sesuai kesanggupan calon suami dan kesepakatan kedua belah pihak.

Demikian jawaban kami terkait besaran nominal mahar pernikahan dalam Islam, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:

  1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
  2. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.

Referensi:

Sirman Dahwal. Perbandingan Hukum Perkawinan. Bandung: Penerbit Mandar Maju, 2017.


[2] Pasal 1 huruf d KHI

[3] Pasal 30, 31, 32, dan 33 ayat (1) KHI

[4] Pasal 33 ayat (2) KHI

[5] Pasal 34 ayat (1) KHI

[6] Pasal 34 ayat (2) KHI

[7] Pasal 30 KHI

Tags: