Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Mekanisme Pemberhentian Presiden yang dibuat oleh Sovia Hasanah, S.H. dan dipublikasikan pertama kali pada Kamis, 10 November 2016.
Apa Itu Impeachment?
Sebelum kami menjawab pertanyaan Anda, patut Anda catat, istilah impeachment dan pemberhentian presiden merupakan hal yang berbeda namun saling terkait.
klinik Terkait:
Achmad Roestandi dalam buku Mahkamah Konstitusi dalam Tanya Jawab (hal. 168) menjelaskan impeachment berasal dari kata impeach yang dalam bahasa Inggris sinonim dengan kata accuse atau charge berarti menuduh atau mendakwa.
Lebih lanjut dijelaskan impeachment hanya merupakan sarana yang memberikan kemungkinan dilakukannya pemberhentian seorang presiden atau pejabat tinggi negara dari jabatannya sebelum masa jabatannya berakhir. Dikatakan kemungkinan karena proses impeachment tidak selalu harus berakhir dengan pemberhentian presiden atau pejabat tinggi negara tersebut.
Achmad Roestandi (hal. 177) lebih lanjut menjelaskan berdasarkan Pasal 7A, 7B, dan 24C ayat (2) UUD 1945 bahwa pejabat yang dapat di-impeach adalah:
- Presiden;
- Wakil Presiden;
- Presiden dan Wakil Presiden.
Dalam pasal-pasal tersebut diatur mengenai mekanisme impeachment terhadap Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia, yang dapat mengakibatkan pemberhentian Presiden tersebut.
Alasan-alasan Pemberhentian Presiden
Adapun terkait alasan dilakukannya pemberhentian presiden oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (“MPR”), Pasal 7A UUD 1945 mengatur sebagai berikut:
Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
berita Terkait:
Dari bunyi pasal di atas, dapat simpulkan bahwa pemberhentian presiden oleh MPR dilakukan atas usul Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Berdasarkan Pasal 7A UUD 1945 tersebut, Hamdan Zoelva dalam buku Impeachment Presiden (hal. 51) mengemukakan dua alasan presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya, yaitu:
- Melakukan pelanggaran hukum berupa:
- Penghianatan terhadap negara;
- Korupsi;
- Penyuapan;
- Tindak pidana berat lainnya; atau
- Perbuatan tercela.
- Terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden.
Mekanisme Pemberhentian Presiden atau Wakil Presiden
Setelah mengetahui bahwa pemberhentian presiden dilakukan oleh MPR, lalu pertanyaannya adalah bagaimana mekanisme pemberhentian tersebut?
Berikut kami ringkas mekanisme pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden:
- Usul pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden dapat diajukan oleh DPR kepada MPR hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi (“MK”) untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan pendapat DPR bahwa presiden dan/atau wakil presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa presiden dan/atau wakil presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden.[1]
Pengajuan permintaan DPR kepada MK hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR.[2]
- MK wajib memeriksa, mengadili, dan memutuskan dengan seadil-adilnya terhadap pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan/atau wakil presiden tersebut paling lama 90 hari setelah permintaan DPR itu diterima oleh MK.[3]
- Apabila MK memutuskan bahwa presiden dan/atau wakil presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum, DPR menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden kepada MPR.[4]
- MPR wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul DPR tersebut paling lama 30 hari sejak MPR menerima usul tersebut.[5]
- Keputusan MPR atas usul pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden harus diambil dalam rapat paripurna MPR yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah presiden dan/atau wakil presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna MPR.[6]
Sehingga, dapat kita ketahui bahwa pemberhentian presiden dilakukan oleh MPR, namun dalam prosesnya melibatkan juga peran DPR dan MK. Secara singkat, usul pemberhentian presiden pertama-tama diajukan oleh DPR, yang kemudian usulan tersebut diputus terlebih dahulu oleh MK. Jika MK memutuskan bahwa terjadi pelanggaran hukum, barulah MPR menyelenggarakan sidang atas usul pemberhentian presiden tersebut.
Jadi, MPR dapat memberhentikan presiden dan wakil presiden sebelum masa jabatannya dengan persetujuan MK yang diberikan dalam bentuk putusan bahwa presiden dan wakil presiden telah terbukti melakukan pelanggaran hukum.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Referensi:
- Achmad Roestandi. Mahkamah Konstitusi dalam Tanya Jawab. Jakarta: Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2006;
- Hamdan Zoelva. Impeachment Presiden. Jakarta: Konstitusi Press, 2005.