Ada seorang bos besar yang kaya raya juga punya teman-teman di kalangan pejabat pemerintahan. Bos ini kalau sudah emosi selalu mengeluarkan kata-kata kotor dan memukul karyawannya. Nah beberapa waktu lalu, teman saya dilempar puntung rokok, ada juga yang kena pukul. Tidak ada satupun berani melapor karena dianggap akan sia-sia. Hal ini tidak bisa dipungkiri karena memang banyak orang kaya yang bisa bayar hukum seenaknya, ini sudah jadi rahasia umum. Untuk keluar dari kerjaan pun sulit karena harus cari pengganti, yang mana hal ini tidak tercantum dalam kontrak kerja. Pertanyaan saya, apakah ini penganiayaan? Apakah bisa diproses hukum bos ini yang benar-benar seadil-adilnya? Terima kasih.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Perbuatan bos yang melempar puntung rokok dan memukul karyawan bisa dikategorikan sebagai tindak pidana penganiayaan karena menimbulkan rasa sakit atau luka. Sedangkan untuk tindakan bos yang mengeluarkan hinaan kepada karyawannya dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penghinaan ringan. Bagaimana bunyi jerat hukumnya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Melempar Puntung Rokok ke Orang Lain Bisa Dipidana yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 13 Agustus 2013.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Jerat Pidana Penganiayaan
Ketentuan pidana tentang penganiayaan dapat kita temukan dalam Pasal 351 – Pasal 358 KUHP atau Pasal 466 – Pasal 471 UU 1/2023. Dalam buku yang berjudul Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, R. Soesilo mengatakan bahwa menurut yurisprudensi, maka yang diartikan dengan “penganiayaan” yaitu sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit, atau luka (hal. 245).
Aturan mengenai tindak pidana penganiayaan diatur di dalam KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[1] yaitu tahun 2026. Adapun ketentuannya adalah sebagai berikut.
Pasal 351 KUHP
Pasal 466 UU 1/2023
Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta.[2]
Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Setiap orang yang melakukan penganiayaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori III, yaitu Rp50 juta.[3]
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.
Termasuk dalam penganiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah perbuatan yang merusak kesehatan.
Percobaan melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dipidana.
Mengenai Pasal 351 KUHP, R. Soesilo memberi komentar, undang-undang tidak memberi ketentuan apakah yang diartikan dengan penganiayaan itu. Menurut alinea 4 pasal ini, masuk pula dalam pengertian penganiayaan ialah “sengaja merusak kesehatan orang” seperti menyebabkan perasaan tidak enak, rasa sakit, luka, dan merusak kesehatan:
“perasaan tidak enak” misalnya mendorong orang terjun ke kali sehingga basah, menyuruh orang berdiri di terik matahari, dan sebagainya.
“rasa sakit” misalnya menyubit, mendupak, memukul, menempeleng, dan sebagainya.
“luka” misalnya mengiris, memotong, menusuk dengan pisau dan lain-lain.
“merusak kesehatan” misalnya orang sedang tidur, dan berkeringat, dibuka jendela kamarnya, sehingga orang itu masuk angin.
Penjelasan Pasal 466 UU 1/2023 lebih lanjut menerangkan bahwa ketentuan pada pasal ini tidak merumuskan pengertian penganiayaan. Hal ini diserahkan kepada penilaian hakim untuk memberikan interpretasi terhadap kasus yang dihadapi sesuai dengan perkembangan nilai-nilai sosial dan budaya serta perkembangan dunia kedokteran. Ini berarti bahwa pengertian penganiayaan tidak harus berarti terbatas pada penganiayaan fisik dan sebaliknya tidak setiap penderitaan fisik selalu diartikan sebagai penganiayaan.
Berdasarkan penjelasan di atas, apabila perbuatan ‘bos besar’ dalam cerita Anda melempar puntung rokok dan memukul dilakukan dengan sengaja, menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit, atau luka bagi orang lain (karyawan), perbuatan ini dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penganiayaan.
Tindak Pidana Penghinaan Ringan
Kemudian, mengenai sikap “bos besar” dalam cerita Anda yang kerap mengeluarkan kata-kata kasar kepada bawahannya dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penghinaan sebagai berikut:
Pasal 315 KUHP
Pasal 436 UU 1/2023
Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak Rp4.5 juta.[4]
Penghinaan yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap orang lain baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang yang dihina tersebut secara lisan atau dengan perbuatan atau dengan tulisan yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, dipidana karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta.[5]
Masih dalam buku yang sama, R. Soesilo menyebutkan untuk dapat dikatakan sebagai penghinaan ringan, maka perbuatan itu dilakukan tidak dengan jalan menuduh suatu perbuatan. Penghinaan yang dilakukan dengan menuduh suatu perbuatan termasuk pada delik penghinaan (Pasal 310 KUHP) atau penghinaan dengan tulisan (Pasal 311 KUHP). Penghinaan yang dilakukan dengan jalan selain menuduh suatu perbuatan, misalnya dengan mengatakan anjing, bajingan, dan sebagainya, dikategorikan sebagai penghinaan ringan.
Kemudian Penjelasan Pasal 436 UU 1/2023 menerangkan ketentuan mengenai penghinaan ringan mengatur mengenai penghinaan yang dilakukan dengan mengeluarkan perkataan yang tidak senonoh terhadap orang lain.
Penegakan Hukum Tanpa Pandang Bulu
Pada prinsipnya, hukum ditegakkan tanpa pandang bulu, baik penguasa maupun rakyat, termasuk berlaku pula bagi atasan yang memiliki kekuasaan. Di dalam konstitusi disebutkan bahwa setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum. Hal ini termaktub dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi:
Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahannya itu dengan tidak ada kecualinya.
Namun, memang dalam praktiknya masih banyak ditemukan kasus-kasus hukum yang tidak ditegakkan sebagaimana mestinya. Hukum belum benar-benar dijadikan panglima, ibarat pisau tumpul ke atas, tajam ke bawah.
Jadi, menjawab pertanyaan Anda apakah perbuatan yang dilakukan oleh bos bisa diproses secara adil, hal itu dikembalikan lagi kepada aparat penegak hukum. Perilaku polisi, jaksa, dan hakim sudah semestinya berpedoman pada kode etik masing-masing. Bagaimanapun juga, hukum harus ditegakkan secara tidak diskriminatif, siapapun dia dan apapun jabatannya.