Intisari :
Pemberian “Like” dalam status Facebook, berdasarkan pendekatan teori penggolongan tindak pidana, tidak dapat dipidana. Pemberi like tidak dapat digolongkan pada empat golongan yang dapat dipidana yaitu pelaku (pleger), menyuruh melakukan (doenpleger), turut serta (medepleger) dan penganjur (uitlokker). Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini. |
Ulasan :
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, akan kami jelaskan dulu apa arti “Like” dalam laman Facebook.
Kami sarikan dari berbagai sumber, fitur “Like” mulai diperkenalkan oleh Facebook sejak Februari 2009. Fitur ini memungkinkan pengguna Facebook untuk menunjukkan dukungan (supporting) atau kesamaan pemikiran/ide mereka terhadap suatu komentar, gambar/foto, postingan wall, status, atau fan page tertentu. Fitur tersebut memungkinkan pengguna Facebook menyampaikan apresiasi tanpa harus menulis komentar.
Setelah pengguna memberikan "Like", news feed pengguna secara otomatis akan ter-up date setiap ada komentar atau “Like” dari pengguna lain. Facebook juga memungkinkan situs web untuk menambahkan fitur/tombol "Like" langsung ke situs mereka. Jika pengguna meng-click fitur/tombol "Like" pada halaman web, news feed mereka akan diperbarui dengan link ke halaman web.
Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Ancaman pidana jika melanggar Pasal 27 ayat (3) UU ITE tersebut diatur dalam Pasal 45 ayat (3) UU 19/2016, yakni:
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).
Dapatkah Dipidana?
Untuk menjawab pertanyaan Anda terkait pemberian “Like” dalam status Facebook, kami akan menggunakan pendekatan teori penggolongan tindak pidana dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”). Menurut Pasal 55 KUHP, terdapat empat golongan yang dapat dipidanakan, yakni:
Pelaku (pleger);
Menyuruh melakukan (doenpleger);
Turut serta (medepleger);
Penganjur (uitlokker).
Dengan konstruksi penggolongan pelaku pidana di atas, pengguna Facebook yang memberikan “Like” pada sebuah status tentu tidak dapat disebut sebagai “pelaku” (pleger) karena pelaku sesungguhnya adalah pengguna Facebook yang menuliskan status yang bermuatan penghinaan.
Pemberi “Like” juga bukan termasuk orang yang “menyuruh melakukan” (doenpleger), karena “Like” diberikan setelah perbuatan pidana (penyebaran konten penghinaan) terjadi (di posting oleh pelaku), artinya ada atau tidak adanya “Like”, tindak pidana tersebut tetap terjadi.
Pemberi “Like” juga tidak dapat dikategorikan “turut serta” (medepleger), karena posting konten penghinaan dilakukan secara personal oleh pemilik akun Facebook (tidak bersama-sama pemberi “Like”).
Dan yang terakhir, pemberi “Like” juga tidak memenuhi unsur sebagai “penganjur” (uitlokker), karena “Like” bukan sebuah anjuran/saran untuk melakukan perbuatan pidana, “Like” hanya bersifat apresiasi/dukungan setelah perbuatan (penyebaran konten penghinaan) terjadi.
Dengan analisis tersebut, menurut pendapat kami, pemberi “Like” atas sebuah konten penghinaan tidak dapat dipidana atas perbuatan memberikan dukungan/apresiasi. Analogi sederhananya adalah misalkan; terdapat pelaku pembunuhan seorang penjahat yang kemudian ditangkap di rumahnya, dan pada saat penangkapan, tetangga pelaku di seberang rumah berteriak mendukung apa yang dilakukan pelaku. Maka tetangga tersebut tidak dapat dipidana dengan tuduhan turut serta, menyuruh melakukan, apalagi sebagai penganjur pembunuhan tersebut.
Terkait pertanyaan kedua, apabila penghinaan dilakukan secara langsung kepada Anda, Anda secara pribadi dapat melaporkannya ke Penyidik POLRI atau Penyidik UU ITE sebagai berikut:
[1]Anda sebagai orang yang merasa haknya dilanggar atau melalui kuasa hukum, datang langsung membuat laporan kejadian kepada penyidik POLRI pada unit/bagian Cybercrime atau kepada penyidik PPNS (Pejabat Pegawai Negeri Sipil) pada Sub Direktorat Penyidikan dan Penindakan, Kementerian Komunikasi dan Informatika. Selanjutnya, penyidik akan melakukan penyelidikan yang dapat dilanjutkan dengan proses penyidikan atas kasus bersangkutan Hukum Acara Pidana dan ketentuan dalam UU ITE.
Setelah proses penyidikan selesai, maka berkas perkara oleh penyidik akan dilimpahkan kepada penuntut umum untuk dilakukan penuntutan di muka pengadilan. Apabila yang melakukan penyidikan adalah PPNS, maka hasil penyidikannya disampaikan kepada penuntut umum melalui penyidik POLRI.
Namun, jika penghinaan dalam
wall Anda ditujukan terhadap pribadi orang lain, maka Anda dapat menyampaikan hal tersebut kepada orang yang dihina. Jika orang yang dihina keberatan dengan konten tersebut, maka orang yang merasa dihinalah yang dapat melaporkan penghinaan tersebut ke Penyidik POLRI maupun Penyidik UU ITE Kementerian Komunikasi dan Informatika. Hal tersebut karena sesuai
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008, tindak pidana Pasal 27 ayat (3) UU ITE merupakan delik aduan atau delik yang hanya bisa dituntut, jika adanya pengaduan dari pribadi yang merasa dirugikan.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
Putusan: