Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Memprotes Stasiun Televisi yang Mengambil Gambar Rumah Tanpa Izin

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Memprotes Stasiun Televisi yang Mengambil Gambar Rumah Tanpa Izin

Memprotes Stasiun Televisi yang Mengambil Gambar Rumah Tanpa Izin
Yuliana Rosalita, S.H.Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron
Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron
Bacaan 10 Menit
Memprotes Stasiun Televisi yang Mengambil Gambar Rumah Tanpa Izin

PERTANYAAN

Selamat pagi. Pertama saya ucapkan terima kasih karena telah membaca masalah saya. Pada tanggal 6 Desember 2013, pihak stasiun televisi swasta melalui suatu program acara, melakukan shooting di rumah ayah saya. Mereka tidak pernah meminta izin sebelumnya kepada ayah saya. Walaupun rumah itu kosong tetapi itu rumah ayah saya. Yang saya tanyakan apakah tindakan melakukan protes ke stasiun televisi swasta itu merupakan tindakan yang benar dan pasal apa saja yang dilanggar oleh pihak stasiun televisi swasta tersebut? Mudah-mudahan bapak/ibu bisa membantu masalah saya. Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Mengajukan keberatan pada stasiun televisi yang melakukan produksi program acara tersebut merupakan hak Saudara selaku orang yang berkepentingan. Namun mengenai benar tidaknya “tindakan protes” yang telah Saudara lakukan batasannya adalah ada tidaknya tindakan Saudara yang kemudian melanggar hukum baik dari cara penyampaian keberatan maupun substansi hal-hal yang Saudara sampaikan sebagai bentuk rasa keberatan tersebut.

     

    Terkait dengan pasal yang dapat dikenakan pada stasiun televisi tersebut, perlu detail tindakan yang dilakukan oleh stasiun televisi itu. Jika shooting tersebut dilakukan dengan cara memasuki rumah atau pekarangan rumah ayah Anda, maka perbuatan tersebut dapat dikenakan pidana. Salah satu pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHPyang mengatur mengenai hal tersebut dapat dilihat dalam Pasal 167 KUHP:

     
    Pasal 167 KUHP:

    (1) Barang siapa dengan melawan hak orang lain masuk dengan memaksa ke dalam rumah atau ruangan yang tertutup atau pekarangan, yang dipakai oleh orang lain, atau sedang disitu dengan tidak ada haknya, tidak dengan segera pergi dari tempat itu atas permintaan orang yang berhak atau atas nama orang yang berhak, dihukum penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-

    KLINIK TERKAIT

    Hukumnya Mengintip Rumah Orang Lain

    Hukumnya Mengintip Rumah Orang Lain

    (2) Barang siapa masuk dengan memecah atau memanjat, memakai  kunci palsu, perintah palsu atau pakaian dinas palsu, atau barang siapa tidak setahu yang berhak dan lain daripada lantaran keliru, masuk ke tempat yang tersebut tadi dan kedapatan disana pada waktu malam, dianggap sebagai sudah masuk dengan memaksa. (K.U.H.P. 98)

    (3) Jika mengeluarkan ancaman atau menggunakan sarana yang dapat menakutkan orang, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    (4) Hukuman yang ditentukan dalam ayat 1 dan 3 dapat ditambah sepertiganya, kalau kejahatan itu dilakukan, oleh dua orang bersama-sama atau lebih. (K.U.H.P. 88, 168, 235, 363, 365, 429)”

     

    Terdapat beberapa unsur perbuatan yang diatur oleh Pasal 167 KUHP terkait dengan “memaksa masuk” ke dalam rumah, ruangan yang tertutup atau pekarangan dari rumah yang dimaksud, yaitu:

     

    1.    Dalam ketentuan Pasal 167 ayat (1) KUHP terdapat kualifikasi unsur tindak pidana sebagai berikut:

    1.1.    Unsur “barang siapa”,

    1.2.    Unsur “dengan melawan hak”,

    1.3.    Unsur “masuk dengan memaksa”,

    1.4.    Unsur “rumah, ruangan yang tertutup atau pekarangan”,

    1.5.    Unsur “yang dipakai orang lain,

    1.6.    Unsur atau ada disitu dengan tidak ada haknya”,

    1.7.    Unsur tidak dengan segera pergi dari tempat itu atas permintaan orang yang berhak atau atas nama orang yang berhak”.

     

    2.    Dalam ketentuan Pasal 167 ayat (2) KUHP terdapat kualifikasi unsur tindak pidana sebagai berikut:

    2.1.    Unsur “barang siapa”,

    2.2.    Unsur masuk dengan memecah atau memanjat, memakai  kunci palsu, perintah palsu atau pakaian dinas palsu”, atau

    2.3.    Unsur “barang siapa tidak setahu yang berhak dan lain daripada lantaran keliru, masuk ke tempat yang tersebut tadi dan kedapatan disana pada waktu malam, dianggap sebagai sudah masuk dengan memaksa”,

     

    3.    Dalam ketentuan Pasal 167 ayat (3) KUHP terdapat kualifikasi unsur tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) namun perbuatan dilakukan disertai dengan unsur “mengeluarkan ancaman atau memakai daya upaya yang dapat menakutkan”.

     

    4.    Dalam ketentuan Pasal 167 ayat (4) KUHP terdapat kualifikasi unsur tindak pidana sebagaimana yang dapat dimaksud pada ayat (1), ayat (2) atau ayat (3), namun perbuatan tersebut disertai unsur “dilakukan oleh dua orang bersama-sama atau lebih”.

     

    R. Soesilo dalam bukunya yang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, menjelaskan bahwa kejahatan yang dimaksud dalam pasal ini biasanya disebut “huisvredebreuk” yang berarti pelanggaran hak kebebasan rumah tangga.

     

    Lebih lanjut, dijelaskan bahwa perbuatan yang diancam hukuman dalam pasal ini adalah:

    1.    Dengan melawan hak masuk dengan paksa ke dalam rumah, ruangan tertutup, dan sebagainya;

    2.    Dengan melawan hak berada di rumah, ruangan tertutup, dan sebagainya, tidak dengan segera pergi dari tempat itu atas permintaan orang yang berhak atau atas nama orang yang berhak.

     

    R. Soesilo mengatakan “masuk begitu saja” belum berarti “masuk dengan paksa”. Yang artinya “masuk dengan paksa” ialah “masuk dengan melawan kehendak yang dinyatakan lebih dahulu dari orang yang berhak”.

     

    Pernyataan kehendak ini bisa terjadi dengan jalan rupa-rupa, misalnya: dengan perkataan, dengan perbuatan, dengan tanda tulisan “dilarang masuk” atau tanda-tanda lain yang sama artinya dan dapat dimengerti oleh orang di daerah itu. Pintu pagar atau pintu rumah yang hanya ditutup begitu saja itu belum berarti bahwa orang tidak boleh masuk. Apabila pintu itu “dikunci” dengan kunci atau alat pengunci lain atau ditempel dengan tulisan “dilarang masuk”, maka barulah berarti bahwa orang tidak boleh masuk di tempat tersebut.

     

    Untuk itu, mengenai penggunaan ketentuan Pasal 167 KUHP tersebut perlu disesuaikan dengan keadaan rumah kosong yang Saudara maksudkan, dalam arti terdapat 3 (tiga) hal yang perlu diperhatikan ketika hendak menerapkan pasal tersebut, antara lain:

    1.    Bagaimana cara pihak pelaksana program acara dari stasiun televisi tersebut melakukan shooting, apakah dengan memasuki rumah atau pekarangan atau ruangan tertutup dalam rumah tersebut?

    2.    Jika shooting dilakukan dengan memasuki rumah, pekarangan, atau ruangan tertutup dalam rumah tersebut, bagaimana cara pihak stasiun televisi memasukinya? Semisal dengan merusak anak kunci, memanjat, atau memecah jendela.

     

    Jika yang dilakukan oleh stasiun televisi tersebut hanyalah shooting dari luar rumah, maka tidak dapat dikenakan pidana berdasarkan Pasal 167 KUHP.

     

    Terkait dengan penyiaran program acara yang mengedepankan substansi bahwa rumah milik ayah Saudara (yang dalam keadaan kosong) tersebut berhantu, jika faktanya adalah tidak benar maka tentu saja hal-hal yang telah disiarkan tersebut dapat dimintakan ralat kepada stasiun televisi terkait.

     

    Sebagaimana hak ralat atau pembetulan tersebut diatur dalam ketentuan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (UU No. 32 Tahun 2002), yang selengkapnya berbunyi demikian:

     
    Pasal 44 UU No. 32 Tahun 2002:

    (1)Lembaga penyiaran wajib melakukan ralat apabila isi siaran dan/atau berita diketahui terdapat kekeliruan dan/atau kesalahan, atau terjadi sanggahan atas isi siaran dan/atau berita.

    (2) Ralat atau pembetulan dilakukan dalam jangka waktu kurang dari 24 (dua puluh empat) jam berikutnya, dan apabila tidak memungkinkan untuk dilakukan, ralat dapat dilakukan pada kesempatan pertama serta mendapat perlakuan utama.

    (3) Ralat atau pembetulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak membebaskan tanggung jawab atau tuntutan hukum yang diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan.

     

    Bahwa ketentuan Pasal 44 UU No. 32 Tahun 2002 merupakan salah satu penyelesaian jika sebuah siaran memuat hal-hal yang dilarang seperti halnya isi siaran bersifat fitnah, menghasut, menyesatkan dan/atau bohong sebagaimana dmaksud dalam ketentuan Pasal 36 ayat (5) huruf a UU No. 32 Tahun 2002.

     

    Bahkan apabila siaran program acara yang dimaksud misalnya mengakibatkan rumah milik ayah Saudara tidak laku dijual karena telah terpublikasi sebagai “rumah berhantu”, tentu saja ini menimbulkan kerugian materiil pada pihak Saudara. Oleh karenanya ketentuan Pasal 44 ayat (3) UU No. 32 Tahun 2002 menegaskan jika meskipun telah ada tindakan ralat atau pembetulan tidak akan menggugurkan hak dari pihak Saudara untuk menuntut ganti kerugian atas penyiaran yang telah dilakukan melalui peradilan perdata.

     

    Demikian halnya jika isi dari siaran tersebut tidaklah benar dalam arti bahwa rumah milik ayah Saudara ternyata tidak berhantu seperti yang disiarkan, maka hal ini patut diduga sebagai suatu tindak pidana dalam bidang penyiaran yang dapat Saudara laporkan kepada pihak yang berwajib, dengan mendasarkan laporan pada ketentuan Pasal 57 huruf d UU No. 32 Tahun 2002. Ketentuan Pasal tersebut menyebutkan bahwa setiap pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 36 ayat (5) UU No. 32 Tahun 2002 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) untuk penyiaran televisi.

     

    Kiranya jawaban kami dapat membantu Saudara menghadapi permasalahan hukum, dan perlu kami sarankan untuk menyiapkan dokumen-dokumen terkait dengan kepemilikan rumah kosong milik ayah Saudara (yang terpublikasikan) sebelum menempuh segala upaya penyelesaian.Hal ini menjadi penting untuk mengetahui kedudukan hukum Saudara sebagai orang yang berkepentingan, termasuk apabila Saudara adalah orang yang dikuasakan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, maka perlu adanya kuasa dari orang yang berkepentingan langsung atau setidak-tidaknya terdapat dokumen tertentu yang menunjukkan hubungan hukum Saudara dengan pihak yang bertindak sebagai pemilik dari rumah tersebut.

     
    Dasar Hukum:

    1.    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

    2.    Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

      

    Tags

    rumah

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Upload Terjemahan Novel Agar Tak Langgar Hak Cipta

    20 Okt 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!