Mengenal Sanksi Hukum Pidana, Perdata, dan Administratif
Ilmu Hukum

Mengenal Sanksi Hukum Pidana, Perdata, dan Administratif

Bacaan 4 Menit

Pertanyaan

Saya mau tanya. Apa arti dari sanksi hukum dan apa saja sanksi hukum yang ada di Indonesia? Mohon penjelasannya. Terima kasih.

Intisari Jawaban

circle with chevron up

Di Indonesia, dikenal paling tidak 3 jenis sanksi hukum, yaitu sanksi pidana, perdata, dan administratif. Apa saja yang termasuk ke dalam sanksi pidana, perdata, dan administratif? Lalu, apa saja perbedaan ketiganya?

Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

Ulasan Lengkap

Artikel ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Sanksi Hukum (Pidana, Perdata, dan Administratif) yang dibuat oleh Shanti Rachmadsyah, S.H. dan dipublikasikan pertama kali pada 26 Mei 2010.

Arti Sanksi

Sanksi adalah sebuah hukuman atau tindakan paksaan yang diberikan karena yang bersangkutan gagal mematuhi hukum, aturan, atau perintah, sebagaimana didefinisikan oleh Black's Law Dictionary Seventh Edition sebagai berikut:

A penalty or coercive measure that results from failure to comply with a law, rule, or order (a sanction for discovery abuse).

Dalam hal ini, istilah umum yang dipergunakan untuk menyebut semua jenis sanksi, baik dalam ranah hukum perdata, administratif, disiplin, maupun pidana adalah hukuman, sebagaimana diterangkan oleh Rocky Marbun, dkk. dalam buku Kamus Hukum Lengkap: Mencakup Istilah Hukum & Perundang-undangan Terbaru (hal. 127).

Jenis-Jenis Sanksi di Indonesia

Di Indonesia dikenal sekurang-kurangnya 3 jenis sanksi hukum yaitu:

  1. Sanksi pidana;
  2. Sanksi perdata;
  3. Sanksi administratif.

Untuk itu, mari kita bahas satu per satu.

Sanksi Pidana

Soesilo mendefinisikan hukuman/sanksi dalam ranah hukum pidana sebagai:

Suatu perasaan tidak enak (sengsara) yang dijatuhkan oleh hakim dengan vonis kepada orang yang telah melanggar undang-undang hukum pidana.

Dalam konteks ini, Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) membedakan hukuman menjadi:

  1. Hukuman (pidana) pokok, yang terbagi menjadi:
    1. hukuman mati;
    2. hukuman penjara;
    3. hukuman kurungan;
    4. hukuman denda;
    5. hukuman tutupan.
  1. Hukuman (pidana) tambahan, yang terdiri atas:
    1. pencabutan beberapa hak yang tertentu;
    2. perampasan barang yang tertentu;
    3. pengumuman putusan hakim.

Secara hukum, sanksi pidana hanya dapat dicantumkan dalam undang-undang dan peraturan daerah, sebagaimana disarikan dari Apakah Undang-Undang Harus Memuat Sanksi?.

Sehingga, selain diatur dalam KUHP, hukuman tambahan juga diatur dalam undang-undang atau peraturan daerah yang memuat sanksi pidana.

Sebagai contoh, dalam Pasal 81 ayat (6) dan (7) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“Perppu 1/2016”) yang telah ditetapkan sebagai undang-undang melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang (“UU 17/2016”) mengatur adanya pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku, tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik dapat dikenakan terhadap pelaku yang memenuhi persyaratan tertentu.

Sanksi Perdata

Disarikan dari Perbedaan Sifat Putusan Deklarator, Konstitutif, dan Kondemnator, dalam ranah hukum perdata, ditinjau dari sifatnya, putusan yang dijatuhkan oleh hakim dapat berupa:

  1. Putusan kondemnator (condemnatoir), yakni putusan yang memuat amar yang menghukum salah satu pihak yang berperkara. Misalnya, majelis hakim menghukum salah satu pihak untuk membayar ganti kerugian dan biaya perkara.
  2. Putusan deklarator atau deklaratif (declaratoir vonnis), yakni pernyataan hakim tentang suatu tentang sesuatu hak atau titel maupun status yang dicantumkan dalam amar atau diktum putusan.

Misalnya, putusan yang menyatakan bahwa hak pemilikan atas benda yang disengketakan tidak sah sebagai milik penggugat, atau penggugat tidak sah sebagai ahli waris.

  1. Putusan konstitutif (constitutief vonnis) yakni putusan yang memastikan suatu keadaan hukum, baik yang bersifat meniadakan/menghilangkan suatu keadaan hukum maupun menimbulkan keadaan hukum baru.

Misalnya, putusan perceraian, merupakan putusan yang meniadakan keadaan hukum, yakni tidak ada lagi ikatan antara suami-istri, sekaligus menimbulkan keadaan hukum baru kepada suami dan istri sebagai janda dan duda.

Jadi, dalam ranah hukum perdata, bentuk sanksi hukumnya dapat berupa:

  1. Kewajiban untuk melakukan suatu perbuatan tertentu yang diperintahkan oleh hakim;
  2. Hilangnya suatu keadaan hukum, yang diikuti dengan terciptanya suatu keadaan hukum baru.

Sanksi Administratif

Sanksi administratif dapat diartikan sebagai sanksi yang dikenakan terhadap pelanggaran administrasi atau ketentuan undang-undang yang bersifat administratif.

Sanksi administratif dapat berupa denda, peringatan tertulis, pencabutan izin tertentu, dan lain-lain.

Sebagai contoh, sanksi administratif yang diatur dalam Pasal 18 angka 28 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”) yang memuat baru Pasal 71A ayat (1) Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (“UU 27/2007”) yaitu:

  1. Peringatan tertulis;
  2. Penghentian sementara kegiatan;
  3. Penutupan lokasi;
  4. Pencabutan perizinan berusaha;
  5. Pembatalan perizinan berusaha; dan/atau
  6. Denda administratif

Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
  2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan diubah kedua kalinya dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang telah ditetapkan sebagai undang-undang melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang;
  3. Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
  4. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Referensi:

  1. Rocky Marbun, dkk. Kamus Hukum Lengkap: Mencakup Istilah Hukum & Perundang-undangan Terbaru. Jakarta: Penerbit Visimedia, 2012;
  2. Black's Law Dictionary Seventh Edition.
Tags: