Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Menghindari Penyelundupan Hukum dalam Perjanjian Pemborongan Pekerjaan

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Menghindari Penyelundupan Hukum dalam Perjanjian Pemborongan Pekerjaan

Menghindari Penyelundupan Hukum dalam Perjanjian Pemborongan Pekerjaan
Umar KasimINDOLaw
INDOLaw
Bacaan 10 Menit
Menghindari Penyelundupan Hukum dalam Perjanjian Pemborongan Pekerjaan

PERTANYAAN

Selamat malam pak, ada yang ingin saya tanyakan, perusahaan saya (PT X) bergerak di industri kemasan karton pak, saat ini kami akan menyerahkan pek pengangkutan barang kami (karton boks) kepada pihak lain (PT. Y) dengan cara sbb.: - Kami punya truk 20 unit kemudian kami sewakan kepada PT. Y dan PT. Y mengoperasikan kembali truk tersebut di tempat kami sebagai pengangkut karton boks dari pabrik kami menuju ke pembeli kami.; - Pembayaran pek yang telah dilakukan oleh PT. Y kami bayar setelah dipotong harga sewa truk kami. Pertanyaan saya, menurut bapak apakah yang saya lakukan itu termasuk perjanjian pemborongan ataukah perjanjian kemitraan pak? Karena produk kami adalah boks karton bukan pengangkutan. Terima kasih pak atas jawabannya.
 

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Atas pertanyaan Anda, dapat saya jelaskan berikut:

    1.   Dalam case yang Anda kemukakan, ada beberapa macam perjanjian yang dilakukan para pihak, antara PT. X (perusahaan Anda) dengan PT. Y, dan - pada perjanjian-perjanjian tersebut - satu sama lainnya terpisah dan berbeda konteksnya.

    KLINIK TERKAIT

    Perusahaan Pemborong Pekerjaan Wajib Berbadan Hukum

    Perusahaan Pemborong Pekerjaan Wajib Berbadan Hukum

    -     Pertama, adalah Perjanjian Sewa-menyewa kendaraan atau Huur en Verhuur (20 unit truk) antara PT.X dengan PT. Y. Dalam hal ini berlaku ketentuan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) jo Pasal 1320 KUH Perdata dan Pasal 1548 KUH Perdata yang intinya adalah perjanjian sewa-menyewa.

    -     Kedua, adalah Perjanjian Pengangkutan Barang (juga antara PT. Y dengan PT. X), dalam hal ini selain berlaku ketentuan umum mengenai asas-asas perjanjian (Pasal 1338 KUH Perdata dan Pasal 1320 KUH Perdata), juga berlaku ketentuan khusus (antara lain) Pasal 86 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (“KUHD) dan/atau Pasal 91 jo Pasal 96 KUHD serta Pasal 466 KUHD.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    -     Ketiga, Perjanjian Perjumpaan Utang (compensatie) yang diatur dalam Pasal 1425 KUH Perdata dan 1426 KUH Perdata.

     

    Dengan demikian, setidaknya, ada 3 (tiga) macam perjanjian yang dilakukan antara PT X dengan PT. Y yang (seharusnya) terpisah perjanjiannya karena berbeda konteksnya, walau bisa dikaitkan satu dengan lainnya.

     

    2.   Terkait dengan pertanyaan Anda, apakah perjanjian pemborongan ataukah perjanjian kemitraan, hal ini pun beda konteksnya, dan dapat kami jelaskan sebagai berikut:

    -     Dalam hal Perjanjian Pemborongan, kalau yang Anda maksud adalah “murnipemborongan pekerjaan, maka menurut definisi: perjanjian tersebut, adalah perjanjian dengan mana si pemborong mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu pekerjaan dari pihak yang memborongkan dengan menerima suatu harga yang ditentukan (sebagaimana diatur Pasal 1601b KUH Perdata jo Pasal 1604 KUH Perdata).

    -     Sedangkan perjanjian kemitraan, adalah bentuk umum suatu hubungan hukum antara satu pihak dengan pihak lainnya atas dasar hubungan kemitraan (partnership agreement). Ketentuan umum perjanjian kemitraan adalah Pasal 1338 jo Pasal 1320 KUH Perdata. Sedangkan ketentuan khusus, bisa merujuk pada ketentuan persekutuan perdata dalam Pasal 1618 KUH PerdataPasal 1641 KUH Perdata, yakni hubungan hukum para pihak antara mitra satu dengan mitra lainnya dengan memasukkan suatu “modal” sebagai “seserahan” (inbreng).

     

    Namun, untuk menjawab permasalahan Anda, asumsi saya mungkin (dalam hal ini) yang Anda maksud adalah perjanjian pemborongan pekerjaan dalam konteks “outsourcing” atau “alih daya” dalam kaitan dengan Pasal 64 s/d Pasal 66 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jo Permenakertrans No. 19 Tahun 2012. Jika itu yang Anda maksudkan, maka ada beberapa opini yang dapat saya sampaikan, sebagai berikut :

    -     Apabila PT Y - dalam melakukan pekerjaan (core business-nya) sebagai perusahaan pengangkutan - dan memiliki banyak armada (plus sopirnya) serta melayani beberapa (atau banyak) perusahaan, termasuk – melayani - PT X (walau sebagian menyewa truk dari PT X), maka hemat saya ini adalah murni perjanjian bisnis biasa berdasarkan asas kebebasan berkontrak (freedom of contract).

    -     Sebaliknya, kalau PT Y menyewa truk PT X namun hanya untuk melayani PT X saja, terlebih jika sopir-sopir truk tersebut di-hire oleh dan hubungan kerjanya dengan PT. Y, hemat saya ini adalah “penyelundupan hukum untuk menghindari ketentuan “alih daya” dalam UU Ketenagakerjaan dalam rangka perlindungan hak-hak tenaga kerja.

    -     Dalam halnya, walaupun hubungan kerja para sopir dilakukan dengan PT X, namun kesan adanya penyelundupan hukum itu tetap sangat dominan (lebih kental dan mencolok) karena para sopir bekerja untuk dan atas kepentingan serta keuntungan PT Y, sementara jelas tegas hubungan kerjanya (perjanjian kerja para sopir) dilakukan dengan – manajemen - PT X. Inipun menyimpang dari ketentuan “alih daya”.

    3.   Yang dapat dilakukan yang bersangkutan, hanya apabila PT Y, memang (core business-nya sesuai ketentuan Anggaran Dasar) adalah merupakan perusahaan pengangkutan yang – telah - memiliki beberapa armada (truk) dengan memiliki sejumlah sopir yang kompeten, dan oleh karena “begitu” besarnya omzet layanan angkutan barang (termasuk order dari PT X), sehingga PT. Y memerlukan tambahan armada, dan  – sebagian - terpaksa menyewa armada dari PT. X, maka hemat saya, ini dapat ditoleransi, karena tidak ada kesan penyelundupan hukum, dan ini pasti dilakukan atas dasar iktikad baik (sesuai Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata).

     

    Untuk membuktikan apakah ada kesan penyelundupan hukum guna menghindari ketentuan “alih daya” dalam UU Ketenagakerjaan, bisa dilihat dari perjanjian-perjanjian yang dilakukan oleh PT. Y dengan para “mitra”-nya. Dan bisa dilihat dari hubungan hukum para sopir, serta iktikad baik para pihak.

     

    Demikian opini dan penjelasan saya, semoga dapat difahami.

     
    Dasar hukum:

    1.     Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23)

    2.     Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek Van Koophandel Voor Indonesie, Staatsblad tahun 1847 No. 43)

    3.     Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

    4.     Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 19 Tahun 2012 tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusaha Lain

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    TIPS HUKUM

    Catat! Ini 3 Aspek Hukum untuk Mendirikan Startup

    24 Mar, 2023 Bacaan 10 Menit
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!