Artikel ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul Kawin Beda Agama Menurut Hukum Indonesia yang dibuat oleh Diana Kusumasari, S.H., M.H. dan dipublikasikan pertama kali pada 4 Maret 2011, yang dimutakhirkan pertama kali pada Rabu, 29 Desember 2021.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
klinik Terkait:
Untuk menjawab pertanyaan Anda, terkait hukum nikah beda agama, kami akan mengacu pada syarat sahnya perkawinan sebagaimana tertuang dalam UU Perkawinan, yakni:[1]
- perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut masing-masing agama dan kepercayaannya; dan
- tiap-tiap perkawinan dicatat menurut perundang-undangan yang berlaku.
Menjawab pertanyaan Anda terkait bolehkah menikah beda agama, pada dasarnya hukum perkawinan di Indonesia tidak mengatur secara khusus mengenai perkawinan pasangan beda agama sehingga ada kekosongan hukum terkait.
Adapun syarat sahnya perkawinan adalah perkawinan yang dilakukan sesuai agama dan kepercayaannya sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan. Hal ini berarti UU Perkawinan menyerahkan pada ajaran dari agama masing-masing terkait hukum nikah beda agama.
Hukum Nikah Beda Agama Menurut Islam
Majelis Agama Tingkat Pusat (“MATP”) juga telah mengatur mengenai pernikahan beda agama ini. MATP telah memberikan kewenangan sepenuhnya kepada masing-masing agama guna menentukan ketentuan pernikahan masing-masing sesuai dengan ajaran dalam agama tersebut. Termasuk di dalamnya adalah hukum pernikahan beda agama.
berita Terkait:
Pasalnya, permasalahan yang kerap terjadi karena adanya pertanyaan mengenai, apakah agama yang dianut oleh masing-masing pihak tersebut membolehkan untuk dilakukannya perkawinan beda agama. Misalnya, dalam ajaran Islam wanita tidak boleh menikah dengan laki-laki yang tidak beragama Islam (Al Baqarah [2]: 221).
Bolehkah Menikah Beda Agama?
Dalam hal ini, karena Anda sebagai pihak laki-laki yang beragama Islam, dan dalam ajaran Islam masih diperbolehkan untuk menikah beda agama apabila pihak laki-laki yang beragama Islam dan pihak perempuan beragama lain. Namun, penting untuk diketahui bahwa dalam ajaran Katolik (agama pasangan Anda) nikah beda agama pada prinsipnya dilarang.
Akan tetapi, pada praktiknya memang masih dapat terjadi adanya perkawinan beda agama di Indonesia. Guru Besar Hukum Perdata Universitas Indonesia Prof. Wahyono Darmabrata, menjabarkan ada 4 cara populer yang ditempuh pasangan beda agama agar pernikahannya dapat dilangsungkan, yakni sebagai berikut.
- Meminta penetapan pengadilan.
- Perkawinan dilakukan menurut masing-masing agama.
- Penundukan sementara pada salah satu hukum agama.
- Menikah di luar negeri.
Lebih lanjut, kehadiran yurisprudensi Mahkamah Agung (“MA”) yaitu Putusan MA No. 1400K/PDT/1986 menerangkan bahwa Kantor Catatan Sipil saat itu diperkenankan untuk melangsungkan perkawinan beda agama. Kasus ini bermula dari perkawinan yang hendak dicatatkan oleh pemohon perempuan beragama Islam dengan pasangannya beragama Kristen Protestan.
Dalam putusannya, MA menyatakan bahwa dengan pengajuan pencatatan pernikahan di Kantor Catatan Sipil telah memilih untuk perkawinannya tidak dilangsungkan menurut agama Islam. Dengan demikian, pemohon sudah tidak lagi menghiraukan status agamanya (Islam), maka Kantor Catatan Sipil harus melangsungkan dan mencatatkan perkawinan tersebut sebagai dampak pernikahan beda agama yang dilangsungkan.
Dalam hal ini apabila Anda berkeinginan untuk mencatatkan perkawinan di Kantor Catatan Sipil, maka berdasarkan pada Putusan MA tersebut Anda dapat memilih untuk menundukkan diri dan melangsungkan perkawinan tidak secara Islam. Kemudian, apabila permohonan pencatatan perkawinan Anda dikabulkan oleh pihak Kantor Catatan Sipil, maka perkawinan Anda adalah sah menurut hukum.
Demikian jawaban dari kami terkait nikah beda agama di Indonesia sebagaimana ditanyakan, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan;
- Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Putusan: