Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Pajak Tanah Milik Pribadi, Begini Aturan PBB-P2

Share
copy-paste Share Icon
Pertanahan & Properti

Pajak Tanah Milik Pribadi, Begini Aturan PBB-P2

Pajak Tanah Milik Pribadi, Begini Aturan PBB-P2
Renata Christha Auli, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Pajak Tanah Milik Pribadi, Begini Aturan PBB-P2

PERTANYAAN

Almarhum ayah saya telah membagi warisan ke 4 orang anaknya. Saya sudah mendapatkan bagian saya sendiri dan sudah balik nama atas nama saya sejak tahun 2019. Saya berniat menjual tanah tersebut dan belakangan ada calon pembeli yang menaksir tanah tersebut. Namun si pembeli menanyakan soal PBB apakah aman atau sudah dibayar. Selama ini, saya tidak pernah bayar PBB tanah tersebut. Namun, saya sempat tanyakan kepada BPN mengenai hal ini, dan menurut BPN, pajak itu harus dibayarkan secara kolektif bersama ketiga saudara saya lain yang mendapat warisan tersebut. Apa benar demikian? Apa dasar hukumnya? Apakah tidak bisa jika saya sendiri saja yang membayarnya secara pribadi dan cukup untuk tanah bagian saya sendiri?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pajak atas tanah milik pribadi, saat ini berlaku pajak PBB-P2. PBB-P2 merupakan pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan. Jika terdapat tanah warisan yang telah dibagi, apakah ahli waris wajib membayar seluruh PBB-P2 atas tanah tersebut atau hanya membayar pajak sesuai dengan pembagian masing-masing?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca dalam ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan

    Berdasarkan Konsideran UU 12/1985, pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat penting artinya bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila, yang bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, dan oleh karena itu perlu dikelola dengan meningkatkan peran serta masyarakat sesuai dengan kemampuannya.

    Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.[1]

    KLINIK TERKAIT

    Batal Beli Rumah karena Force Majeure, Dapatkah Uang Kembali?

    Batal Beli Rumah karena <i>Force Majeure</i>, Dapatkah Uang Kembali?

    Dasar konstitusional kewajiban Warga Negara Indonesia (“WNI”) untuk membayar pajak terdapat pada Pasal 23A UUD 1945, yakni pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang. WNI yang membayar pajak secara tidak langsung telah memenuhi Pasal 30 ayat (1) UUD 1945, yakni tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.

    Pajak Bumi dan Bangunan (“PBB”) sebelumnya diatur dalam UU 12/1985. Pada perkembangannya, pemerintah melakukan pembaharuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang lama dengan yang baru (tax reform). Berbagai pembaharuan dilakukan hingga saat ini, dan salah satu peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perpajakan adalah UU 1/2022.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Setelah dilakukan tax reform, PBB terbagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu PBB yang pengelolaannya diatur oleh pemerintah daerah dan pemerintah pusat. Pengelolaan yang diatur oleh pemerintah daerah meliputi Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (“PBB-P2”), sedangkan pengelolaan yang diatur oleh pemerintah pusat meliputi Pajak Bumi dan Bangunan Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan, dan Sektor Lain (“PBB-P3”).[2]

    Berdasarkan pertanyaan Anda, kami asumsikan tanah yang dimaksud adalah tanah yang dimiliki oleh orang pribadi, sehingga termasuk dalam PBB-P2. Pengertian PBB-P2 diatur dalam Pasal 1 ayat (33) UU 1/2002, yang berbunyi sebagai berikut:

    Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan yang selanjutnya disingkat PBB-P2 adalah Pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau Badan.

    Selaras dengan definisi pada pasal tersebut, Mardiasmo[3] juga menjelaskan bahwa PBB-P2 adalah pajak yang dikenakan pada bumi dan/atau bangunan, yang dimanfaatkan, dikuasai dan/atau dimiliki oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan perhutanan, perkebunan, dan pertambangan.

    Subjek Pajak, Wajib Pajak, dan Objek Pajak

    Dalam hal PBB-P2, juga perlu Anda ketahui mengenai subjek pajak, wajib pajak, dan objek pajak.

    Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenai pajak.[4] Sedangkan wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[5]

    Aturan mengenai subjek pajak dan wajib pajak diatur lebih lanjut pada Pasal 39 UU 1/2022, yaitu:

    1. Subjek Pajak PBB-P2 adalah orang pribadi atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau memperoleh manfaat atas Bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan
    2. Wajib Pajak PBB-P2 adalah orang pribadi atau Badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas Bumi dan/atau memperoleh manfaat atas Bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas Bangunan.

    Kemudian, berdasarkan Penjelasan Pasal 96 ayat (2) UU 1/2022, yang menjadi objek pajak adalah lahan pertanian yang sangat terbatas, tanah dan bangunan yang ditempati oleh wajib pajak. Sedangkan objek yang dikecualikan dari PBB-P2 diatur dalam Pasal 38 ayat (3) UU 1/2022 sebagai berikut:

    1. bumi dan/atau bangunan kantor pemerintah, kantor pemerintahan daerah, dan kantor penyelenggara negara lainnya yang dicatat sebagai barang milik negara atau barang milik daerah;
    2. bumi dan/atau bangunan yang digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang keagamaan, panti sosial, liesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan;
    3. bumi dan/atau bangunan yang semata-mata digunakan untuk tempat makam (kuburan), peninggalan purbakala, atau yang sejenis;
    4. bumi yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak;
    5. bumi dan/atau bangunan yang digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik;
    6. bumi dan/atau bangunan yang digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan peraturan menteri;
    7. bumi dan/atau bangunan untuk jalur kereta api, moda raya terpadu (mass rapid transit), lintas raya terpadu (light rail transit), atau yang sejenis;
    8. bumi dan/atau bangunan tempat tinggal lainnya berdasarkan njop tertentu yang ditetapkan oleh kepala daerah;
    9. bumi dan/atau bangunan yang dipungut pajak bumi dan bangunan oleh pemerintah.

    Objek PBB-P2 pada intinya merupakan bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali terhadap kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.[6]

    Regulasi Pemungutan PBB-P2 di Daerah

    PBB-P2 merupakan salah satu jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota.[7] Pajak yang dimaksud dipungut oleh daerah yang setingkat dengan daerah provinsi yang tidak terbagi dalam daerah kabupaten/kota otonom.[8]

    Jenis pajak PBB-P2 merupakan jenis pajak yang dipungut berdasarkan penetapan kepala daerah.[9] Dokumen yang digunakan sebagai dasar pemungutan jenis pajak sebagaimana dimaksud antara lain adalah surat ketetapan pajak daerah dan surat pemberitahuan pajak terutang.[10]

    Ketentuan Pidana di Bidang Perpajakan

    Ketentuan pidana terhadap wajib pajak yang karena kealpaannya atau dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya dalam membayar pajak diatur dalam Pasal 181 UU 1/2022 sebagai berikut:

    1. Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5), sehingga merugikan Keuangan Daerah, diancam dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah Pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
    2. Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5), sehingga merugikan Keuangan Daerah, diancam dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah Pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

    Pemecahan Sertifikat Tanah

    Berkaitan dengan pertanyaan Anda mengenai PBB-P2 atas tanah warisan, Anda dapat membayar PBB-P2 hanya pada tanah milik Anda pribadi, dengan melakukan pemecahan sertifikat tanah. Pemecahan sertifikat tanah sendiri tidak dapat dipisahkan dari pemecahan tanah.

    Pemecahan tanah adalah satu bidang tanah yang sudah terdaftar dan memiliki sertifikat atas nama pewaris, yang kemudian ahli waris ingin memecah tanah tersebut yang masing-masing pecahan tanah merupakan bagian baru dan tidak mengubah status hukum dengan bidang tanah semula.[11]

    Selain pemecahan tanah, ada pemecahan sertifikat tanah yang wajib Anda penuhi persyaratannya. Salah satu syarat dalam pemecahan sertifikat tanah adalah keterlibatan ahli waris. Peran ahli waris dalam pemecahan sertifikat tanah adalah untuk permohonan izin pecah tanah dengan menyebutkan alasan pemecahan yang ditandatangani semua ahli waris (dalam kasus ini adalah tanda tangan Anda dan 3 saudara Anda). Apabila tidak ada keterlibatan ahli waris yang juga memiliki hak atas tanah, maka Notaris PPAT tidak dapat memproses pemecahan sertifikat tanah tersebut.[12]

    Selain itu, berdasarkan informasi yang kami lansir dari laman resmi Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional terdapat beberapa syarat administratif yang wajib dipenuhi ketika hendak melakukan pemecahan sertifikat tanah, antara lain:

    1. formulir permohonan yang sudah diisi dan ditandatangani pemohon atau kuasanya di atas materai cukup;
    2. surat kuasa apabila dikuasakan;
    3. fotokopi identitas pemohon/para ahli waris (KTP, KK) dan kuasa apabila dikuasakan, yang telah dicocokkan dengan aslinya oleh petugas loket;
    4. sertifikat asli tanah;
    5. izin perubahan penggunaan tanah, apabila terjadi perubahan penggunaan tanah;
    6. melampirkan bukti SSP/PPh sesuai dengan ketentuan;
    7. tapak kavling dari Kantor Pertanahan;
    8. rencana tapak/site plan dari pemerintah kabupaten/kota setempat (bagi badan hukum).

    Formulir permohonan di angka (1) memuat:

    1. identitas diri;
    2. luas, letak dan penggunaan tanah yang dimohon;
    3. pernyataan tanah tidak sengketa;
    4. pernyataan tanah dikuasai secara fisik;
    5. alasan pemecahan:
      1. jangka waktu lima belas hari untuk pemecahan/pemisahan msampai dengan 5 bidang;
      2. pemecahan/pemisahan tanah perorangan lebih dari 5 bidang hanya untuk pewarisan dan waktu penyelesaiannya disesuaikan.

    Kesimpulannya, Anda memiliki kewajiban untuk membayar PBB-P2, sebagaimana telah diatur dalam UU 1/2022. Berdasarkan pertanyaan Anda, Anda telah memiliki bagian tanah Anda sendiri dan sudah balik nama sejak tahun 2019, maka kami asumsikan Anda telah melakukan pemecahan tanah. Dengan demikian, Anda dapat membayar PBB-P2 secara pribadi atas tanah milik Anda.

    Adapun, jika tanah tersebut belum dibagi atau belum dilakukan pemecahan, maka Anda perlu membayar PBB-P2 atas tanah warisan tersebut secara kolektif oleh para wajib pajak. Untuk dapat membayar PBB-P2 atas bagian tanah Anda sendiri, maka Anda perlu melakukan pemecahan sertifikat tanah dengan memenuhi syarat administratif tersebut di atas.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwi bahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

    Demikian penjelasan dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Dasar 1945;
    2. Undang-Undang Nomot 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan;
    3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

    Referensi:

    1. Kemenkeu Learning Center, Perbedaan PBB, P2, dan P3, diakses pada Rabu, 15 Juni 2022, pukul 13.00 WIB;
    2. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional, diakses pada Selasa 14 Juni 2022, pukul 15.23 WIB;
    3. Renny Listianita Suryaningsih. Peran PPAT Dalam Proses Pembagian Hak Bersama Tanah Warisan di Surakarta. Jurnal Repertorium, Vol. 3, 2015;
    4. Urip Santoso. Hukum Agraria & Hak-Hak Atas Tanah. Jakarta: Prenada Media Grup, 2010;
    5. Vernando Viki Tambingon. Analisis Strategi Peneriaan Pajak Bumu dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan Serta Efektifitas Penerimaannya di Pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan Tahun 2016-2017. Jurnal Riset Akuntansi Going Concern, Vol. 14, No. 1, 2019.

    [1] Pasal 1 ayat (21) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (“UU 1/2022”).

    [2]Kemenkeu Learning Center, Perbedaan PBB, P2, dan P3, diakses pada Rabu, 15 Juni 2022, pukul 13.00 WIB.

    [3] Vernando Viki Tambingon, Analisis Strategi Peneriaan Pajak Bumu dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan Serta Efektifitas Penerimaannya di Pemerintah Kabupaten Minahasa Selatan Tahun 2016-2017, Jurnal Riset Akuntansi Going Concern, Vol. 14, No. 1, 2019, hal. 81.

    [4] Pasal 1 ayat (23) UU 1/2022.

    [5] Pasal 1 ayat (24) UU 1/2022.

    [6] Pasal 38 ayat (1) UU 1/2022.

    [7] Pasal 4 ayat (2) huruf a UU 1/2022.

    [8] Pasal 4 ayat (3) UU 1/2022.

    [9] Pasal 5 ayat (1) UU 1/2022.

    [10] Pasal 5 ayat (3) UU 1/2022.

    [11] Renny Listianita Suryaningsih, Peran PPAT Dalam Proses Pembagian Hak Bersama Tanah Warisan di Surakarta, Jurnal Repertorium, Vol. 3, 2015, hal. 112.

    [12] Urip Santoso, Hukum Agraria & Hak-Hak Atas Tanah, Jakarta: Prenada Media Grup, 2010, hal. 91.

    Tags

    hukum pajak
    pbb

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Ingin Rujuk, Begini Cara Cabut Gugatan Cerai di Pengadilan

    1 Sep 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!