Apakah cyberstalking itu termasuk dalam ranah hukum pidana di Indonesia? Jika ya, dalam pengaturan hukum di Indonesia, cyberstalking masuk ke dalam pengaturan yang mana? Jika cyberstalking merupakan salah satu bentuk kejahatan cybercrime, maka bagaimana pemidanaan serta pembuktian tindak pidana cyberstalking tersebut? Apakah UU ITE 2024, KUHP dan UU 1/2023 sudah mampu melindungi kepentingan hukum atas tindak pidana cyberstalking? Mengingat di luar negeri kasus cyberstalking merupakan salah satu kasus pidana yang sangat diperhatikan oleh negaranya.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Cyberstalking dapat dikategorikan sebagai tindak pidana menurut UU 1/2024 tentang perubahan kedua UU ITE, KUHP, dan UU 1/2023.
Umumnya, cyberstalking diawali dengan mencari informasi lengkap si korban atau bisa disebut menguntit melalui internet. Lantas, pasal mana saja yang bisa menjerat para pelaku cyberstalking?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Shanti Rachmadsyah, S.H. dan dipublikasikan pertama kali pada 5 Mei 2010, kemudian dimutakhirkan oleh Bernadetha Aurelia Oktavira, S.H. pada 1 Juli 2021.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Pertama, arti dari cyberstalking menurut Black's Law Dictionary 7th edition adalah:
The act of threatening, harassing, or annoying someone through multiple e-mail messages, as through the internet, esp. with the intent of placing the recipient in fear that an illegal act or an injury will be inflicted on the recipient or a member of the recipient's family or household.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Dari rumusan di atas, maka bisa disimpulkan unsur-unsur utama dari cyberstalking adalah:
act of threatening, harassing, or annoying someone berarti tindakan mengancam, melecehkan, atau mengganggu seseorang;
through internet berarti melalui internet; dan
with the intent of placing the recipient in fear that an illegal act or an injury berarti dengan maksud membuat korban takut akan tindakan ilegal atau cedera.
Perlu diketahui, ada banyak alasan yang menyebabkan mengapa pelaku melakukan cyberstalking. Adapun diantaranya karena pelaku merasa marah atau sakit hati, frustasi dan ingin balas dendam kepada korban atau sifat superior yang suka mengintimidasi orang lain. Namun ada juga sebagian besar pelaku yang melakukan dengan maksud untuk hiburan dan lucu–lucuan.[1]
Cyberstalking biasanya diawali dengan mencari informasi lengkap si korban atau bisa disebut menguntit melalui internet. Selain itu, cyberstalking juga berpotensi menimbulkan tindak pidana lain seperti hacking, cyberbullying, hingga melakukan penculikan atau pemerkosaan.
Jerat Hukum Pelaku Cyberstalking menurut UU ITE 2024
Melihat unsur-unsur di atas, menurut hemat kami cyberstalking dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang dilarang dalam Pasal 27B ayat (1) UU 1/2024 tentang perubahan kedua UU ITE yang berbunyi:
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang dengan ancaman kekerasan untuk:
memberikan suatu barang, yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain; atau
memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang.
Dari bunyi pasal di atas, yang dimaksud dengan "ancaman kekerasan" adalah informasi dan/atau dokumen elektronik yang berisi muatan yang ditujukan untuk menimbulkan rasa takut, cemas, atau khawatir akan dilakukannya kekerasan.[2]
Adapun pelaku yang melanggar Pasal 27B ayat (1) UU 1/2024 berpotensi dipidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda maksimal Rp1 miliar.[3] Dalam hal perbuatan dalam Pasal 27B ayat (1) UU 1/2024 dilakukan dalam lingkungan keluarga, penuntutan pidana hanya dapat dilakukan atas aduan.[4]
Lebih lanjut, Lampiran SKB UU ITE menerangkan perihal Pasal 27 ayat (4) UU ITE sebelum diubah dengan Pasal 27B ayat (1) UU 1/2024 (hal. 14-16), sebagai berikut:
Titik berat penerapannya pada perbuatan “mendistribusikan”, “mentransmisikan”, dan “membuat dapat diaksesnya” secara elektronik konten (muatan) pemerasan dan/atau pengancaman oleh seseorang ataupun organisasi atau badan hukum.
Perbuatan pemerasan tersebut berupa pemaksaan dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum.
Termasuk pula perbuatan mengancam akan membuka rahasia, mengancam menyebarkan data pribadi, foto pribadi, dan/atau video pribadi.
Pengancaman dan/atau pemerasan dapat disampaikan secara terbuka atau tertutup.
Harus dibuktikan adanya motif keuntungan ekonomis yang dilakukan pelaku.
Selain itu, menurut hemat kami pelaku cyberstalking juga dapat dipidana berdasarkan Pasal 29 jo. 45B UU 1/2024 yaitu:
Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik secara langsung kepada korban yang berisi ancaman kekerasan dan/atau menakut-nakuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp750 juta.
Kemudian, dalam Penjelasan Pasal 29 UU 1/2024 diterangkan bahwa yang dimaksud dengan “korban” adalah orang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh tindak pidana. Termasuk dalam perbuatan yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah perundungan di ruang digital (cyber bullying).
Selain menggunakan UU 1/2024, pelaku cyberstalking juga dapat dijerat dengan tindak pidana pemaksaan dengan kekerasan dalam KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[5] yaitu tahun 2026, sebagai berikut:
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:
Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.
Barang siapa memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis.
(2) Dalam hal sebagaimana dirumuskan dalam butir 2, kejahatan hanya dituntut atas pengaduan orang yang terkena.
1. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta[6] setiap orang yang:
a. secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu, dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain; atau
b. memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis.
2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat dituntut atas pengaduan dari korban tindak pidana.
Selain itu, perbuatan pelaku cyberstalking juga dapat dijerat atas tindak pidana pemerasan dengan kekerasan berdasarkan Pasal 368 KUHP atau Pasal 482 UU 1/2023 dengan bunyi sebagai berikut:
Pasal 368 KUHP
Pasal 482 UU 1/2023
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.
Ketentuan pasal 365 ayat kedua, ketiga, dan keempat berlaku bagi kejahatan ini.
1. Dipidana karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama 9 tahun, setiap orang yang dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk:
a. memberikan suatu barang, yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain; atau
b. memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang.
2. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 479 ayat (2) sampai dengan ayat (4) berlaku juga bagi pemerasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Namun perlu digarisbawahi, pengenaan pasal-pasal KUHP atau UU 1/2023 harus melihat pada tujuan (intention) dari pelaku. Apabila tujuannya adalah untuk membuat korban menyerahkan sesuatu barang/membuat utang/menghapuskan piutang dengan kekerasan/ancaman kekerasan, maka yang dikenakan adalah Pasal 368 KUHP atau Pasal 482 UU 1/2023. Sementara apabila tujuannya adalah untuk memaksa seseorang melakukan sesuatu dengan kekerasan/ancaman kekerasan, maka yang dikenakan adalah Pasal 335 KUHP atau Pasal 448 UU 1/2023.
Apabila terdapat dugaan tindak pidana, maka pihak yang menjadi korban atau yang mengetahui tindakan tersebut dapat melaporkan ke kepolisian setempat, yang prosedurnya telah kami ulas dalam Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya.