Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul yang Jerat Hukum Pemalsuan Dokumen Perceraian oleh Suami yang dibuat oleh LBH Jakarta dan pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 10 Januari 2020.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan RKUHP yang baru disahkan pada tanggal 6 Desember 2022.
klinik Terkait:
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Dokumen yang Mendasarkan Perceraian
Sepanjang penelusuran kami, tidak ditemukan istilah “berita acara perceraian”. Namun, merujuk pada proses perceraian melalui peradilan agama, dokumen yang akan membuktikan adanya perceraian dari sebuah perkawinan bagi mereka yang beragama Islam adalah penetapan pengadilan untuk cerai talak atau putusan pengadilan jika cerai gugat. Hal ini sebagaimana diterangkan dalam Pasal 66 ayat (1) jo. Pasal 71 ayat (2) dan Pasal 81 UU Peradilan Agama.
Sementara itu, untuk pasangan WNI yang beragama non-Islam ketentuan mengenai dokumen perceraian dibuktikan dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang telah didaftarkan di kantor catatan sipil. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 34 ayat (2) dan Pasal 35 ayat (1) PP 9/1975.
Maka dari itu, kami mengasumsikan apabila yang Anda maksud adalah pemalsuan terhadap putusan, penetapan pengadilan, akta pencatatan sipil, maka tindakan suami Anda termasuk tindakan pemalsuan surat atau akta autentik.
berita Terkait:
Pemalsuan Penetapan atau Putusan Pengadilan
Tindakan pemalsuan tersebut dapat dijerat dengan ketentuan dalam KUHP lama yang pada saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan RKUHP 2022 yang telah mendapatkan persetujuan bersama antara Presiden dan DPR (“RKUHP”) yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan.
Pasal 264 ayat (1) KUHP
- Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama 8 tahun, jika dilakukan terhadap:
- akta-akta otentik;
- surat hutang atau sertifikat hutang dari sesuatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum;
- surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai:
- talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu;
- surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan.
Pasal 392 ayat (1) RKUHP
- Dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 tahun, Setiap Orang yang melakukan pemalsuan Surat terhadap:
- akta autentik;
- Surat utang atau sertifikat utang dari suatu negara atau bagiannya atau dari suatu lembaga umum;
- saham, Surat utang, sertifikat saham, sertifikat utang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau persekutuan;
- talon, tanda bukti dividen atau tanda bukti bunga salah satu Surat sebagaimana dimaksud dalam huruf b dan huruf c atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti Surat tersebut;
- Surat kredit atau Surat dagang yang diperuntukkan guna diedarkan;
- Surat keterangan mengenai hak atas tanah; atau
- Surat berharga lainnya yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
Pengertian akta autentik bisa merujuk pada ketentuan Pasal 1868 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa suatu akta autentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan undang-undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat akta itu dibuat.
Maka, menurut hemat kami, dokumen seperti putusan/penetapan pengadilan terkait perkara perceraian maupun akta catatan sipil tentang cerai adalah akta autentik yang dibuat oleh pengadilan negeri/pengadilan agama atau kantor catatan sipil. Bila suami Anda memalsukan surat tersebut, maka ia telah melakukan tindak pidana pemalsuan akta autentik.
Pemalsuan Data Pribadi
Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) UU PDP status perkawinan termasuk pada salah satu jenis data pribadi yang bersifat umum. Dalam hal ini, perceraian berarti mengubah status perkawinan seseorang, maka perbuatan suami Anda yang memalsukan dokumen cerai dapat dikategorikan melanggar Pasal 66 UU PDP bahwa setiap orang dilarang membuat data pribadi palsu atau memalsukan data pribadi dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain. Pelaku bisa dipidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp6 miliar.[1]
Selain itu apabila dokumen perceraian tersebut juga mencatut data pribadi istri, si suami dapat dijerat pasal sebagai berikut.
- Setiap orang dilarang secara melawan hukum memperoleh atau mengumpulkan data pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian subjek data pribadi, dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5 miliar.[2]
- Setiap orang dilarang secara melawan hukum menggunakan data pribadi yang bukan miliknya, dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5 miliar.[3]
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
- Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi;
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana yang telah diubah pertama kali dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama dan telah diubah kedua kali dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama;
- Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
- RKUHP 2022 yang telah mendapatkan persetujuan bersama antara Presiden dan DPR.
[1] Pasal 68 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (“UU PDP”)
[2] Pasal 65 ayat (1) jo. Pasal 67 ayat (1) UU PDP
[3] Pasal 65 ayat (3) jo. Pasal 67 ayat (3) UU PDP