Perusahaan A dan B terikat dalam perjanjian akuisisi. Selama perjanjian berlangsung, A dapat memenuhi ketentuan pembayaran hingga tahap angsuran ke-2. Namun, A tidak membayar sisa angsuran selanjutnya hingga berakhir batas waktu pembayaran terakhir. Bagaimana status hukum atas uang yang telah dibayar perusahaan A kepada B, apakah dapat dikembalikan?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Akuisisi atau dikenal dengan istilah pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut.
Perusahaan A dan B kami asumsikan terikat perjanjian pengikatan jual beli saham dengan jumlah tertentu yang dapat berakibat beralihnya pengendalian dan belum sampai pada tahap akuisisi. Jika salah satu pihak tidak membayar sisa angsuran terhadap pembelian saham, maka terhadap status uang yang telah dibayarkan tersebut, tergantung pada klausul perjanjian yang disepakati
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Apa itu Akuisisi?
Akuisisi di dalam UU Perseroan Terbatas dikenal dengan istilah pengambilalihan. Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut.[1]
Pengambilalihan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan cara pengambilalihan saham yang telah dikeluarkan dan/atau akan dikeluarkan oleh perseroan melalui direksi perseroan atau langsung dari pemegang saham.[2]
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Jika mengacu pada pertanyaan Anda, tidak dijelaskan apakah pengambilalihan melalui direksi atau melalui pemegang saham. Oleh karena itu, guna menyederhanakan jawaban, kami berasumsi bahwa pengambilalihan terjadi antara 2 badan hukum perseroan melalui direksi perseroan.
Prosedur yang harus dilakukan direksi sebelum melakukan perbuatan hukum pengambilalihan harus berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”) yang memenuhi kuorum kehadiran. Ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 UU Perseroan Terbatas yaitu paling sedikit 3/4 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 3/4 bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan.[3]
Direksi perseroan yang akan diambil alih dan pihak yang akan mengambil alih masing-masing menyusun usulan rencana pengambilalihan.[4] Usulan sebagaimana dimaksud masing-masing wajib mendapat persetujuan komisaris perseroan yang akan diambil alih.[5] Rancangan pengambilalihan yang telah disetujui di dalam RUPS dituangkan dalam Akta Pengambilalihan yang dibuat di hadapan notaris dalam Bahasa Indonesia.[6]
Akuisisi atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli Saham?
Dengan demikian, perjanjian akuisisi sebagaimana Anda sampaikan, pada dasarnya belum sampai pada tahapan akuisisi atau pengambilalihan sebagaimana diatur dalam UU Perseroan Terbatas. Kami berasumsi bahwa perusahaan A dan perusahaan B hanya terikat pada suatu perjanjian pengikatan jual beli saham dengan jumlah tertentu yang dapat berakibat beralihnya pengendalian.
Seperti halnya perjanjian pengikatan jual beli pada umumnya, maka jual beli saham belumlah terjadi karena harga yang disepakati belum lunas/dalam angsuran. Setiap pemindahan hak atas saham harus dilakukan dengan akta pemindahan hak.[7]
Mengenai kewajiban pembayaran yang tidak terpenuhi sesuai dengan jangka waktu yang disepakati, maka pihak tersebut dapat dikatakan telah cidera janji (wanprestasi). Di dalam perjanjian pengikatan jual beli pada umumnya diatur mengenai pembayaran yang telah dilakukan, apakah menjadi hak dari pihak penjual atau dikembalikan kepada pihak pembeli jika terjadi wanprestasi. Jika tidak disepakati, maka pihak penjual dapat mengajukan gugatan pembatalan perjanjian disertai dengan tuntutan agar uang yang telah dibayarkan menjadi hak pihak penjual.