KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Penemuan Hukum dan Konstruksi Hukum

Share
copy-paste Share Icon
Ilmu Hukum

Penemuan Hukum dan Konstruksi Hukum

Penemuan Hukum dan Konstruksi Hukum
Renata Christha Auli, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Penemuan Hukum dan Konstruksi Hukum

PERTANYAAN

Apa yang dimaksud dengan penemuan hukum?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Penemuan hukum adalah proses pembentukan hukum yang dilakukan karena adanya kekosongan hukum atau kekosongan undang-undang. Namun, dalam penemuan hukum terdapat beberapa metode dan asas yang perlu Anda pahami.

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Pengertian Penemuan Hukum

    Penemuan hukum adalah proses pembentukan hukum oleh hakim atau petugas-petugas hukum lainnya yang memiliki tugas melaksanakan hukum terhadap peristiwa-peristiwa hukum konkrit. Penemuan hukum dilakukan karena ada kalanya undang-undang tidak lengkap atau memiliki penafsiran yang tidak jelas. Dengan demikian hakim harus mencari hukum dan harus menemukan hukumnya. Hal ini dikenal dengan penemuan hukum atau rechtsvinding. Teori tentang penemuan hukum kemudian menjawab pertanyaan mengenai interpretasi atau penafsiran hukum terhadap undang-undang.[1]

    KLINIK TERKAIT

    Persamaan dan Perbedaan PIH dan PHI

    Persamaan dan Perbedaan PIH dan PHI

    Menurut Scholten, penemuan hukum berbeda dengan penerapan hukum, karena pada penemuan hukum ditemukan sesuatu yang baru. Penemuan hukum dapat dilakukan melalui penafsiran, analogi, maupun penghalusan hukum. Jika hakim dalam memutus suatu perkara hanya didasari oleh hak dan kewajiban yang ada, maka hakim tidak lebih dan tidak kurang hanya sebagai robot. Karena hakim bukan robot, maka hakim dapat membuat peraturan baru.[2]

    Sedangkan menurut Sudikno Mertokusumo, penemuan hukum adalah konkretisasi, kristalisasi, atau individualisasi peraturan hukum atau das sollen, yang bersifat umum dengan mengingat peristiwa konkrit atau das sein. Peristiwa konkrit tersebut harus dihubungkan dengan peraturan hukum, agar dapat tercakup oleh peraturan hukum itu. Sebaliknya, peraturan hukum harus disesuaikan dengan peristiwa konkrit agar dapat diterapkan.[3]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Pada dasarnya setiap orang dapat menemukan hukum. Penemuan hukum yang dilakukan oleh hakim adalah hukum, dan penemuan hukum yang dilakukan oleh orang selain hakim adalah doktrin. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa dalam ilmu hukum, doktrin bukan merupakan hukum, melainkan sumber hukum.[4]

    Konstruksi Hukum dan Penemuan Hukum oleh Hakim

    Konstruksi hukum pada dasarnya dilakukan apabila terjadi beberapa hal sebagai berikut:[5]

    1. tidak ditemukan ketentuan undang-undang yang dapat diterapkan terhadap kasus yang terjadi;
    2. dalam peraturannya tidak ada;
    3. terjadi kekosongan hukum atau recht vacuum;
    4. terjadi kekosongan undang-undang atau wet vacuum.

    Untuk mengisi kekosongan undang-undang, hakim menggunakan penalaran logisnya untuk mengembangkan lebih lanjut suatu teks undang-undang. Artinya, hakim tidak lagi berpegang pada bunyi teks undang-undang, namun hakim juga tidak mengabaikan prinsip hukum sebagai suatu sistem.[6]

    Sesuai dengan salah satu prinsip hukum, hakim terikat dengan asas bahwa hakim dilarang menolak perkara yang diajukan kepadanya, dengan alasan hukum tidak ada, aturan kurang lengkap, peristiwa tidak diatur, melainkan hakim wajib mengadili perkara yang ada sepanjang perkara memenuhi syarat materiil dan sesuai dengan kompetensi absolut dan kompetensi relatif.[7]

    Pada keadaan ini, hakim harus menggali dan menemukan nilai hukum yang ada di masyarakat. Hal ini sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman, yang berbunyi:

    Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.

    Baca juga: Kapan dan Bagaimana Hakim Melakukan Penemuan Hukum?

    Metode Konstruksi Hukum oleh Hakim

    Mengenai metode konstruksi hukum yang digunakan hakim akan dijelaskan pada bagian ini, sebagai berikut:

    1. Metode Argumentum Per Analogium (Analogi)

    Metode analogi adalah metode penemuan hukum dengan cara mencari esensi yang lebih umum dari peristiwa hukum atau perbuatan hukum, baik yang telah diatur oleh undang-undang maupun yang belum ada peraturannya. Berdasarkan metode ini, peristiwa yang serupa atau sejenis yang diatur dalam undang-undang diperlakukan sama. Dengan demikian, analogi memberi penafsiran pada peraturan hukum dengan memberi kias pada kata-kata dalam peraturan tersebut, sesuai dengan asas hukumnya, sehingga suatu peristiwa yang sebenarnya tidak dapat dimasukkan dapat dianggap sesuai dengan bunyi peraturan tersebut.[8]

    1. Metode Argumentum a Contrario

    Metode argumentum a contrario adalah metode penemuan hukum yang memberikan kesempatan kepada hakim untuk melakukan penemuan hukum dengan pertimbangan jika undang-undang menetapkan hal tertentu untuk peristiwa tertentu, berarti peraturan itu terbatas pada peristiwa tersebut. Maka, bagi peristiwa yang terjadi di luar peraturan tersebut berlaku kebalikannya. Ada momen di mana suatu peristiwa tidak diatur dalam undang-undang, namun diatur kebalikannya. Jadi, inti dari argumentum a contrario adalah mengedepankan cara penafsiran yang berlawanan dengan pengertian kebalikannya.[9]

    1. Metode Penyempitan atau Pengkonkretan Hukum

    Dalam metode penyempitan hukum atau pengkonkretan hukum (rechtsvervijning), tidak jarang norma yang ada dalam peraturan perundang-undangan terlalu luas dan terlalu umum ruang lingkupnya sehingga hakim perlu mempersempit makna tersebut. Metode ini bertujuan untuk menyempitkan suatu aturan hukum yang terlalu abstrak, pasif, dan umum, agar dapat diterapkan terhadap suatu peristiwa tertentu.[10]

    1. Metode Fiksi Hukum

    Fiksi hukum adalah sebagai sebuah asas dimana semua orang dianggap tahu hukum (undang-undang), padahal dalam kenyataannya tidak semua orang mengetahui undang-undang, bahkan seorang pakar hukum pun tidak mungkin untuk mengetahui semua undang-undang yang ada. Pakar hukum hanya mengetahui hukum sesuai dengan keahliannya. Namun demikian, metode fiksi hukum ini sangat dibutuhkan oleh hakim dalam praktik peradilan, karena seseorang yang didakwa melakukan suatu tindak pidana tidak dapat berdalih untuk dibebaskan dengan alasan hakim tidak mengetahui hukum yang mengatur tentang kejahatan yang dilakukan pelaku.[11]

    Baca juga: Arti Penafsiran Hukum Argumentum A Contrario

    Asas dalam Penemuan Hukum

    Asas penemuan hukum yang dimaksud dikhususkan pada keperluan melakukan harmonisasi hukum. Berikut adalah beberapa asas yang perlu diperhatikan dalam melakukan penemuan hukum:[12]

    1. Lex superior derogate legi inferior, lex posterior derogate legi priori, dan lex specialis derogate legi generalis. Selengkapnya Anda dapat membaca artikel 3 Asas Hukum: Lex Superior, Lex Specialis, dan Lex Posterior Beserta Contohnya;
    2. Res judicata pro veritate habetur, selengkapnya dapat Anda baca di Arti Res Judicata Pro Veritate Habetur;
    3. Lex dura, sed tamen scripta, yang artinya undang-undang memaksa.[13]

    Penemuan Hukum oleh Orang (Doktrin)

    Berdasarkan Black’s Law Dictionary, doktrin (doctrine) merupakan sebuah prinsip, misalnya prinsip hukum yang dianut secara luas.[14] Penemuan hukum pada dasarnya sama dengan kegiatan seorang sarjana hukum yang dihadapkan pada suatu konflik atau kasus, dan harus memecahkannya, yaitu meliputi:[15]

    1. Legal problem identification
    2. Legal problem solving
    3. Decision making

    Contoh doktrin misalnya pengertian hukum menurut Mochtar Kusumaatmadja, yakni hukum yang memadai tidak saja merupakan keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat melainkan meliputi pula lembaga-lembaga dan proses-proses yang mewujudkan berlakunya kaidah-kaidah itu dalam kenyataan.[16]

    Kesimpulannya, hakim harus memiliki kemampuan untuk dapat menyelesaikan dan memutus perkara dengan mencari dan menemukan hukum, dalam hal kasus yang tidak ada peraturan hukumnya atau aturan hukumnya kurang jelas. Hakim pada dasarnya harus mampu melakukan penemuan hukum untuk dapat memutus perkara sehingga keadilan di masyarakat terwujud. Dalam hal ini, hakim lebih leluasa dalam menyelesaikan perkara, sebab hakim tidak hanya menyampaikan bunyi undang-undang, namun juga melakukan penemuan hukum.[17] Kemudian, penemuan hukum tidak hanya dilakukan oleh hakim, namun juga dapat dilakukan oleh seseorang, yang kemudian disebut sebagai doktrin.

    Baca juga: 3 Asas Hukum: Lex Superior, Lex Specialis, dan Lex Posterior Beserta Contohnya

    Demikian jawaban kami tentang penemuan hukum, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

    Referensi:

    1. Arif Hidayat, Penemuan Hukum melalui Penafsiran Hakim dalam Putusan Pengadilan, Jurnal Pandecta, Vol. 8, No. 2, 2013;
    2. Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary 9th Edition, USA: Thomson Reuters, 2009;
    3. Mochtar Kusumaatmadja, Pembinaan Hukum dalam Rangka Pembangunan Nasional, Bandung: Binacipta, 1986;
    4. Muwahid, Metode Penemuan Hukum (Rechtsvinding) oleh Hakim dalam Upaya Mewujudkan Hukum yang Responsif, Jurnal Al-Hukama The Indonesian Journal of Islamic Family Law, Vol. 7, No. 1, 2017;
    5. Siti Malikhatun Badriyah, Penemuan Hukum (Rechtsvinding) dan Penciptaan Hukum (Rechtsschepping) oleh Hakim Untuk Mewujudkan Keadilan, Jurnal MMH, Vol. 40, No. 3, 2011;
    6. Sitti Mawar, Metode Penemuan Hukum (Interpretasi dan Konstruksi) dalam Rangka Harmonisasi Hukum, Jurnal Justisia, Vol. 1, No. 1, 2016.

    [1] Muwahid, Metode Penemuan Hukum (Rechtsvinding) oleh Hakim dalam Upaya Mewujudkan Hukum yang Responsif, Jurnal Al-Hukama The Indonesian Journal of Islamic Family Law, Vol. 7, No. 1, 2017, hal. 225.

    [2] Siti Malikhatun Badriyah, Penemuan Hukum (Rechtsvinding) dan Penciptaan Hukum (Rechtsschepping) oleh Hakim Untuk Mewujudkan Keadilan, Jurnal MMH, Vol. 40, No. 3, 2011, hal. 388.

    [3] Siti Malikhatun Badriyah, Penemuan Hukum (Rechtsvinding) dan Penciptaan Hukum (Rechtsschepping) oleh Hakim Untuk Mewujudkan Keadilan, Jurnal MMH, Vol. 40, No. 3, 2011, hal. 388.

    [4] Muwahid, Metode Penemuan Hukum (Rechtsvinding) oleh Hakim dalam Upaya Mewujudkan Hukum yang Responsif, Jurnal Al-Hukama The Indonesian Journal of Islamic Family Law, Vol. 7, No. 1, 2017, hal. 225.

    [5] Muwahid, Metode Penemuan Hukum (Rechtsvinding) oleh Hakim dalam Upaya Mewujudkan Hukum yang Responsif, Jurnal Al-Hukama The Indonesian Journal of Islamic Family Law, Vol. 7, No. 1, 2017, hal. 241.

    [6] Muwahid, Metode Penemuan Hukum (Rechtsvinding) oleh Hakim dalam Upaya Mewujudkan Hukum yang Responsif, Jurnal Al-Hukama The Indonesian Journal of Islamic Family Law, Vol. 7, No. 1, 2017, hal. 231.

    [7] Muwahid, Metode Penemuan Hukum (Rechtsvinding) oleh Hakim dalam Upaya Mewujudkan Hukum yang Responsif, Jurnal Al-Hukama The Indonesian Journal of Islamic Family Law, Vol. 7, No. 1, 2017, hal. 242.

    [8] Muwahid, Metode Penemuan Hukum (Rechtsvinding) oleh Hakim dalam Upaya Mewujudkan Hukum yang Responsif, Jurnal Al-Hukama The Indonesian Journal of Islamic Family Law, Vol. 7, No. 1, 2017, hal. 242-243.

    [9] Muwahid, Metode Penemuan Hukum (Rechtsvinding) oleh Hakim dalam Upaya Mewujudkan Hukum yang Responsif, Jurnal Al-Hukama The Indonesian Journal of Islamic Family Law, Vol. 7, No. 1, 2017, hal. 244.

    [10] Muwahid, Metode Penemuan Hukum (Rechtsvinding) oleh Hakim dalam Upaya Mewujudkan Hukum yang Responsif, Jurnal Al-Hukama The Indonesian Journal of Islamic Family Law, Vol. 7, No. 1, 2017, hal. 245.

    [11] Muwahid, Metode Penemuan Hukum (Rechtsvinding) oleh Hakim dalam Upaya Mewujudkan Hukum yang Responsif, Jurnal Al-Hukama The Indonesian Journal of Islamic Family Law, Vol. 7, No. 1, 2017, hal. 246.

    [12] Sitti Mawar, Metode Penemuan Hukum (Interpretasi dan Konstruksi) dalam Rangka Harmonisasi Hukum, Jurnal Justisia, Vol. 1, No. 1, 2016, hal. 7-9.

    [13] Arif Hidayat, Penemuan Hukum melalui Penafsiran Hakim dalam Putusan Pengadilan, Jurnal Pandecta, Vol. 8, No. 2, 2013 hal, 166.

    [14] Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary 9th Edition, USA: Thomson Reuters, 2009, hal. 553.

    [15] Siti Malikhatun Badriyah, Penemuan Hukum (Rechtsvinding) dan Penciptaan Hukum (Rechtsschepping) oleh Hakim Untuk Mewujudkan Keadilan, Jurnal MMH, Vol. 40, No. 3, 2011, hal. 388.

    [16] Mochtar Kusumaatmadja, Pembinaan Hukum dalam Rangka Pembangunan Nasional, Bandung: Binacipta, 1986, hal. 11.

    [17] Siti Malikhatun Badriyah, Penemuan Hukum (Rechtsvinding) dan Penciptaan Hukum (Rechtsschepping) oleh Hakim Untuk Mewujudkan Keadilan, Jurnal MMH, Vol. 40, No. 3, 2011, hal. 391.

    Tags

    anak hukum
    asas

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Somasi: Pengertian, Dasar Hukum, dan Cara Membuatnya

    7 Jun 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!