KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Penerapan Pasal 64 dan Pasal 65 ayat (1) KUHP (Gabungan Tindak Pidana)

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Penerapan Pasal 64 dan Pasal 65 ayat (1) KUHP (Gabungan Tindak Pidana)

Penerapan Pasal 64 dan Pasal 65 ayat (1) KUHP (Gabungan Tindak Pidana)
Albert Aries, S.H., M.H.Albert Aries & Partners
Albert Aries & Partners
Bacaan 10 Menit
Penerapan Pasal 64 dan Pasal 65 ayat (1) KUHP (Gabungan Tindak Pidana)

PERTANYAAN

Saya adalah seorang penyidik Polri. Saat ini saya sedang menangani perkara pencabulan anak di bawah umur yang mana korbannya lebih dari 1 orang, berkas perkara sudah saya limpahkan ke kejaksaan, akan tetapi di-P19 dengan alasan perlu penambahan Pasal 65 ayat 1 KUHP, karena merupakan gabungan dari beberapa perbuatan pidana. Sepanjang pengetahuan kami, penerapan Pasal 65 ayat 1 KUHP adalah jika terjadi beberapa kejahatan yang tidak sejenis. Mengenai hal ini sudah kami koordinasikan, akan tetapi dari pihak JPU tetap bersikukuh untuk menerapkan Pasal 65 ayat 1 KUHP. Mohon pencerahannya. Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     

    Sebelum menjawab pertanyaan Anda, saya perlu menyampaikan bahwa dalam menangani suatu perkara pidana, baik penyidik, penuntut umum maupun hakim diwajibkan untuk bertindak hati-hati dan profesional, sehingga dapat mencapai, atau setidak-tidaknya, mendekati kebenaran materiil (kebenaran yang sesungguhnya). Hal ini penting, karena penegakkan hukum pidana sangat erat kaitannya dengan kemerdekaan badan dan hak asasi seseorang.

     

    Dalam praktik, memang cukup sulit untuk membedakan kualifikasi perbarengan tindak pidana (jenis-jenis gabungan delik), sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) tentang Gabungan Dalam Suatu Perbuatan (Concursus Idealis), Pasal 64 KUHP tentang Perbuatan Berlanjut (Voortgezette Handeling) dan Pasal 65 s.d. Pasal 69 KUHP tentang Gabungan Dalam Beberapa Perbuatan (Concursus Realis). Hal ini juga kerap kali menimbulkan perdebatan di antara pakar hukum pidana.

    KLINIK TERKAIT

    Surat Dakwaan Tak Pakai Aturan Baru, Ini Akibatnya

    Surat Dakwaan Tak Pakai Aturan Baru, Ini Akibatnya
     

    Dalam proses administrasi suatu perkara pidana, Jaksa Penuntut Umum dimungkinkan untuk memberikan “P-19” yaitu Pengembalian Berkas Perkara untuk Dilengkapi (disertai adanya Petunjuk dari Jaksa Penuntut Umum), karena setelah “P-21” atau dengan kata lain, pemberitahuan bahwa hasil penyidikan sudah lengkap, tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti beralih dari penyidik ke penuntut umum.

     

    Selain itu, ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) juga telah memberikan pedoman agar surat dakwaan yang dibuat oleh penuntut umum memuat uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan. Unsur “uraian secara cermat, jelas dan lengkap” juga mengandung makna bahwa surat dakwaan harus memuat dasar hukum/pasal pidana mana yang dilanggar oleh seorang terdakwa. Hal ini penting, karena jika tidak cermat, jelas dan lengkap akan membuka celah bagi terdakwa atau penasihat hukumnya untuk menyampaikan keberatan (eksepsi) agar dakwaan tersebut dinyatakan batal demi hukum.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    Menjawab pertanyaan Anda, dalam hal adanya penambahan Pasal 65 ayat (1) KUHP, yang selengkapnya akan kami kutip sebagai berikut:

     

    “Dalam hal perbarengan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yang diancam dengan pidana pokok sejenis, maka dijatuhkan hanya satu pidana.”

     

    Mencermati unsur-unsur dari Pasal 65 ayat (1) KUHP (Concursus Realis) tersebut di atas, dapat diartikan bahwa Pasal 65 ayat (1) KUHP tersebut mengatur tentang gabungan (beberapa tindak pidana) dalam beberapa perbuatan, tanpa menyebutkan tindak pidana itu sejenis atau tidak sejenis. Meskipun dalam beberapa contoh Concursus Realis yang ada di Mahkamah Agung Belanda adalah dua jenis tindak pidana yang berbeda, misalnya dalam Arrest Hoge Raad 27 Juni 1932 p 1659 mengenai “penganiayaan terhadap penjaga lapangan dan mengganggu ketertiban umum.”

     

    Selain itu, mengenai unsur “yang diancam dengan pidana pokok sejenis” artinya adalah suatu perbuatan yang diancam dengan (hukuman) pidana pokok yang sejenis, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 10 (a) KUHP, yaitu: pidana mati, pidana penjara, pidana kurungan, pidana denda, dan pidana tutupan.

     

    Dalam hal adanya beberapa tindak pidana yang sama/sejenis dalam beberapa perbuatan, maka akan menimbulkan suatu pertanyaan, apakah penuntut umum akan men-juncto-kan (menghubungkan, ed.) pasal utama dengan Pasal 65 ayat (1) KUHP tentang Gabungan Dalam Beberapa Perbuatan (Concursus Realis), atau dengan Pasal 64 KUHP tentang Perbuatan Berlanjut (Voortgezette Handeling)?

     

    Untuk menjawab pertanyaan tersebut, saya akan memberikan tolok ukur untuk membedakan penerapan Pasal 64 KUHP atau Pasal 65 ayat (1) KUHP sebagai berikut:

     

    Penerapan Pasal 64 KUHP:

    Menurut pendapat Andi Hamzah dalam bukunya Pengantar Dalam Hukum Pidana Indonesia, hal. 536 yang disarikan dari Memorie Van Toelichting Pasal 64 KUHP, yaitu:
     

    “Dalam hal perbuatan berlanjut, pertama-tama harus ada satu keputusan kehendak. Perbuatan itu mempunyai jenis yang sama. Putusan hakim menunjang arahan ini dengan mengatakan:

    1.    Adanya kesatuan kehendak;

    2.    Perbuatan-perbuatan itu sejenis; dan

    3.    Faktor hubungan waktu (jarak tidak terlalu lama)

     

    Penerapan Pasal 65 ayat (1) KUHP:

    Dalam hal ini, kita dapat memperhatikan Arrest Hoge Raad No. 8255, Juni 1905, yang pada intinya mengandung kaidah hukum yang menyatakan bahwa dalam hal adanya tindak pidana yang antara satu dengan lainnya dipisahkan dalam ‘jarak waktu lebih dari empat hari’ adalah tidak tunduk pada perbuatan berlanjut, sebagaimana diatur dalam Pasal 64 KUHP, melainkan harus dianggap sebagai perbarengan beberapa tindak pidana.

    Sebagai penutup, saya juga perlu menyampaikan bahwa ancaman hukuman terhadap suatu tindak pidana yang didakwa dengan menggunakan pasal yang di-juncto-kan dengan Pasal 65 ayat (1) KUHP adalah tidak boleh lebih dari maksimum pidana yang terberat ditambah sepertiga. Sedangkan, jika di-juncto-kan dengan Pasal 64 KUHP, maka yang diterapkan adalah pasal yang memuat ancaman pidana pokok yang paling berat.

    Demikian yang dapat saya sampaikan. Semoga dapat memberikan pencerahan untuk Anda.

     
    Dasar hukum:

    1.    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

    2.    Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

     

    Tags

    kuhap

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Ingin Rujuk, Begini Cara Cabut Gugatan Cerai di Pengadilan

    1 Sep 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!