Intisari:
Hanya putusan yang bersifat kondemnator yang bisa dieksekusi, yaitu putusan yang amar atau diktumnya mengandung unsur penghukuman.
Jika putusan hakim menghukum Tergugat untuk melakukan sesuatu perbuatan tertentu (dalam hal ini Tergugat harus mengganti dan menanam kembali pohon kelapa yang sudah ditebang oleh Tergugat), Anda dapat mengajukan permintaan kepada Ketua Pengadilan Negeri agar mengganti hukuman tersebut dengan penggantian sejumlah uang, dengan catatan, pihak yang kalah memang enggan menjalankan perbuatan tertentu tersebut yang dihukumkan kepadanya.
Jika Ketua Pengadilan Negeri mengabulkan permintaan penggantian bentuk eksekusi dari melaksanakan perbuatan tertentu dengan sejumlah uang, maka beralihlah sifat eksekusi dari “eksekusi riil” menjadi “eksekusi pembayaran sejumlah uang”.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
|
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Jenis Putusan Hakim yang Dapat Dieksekusi
klinik Terkait :
Menurut Yahya Harahap dalam bukunya Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan (hal. 876-879) jenis putusan hakim salah satunya dapat ditinjau dari sifatnya, yakni dibagi sebagai berikut:
a. Putusan Deklarator
Putusan declatoir atau deklarator atau deklaratif (declatoir vonnis) berisi pernyataan atau penegasan tentang suatu keadaan atau kedudukan hukum semata-mata. Misalnya putusan yang menyatakan ikatan perkawinan yang sah, perjanjian jual-beli sah, dan sebagainya.
Putusan deklarator adalah pernyataan hakim yang tertuang dalam putusan yang dijatuhkannya. Pernyataan itu merupakan penjelasan atau penetapan tentang sesuatu hak atau titel maupun status dan pernyataan itu dicantumkan dalam amar atau diktum putusan.[1]
b. Putusan Constitutief
Rekomendasi Berita :
Putusan constitutief (constitutief vonnis) adalah putusan yang memastikan suatu keadaan hukum, baik yang bersifat meniadakan suatu keadaan hukum maupun yang menimbulkan keadaan hukum baru.[2] Misalnya putusan perceraian, merupakan putusan yang meniadakan keadaan hukum yakni tidak ada lagi ikatan antara suami dan istri sehingga putusan itu meniadakan hubungan perkawinan yang ada, dan berbarengan dengan itu timbul keadaan hukum baru kepada suami dan istri sebagai janda dan duda.[3]
c. Putusan Condemnatoir
Putusan condemnatoir atau kondemnator adalah putusan yang memuat amar menghukum salah satu pihak yang berperkara. Putusan yang bersifat kondemnator merupakan bagian yang tidak terpisah dari amar deklaratif atau konstitutif.[4]
Penjelasan lebih lanjut tentang ketiga jenis putusan di atas dapat Anda simak Arti Putusan Deklarator, Putusan Constitutief dan Putusan Condemnatoir.
Yahya Harahap dalam buku Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata (hal. 14) menjelaskan bahwa hanya putusan yang bersifat kondemnator yang bisa dieksekusi, yaitu putusan yang amar atau diktumnya mengandung unsur “penghukuman”. Putusan yang amar atau diktumnya tidak mengandung unsur penghukuman, tidak dapat dieksekusi atau “noneksekutabel”.
Mengganti Eksekusi Rill dengan Sejumlah Uang
Prof. Sudikno membagi jenis eksekusi dalam tiga kelompok:[5]
1. Membayar sejumlah uang, diatur dalam Pasal 196 Herzien Inlandsch Reglement (“HIR”) dan Pasal 208 Rechtreglement voor de Buitengewesten (“RBG”);
2. Melaksanakan suatu perbuatan, berdasarkan Pasal 225 HIR dan Pasal 259 RBG;
3. Eksekusi rill, berdasarkan Pasal 1033 RV.
Salah satu bentuk eksekusi rill adalah penghukuman pihak yang kalah untuk melakukan suatu perbuatan tertentu. Misalnya, pihak yang kalah dihukum untuk menyiapkan penyelesaian pembangunan rumah, membuat kolam renang atau mengubah suatu lagu. Jika hukuman tersebut tidak dipenuhi secara sukarela, bagaimana cara memaksanya memenuhi putusan pengadilan?[6]
Yahya menerangkan lebih lanjut, dari segi kenyataan, sangat sulit menjalankan eksekusi riil yang berbentuk penghukuman melakukan suatu perbuatan tertentu. Untuk mengatasi kemungkinan kesulitan dan kemacetan pelaksanaan menjalankan putusan suatu perbuatan tertentu secara fisik, undang-undang memberikan jalan keluar sebagai alternatif, seperti yang diatur dalam Pasal 225 HIR:
Jika seorang yang dihukum untuk melakukan suatu perbuatan, tidak melakukannya di dalam waktu yang ditentukan hakim, maka pihak yang menang dalam keputusan dapat memohonkan kepada pengadilan negeri dengan perantaraan ketua, baik dengan surat, maupun dengan lisan, supaya kepentingan yang akan didapatnya, jika putusan itu dipenuhi, dinilai dengan uang tunai, jumlah mana harus diberitahukan dengan tentu jika permintaan itu dilakukan dengan lisan, harus dicatat.
Karena mengemukakan perkara dalam persidangan pengadilan negeri yang menolak perkara itu menurut pendapatnya dan menurut keadaannya, atau menilai permohonan yang telah diperintahkan tetapi belum dijalankan, atau yang menilai di bawah permohonan yang dikehendaki pemohon dan dalam hal ini yang berhutang dihukum membayarnya.
Jadi, alternatif yang dapat ditempuh pihak yang menang guna memperoleh pemenuhan putusan yang menghukum pihak yang kalah, yang enggan menjalankan perbuatan tertentu yang disebut dalam amar putusan, dengan jalan:[7]
1. Meminta kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk mengganti hukuman tersebut;
2. Penggantinya berupa sejumlah uang;
3. Kepentingan perbuatan tertentu tadi dinilai dengan sejumlah uang.
Jadi bertitik tolak dari Pasal 225 HIR atau Pasal 259 RBG, kepentingan penghukuman melakukan sesuatu dapat diganti dengan sejumlah uang. Pihak yang menang dapat mengajukan permintaan kepada Ketua Pengadilan Negeri, agar putusan dinilai dengan sejumlah uang, apabila pihak yang kalah tetap tidak mau menjalankan perbuatan yang dihukumkan kepadanya.[8]
Jika Ketua Pengadilan Negeri mengabulkan permintaan penggantian bentuk eksekusi dari melaksanakan perbuatan tertentu dengan sejumlah uang, maka beralihlah sifat eksekusi dari “eksekusi riil” menjadi “eksekusi pembayaran sejumlah uang”.[9]
Dengan peralihan sifat eksekusi rill menjadi eksekusi pembayaran sejumlah uang, kemacetan eksekusi dapat diatasi dengan mempergunakan tata cara eksekusi yang berlaku terhadap eksekusi pembayaran sejumlah uang, diatur dalam Pasal 197 HIR atau Pasal 208 RBG.[10]
Pemenuhan putusan dapat dipaksakan terhadap pihak yang kalah melalui executoriale beslag yang dilanjutkan dengan penjualan lelang terhadap harta kekayaan pihak yang kalah. Cuma untuk memperoleh pemenuhan berdasarkan peralihan sifat eksekusi tersebut diperlukan proses yang lebih panjang dibandingkan dengan eksekusi riil.[11]
Jadi menjawab pertanyaan Anda, jika putusan hakim menghukum Tergugat untuk melakukan suatu perbuatan tertentu (dalam hal ini Tergugat harus mengganti dan menanam kembali pohon kelapa yang sudah ditebang oleh Tergugat), Anda dapat mengajukan permintaan kepada Ketua Pengadilan Negeri agar mengganti hukuman tersebut dengan penggantian sejumlah uang, dengan catatan, pihak yang kalah memang enggan menjalankan perbuatan tertentu tersebut yang dihukumkan kepadanya.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
2. Rechtreglement voor de Buitengewesten.
Referensi:
1. Yahya Harahap. 2014. Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata. Jakarta: Sinar Grafika.
2. Yahya Harahap. 2016. Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika.
[1] Yahya Harahap, hal. 876
[2] Yahya Harahap, hal. 876
[3] Yahya Harahap, hal. 876-877
[4] Yahya Harahap, hal. 877
[5] Yahya Harahap (Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata), hal. 23
[6] Yahya Harahap (Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata), hal. 53
[7] Yahya Harahap (Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata), hal. 53
[8] Yahya Harahap (Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata), hal. 53-54
[9] Yahya Harahap (Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata), hal. 54
[10] Yahya Harahap (Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata), hal. 54
[11] Yahya Harahap (Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata), hal. 54