Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Penggelapan dalam Jabatan, Ranah Pidana atau Perdata?

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Penggelapan dalam Jabatan, Ranah Pidana atau Perdata?

Penggelapan dalam Jabatan, Ranah Pidana atau Perdata?
Renata Christha Auli, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Penggelapan dalam Jabatan, Ranah Pidana atau Perdata?

PERTANYAAN

Penggelapan dalam jabatan termasuk perkara pidana atau perdata? Apa dasar hukumnya dan apa sanksi hukum bagi pelaku penggelapan dalam jabatan?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pada intinya, tindakan pejabat yang melakukan penggelapan termasuk dalam ranah hukum pidana. Tindak pidana penggelapan dalam jabatan merupakan penggelapan dengan pemberatan, yang artinya terdapat unsur-unsur perbuatan tertentu yang menjadikan ancaman pidananya menjadi lebih berat daripada penggelapan dalam bentuk pokok.

    Lantas, apa sanksi pidana pelaku penggelapan dalam jabatan?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Penggelapan dalam Jabatan, Pidana atau Perdata? yang dibuat oleh Diana Kusumasari, S.H., M.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 15 Juni 2011.

    KLINIK TERKAIT

    Perbedaan Pasal Penipuan dan Penggelapan

    Perbedaan Pasal Penipuan dan Penggelapan

    Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Pasal Penggelapan dalam Jabatan dalam KUHP                      

    Sebelum menjawab pertanyaan Anda, perlu diketahui bahwa tindak pidana penggelapan diatur dalam Pasal 372 KUHP lama yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan dan Pasal 486 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang baru berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[1] yaitu tahun 2026.

    Tindak pidana dalam pasal-pasal tersebut dikenal dengan penggelapan dalam bentuk pokok. Menurut Pasal 372 KUHP, pelaku penggelapan dapat dipidana penjara maksimal 4 tahun atau denda maksimal Rp900 ribu.[2] Kemudian, menurut Pasal 486 UU 1/2023, pelaku penggelapan dapat dipidana penjara maksimal 4 tahun atau denda maksimal Rp200 juta.[3] Selengkapnya, Anda dapat membaca Bunyi Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan dan Unsurnya.

    Adapun tindak pidana penggelapan dalam jabatan adalah penggelapan dengan pemberatan, atau penggelapan dalam bentuk pokok yang ditambah unsur-unsur perbuatan tertentu yang menjadikan ancaman pidananya menjadi lebih berat, sebagai berikut.

    Pasal 374 KUHPPasal 488 UU 1/2023
    Penggelapan yang dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun.Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 486 dilakukan oleh orang yang penguasaannya terhadap Barang tersebut karena ada hubungan kerja, karena profesinya, atau karena mendapat upah untuk penguasaan Barang tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak kategori V, yaitu Rp 500 juta.[4]

    Disarikan dari artikel Bunyi Jerat Pasal Penggelapan dengan Pemberatan, unsur-unsur yang memberatkan yakni beradanya benda dalam kekuasaan petindak disebabkan oleh:

    1. karena adanya hubungan kerja;
    2. karena mata pencaharian/profesi; dan
    3. karena mendapatkan upah untuk itu.

    Jadi, apa itu penggelapan dengan pemberatan? Menurut Adami Chazawi dalam bukunya Kejahatan Terhadap Harta Benda (hal. 86), penggelapan dengan pemberatan adalah beradanya benda di tangan pelaku yang disebabkan oleh ketiga hal di atas. Hal ini menunjukan adanya hubungan khusus antara orang yang menguasai benda tersebut, di mana terdapat kepercayaan yang lebih besar pada orang itu. Sehingga, seharusnya ia lebih memperhatikan keselamatan dan pengurusan benda itu, dan bukan menyalahgunakan kepercayaan yang lebih besar itu.

    Kemudian, sebagai informasi, jika kejahatan dilakukan dalam menjalankan pencarian/profesinya, pelaku dapat dijatuhi pidana tambahan berupa dicabut haknya untuk menjalankan pencarian itu atau pencabutan hak menjalankan profesi tertentu.[5]

    Penggelapan oleh Pejabat Umum

    Selanjutnya, berbeda halnya apabila penggelapan dalam jabatan dilakukan oleh pejabat umum. Penggelapan oleh pejabat umum diatur dalam Pasal 415 KUHP sebagai berikut:

    Seorang pejabat atau orang lain yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum terus-menerus atau untuk sementara waktu, yang dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga itu diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau menolong sebagai pembantu dalam melakukan perbuatan tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.

    Kemudian, dalam UU 20/2001 juga diatur beberapa ketentuan tindak pidana penggelapan yang dilakukan oleh pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum, antara lain:

    Pasal 8

    Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta, pegawai
    negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut.

    Pasal 10 huruf a

    Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 7 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp100 juta, dan paling banyak Rp350 juta, pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja:

    a. menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya;

    Jadi, menjawab pertanyaan Anda, tindakan pejabat yang melakukan penggelapan termasuk dalam ranah hukum pidana. Berdasarkan pasal-pasal di atas, pelaku tindak pidana penggelapan dalam jabatan bagi mereka yang bukan menjalankan jabatan umum dapat dipidana penjara maksimal 5 tahun berdasarkan Pasal 374 KUHP, atau dipidana penjara maksimal 5 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta berdasarkan Pasal 488 UU 1/2023. Sedangkan bagi pelaku penggelapan yang merupakan pejabat atau orang lain yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum, berpotensi dipidana penjara paling lama 7 tahun sebagaimana diatur dalam Pasal 415 KUHP.

    Kemudian, bagi pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum yang melakukan penggelapan uang/surat berharga, diancam pidana penjara minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun dan pidana denda minimal Rp150 juta dan maksimal Rp750 juta, sebagaimana diatur dalam Pasal 8 UU 20/2021. Sedangkan dalam Pasal 10 huruf a UU 20/2021, jika penggelapan berkaitan dengan barang, akta, surat, atau daftar tertentu, maka pelaku bisa dipidana penjara minimal 2 tahun dan maksimal 7 tahun dan pidana denda minimal Rp100 juta dan maksimal Rp350 juta.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
    3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    4. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP.

    Referensi:

    Adami Chazawi. Kejahatan Terhadap Harta Benda. Malang: Media Nusa Creative, 2016.


    [1] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”)

    [2] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP, denda dilipatgandakan 1.000 kali

    [3] Pasal 79 ayat (1) huruf d UU 1/2023

    [4] Pasal 79 ayat (1) huruf e UU 1/2023

    [5] Pasal 377 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Pasal 491 ayat (2) jo. Pasal 86 huruf f UU 1/2023

    Tags

    penggelapan
    pejabat

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Menghitung Pembebasan Bersyarat bagi Narapidana

    3 Agu 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!