Non-competition clause menurut Black’s Law Dictionary - Ninth Edition (hal. 420) adalah sebagai berikut:
A promise usually in a sale-of business, partnership or employment contract, not to engage in the same type of business for a stated time in the same market as the buyer, partner or employer.
Lebih lanjut, ketentuan mengenai hubungan kerja antar pemberi kerja dan penerima kerja diatur secara jelas pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”). UU Ketenagakerjaan mendefinisikan hubungan kerja sebagai hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.[1]
Sebagai dasar yang mengatur pola hubungan kerja, Pasal 54 ayat (1) UU Ketenagakerjaan mengatur hal-hal apa saja yang harus dicantumkan dalam perjanjian kerja, sebagai berikut:
Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang kurangnya memuat:
- nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
- nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;
- jabatan atau jenis pekerjaan;
- tempat pekerjaan;
- besarnya upah dan cara pembayarannya;
- syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;
- mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
- tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
- tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
Dalam ketentuan tersebut di atas, diketahui bahwa UU Ketenagakerjaan tidak mengatur larangan atas hal-hal yang tidak boleh diatur dalam perjanjian kerja. Sehingga, penggunaan non-competition clause menjadi sangat umum dalam perjanjian kerja di Indonesia. Namun, perlu diperhatikan bahwa pada Pasal 54 ayat (2) UU Ketenagakerjaan menyatakan bahwa beberapa muatan dalam perjanjian kerja tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, sebagai berikut:
Ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e dan f, tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan mengenai penempatan kerja, UU Ketenagakerjaan memberikan hak seluas-lausnya bagi penerima kerja untuk dapat mendapatkan pekerjaan ataupun berpindah tempat kerja. Sebagaimana diatur dalam Pasal 31 UU Ketenagakerjaan sebagai berikut:
Setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang layak di dalam atau di luar negeri.
Sehingga secara normatif menurut UU Ketenagakerjaan, setiap perjanjian kerja harus menjamin hak penerima kerja untuk memilih, mendapakan atau pindah pekerjaan.
Mengenai sengketa yang timbul dari pelanggaran non-competition clause, harus kembali melihat cakupan sengketa yang menjadi kewenangan dalam pengadilan perselisihan hubungan industrial sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU 2/2004”).
Dalam Pasal 2 UU 2/2004 dijelaskan mengenai empat jenis sengketa perselisihan hubungan industrial yaitu sebagai berikut:
Jenis Perselisihan Hubungan Industrial meliputi:
- Perselisihan hak;
- Perselisihan kepentingan;
- Perselisihan pemutusan hubungan kerja; dan
- Perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.
Penjabaran mengenai jenis-jenis sengketa perselisihan hubungan industrial adalah sebagai berikut.
Perselisihan hak menurut Pasal 1 angka 2 jo. Penjelasan Pasal 2 huruf a UU 2/2004 adalah perselisihan yang timbul akibat tidak dipenuhinya hak sebagai hak normatif, yang sudah ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama atau peraturan perundang-undangan;
Perselisihan kepentingan menurut Pasal 1 angka 3 UU 2/2004 adalah perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan/atau perubahan syarat-syarat kerja yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, atau peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama;
Sedangkan menurut Pasal 1 angka 4 UU 2/2004 perselisihan pemutusan hubungan kerja adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.
Dari penjabaran mengenai ketiga jenis perselisihan antara pemberi kerja dan penerima kerja di atas, kita dapat mengetahui bahwa sengketa tersebut adalah perselisihan mengenai hak-hak yang timbul dari hubungan kerja. Sedangkan, dalam hal penerima kerja dan pemberi kerja telah sepakat untuk mengakhiri hubungan kerja, maka pola hubungan kerja antar keduanya sudah tidak ada. Sehingga, penyelesaian yang timbul atas perjanjian kerja sebelumnya dianggap sebagai wanprestasi untuk kemudian diselesaikan pada pengadilan negeri.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Referensi:
Bryan A. Garner. Blacks’ Law Dictionary - Ninth Edition. St. Paul, Minnesota: West, 2009.
[1] Pasal 1 angka 15 UU Ketenagakerjaan.