Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Peralihan Tanah yang Dikuasai oleh Negara

Share
copy-paste Share Icon
Pertanahan & Properti

Peralihan Tanah yang Dikuasai oleh Negara

Peralihan Tanah yang Dikuasai oleh Negara
Andika Putra Eskanugraha, S.H., M.Kn.Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (PUSKAPSI) FH Universitas Jember
Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (PUSKAPSI) FH Universitas Jember
Bacaan 10 Menit
Peralihan Tanah yang Dikuasai oleh Negara

PERTANYAAN

Saya perlu berkonsultasi untuk perihal tanah negara yang alm. orang tua saya dapat dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud). Di atas nya berdiri rumah tinggal yang di berikan izin bangun sejak tahun 1975 dengan biaya pribadi, saya sudah berusaha beberapa kali mendatangi pihak biro umum Depdikbud untuk pengurusan tanah tersebut menjadi hak milik tapi dihadang dengan berbagai peraturan yang setiap kali saya coba urus selalu berubah-ubah dan harus sampai tingkatan Menteri atau Presiden, yang pasti sebagai orang biasa saya tidak mungkin mencapainya, apa bisa dibantu konsultasi mengenai segi hukum-nya untuk perolehan tanah negara?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Surat izin bangun yang diberikan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan merupakan izin untuk menggunakan tanah tersebut dan bukan untuk memilikinya dengan hak atas tanah, kecuali instansi ini telah mengatur cara peralihannya tersendiri yang telah dipahami berdasarkan peraturan perundang–undangan.
     
    Mencari status hukum hak atas tanah merupakan hal terpenting dalam permasalahan ini, agar Anda dapat menindaklanjuti dengan peralihan hak atas tanah untuk dirinya atau menguasai tanah tersebut dengan hak milik, dengan catatan tanah tersebut adalah tanah negara yang bebas dan telah dihuni dengan jangka waktu yang lama berdasarkan peraturan perundang–undangan.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Pastikan terlebih dahulu apakah tanah tersebut adalah Tanah Negara atau bukan. Jika bukan Tanah Negara dimungkinkan tanah tersebut adalah tanah Hak Pakai atau tanah Hak Pengelolaan atas nama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
     
    Tanah Negara didefinisikan oleh banyak peraturan perundang-undangan sebagai berikut:
    1. Tanah Negara, ialah tanah yang dikuasai penuh oleh Negara;[1]
    2. Tanah Negara atau tanah yang dikuasai langsung oleh Negara adalah tanah yang tidak dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah;[2]
    3. Tanah Negara atau tanah yang dikuasai langsung oleh Negara yang selanjutnya disebut Tanah Negara adalah tanah yang tidak dilekati suatu hak atas tanah dan bukan merupakan Barang Milik Negara/Daerah dan atau Badan Usaha Milik Negara/Daerah.[3]
     
    Kemudian, di bawah ini akan kami singgung mengenai sejarah singkat peraturan perundang–undangan di bidang pertanahan yang berkaitan dengan permasalah Anda.
     
    Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-Tanah Negara (“PP 8/1953”), diatur kewenangan penguasaan Tanah Negara pada Menteri Dalam Negeri, maka Menteri Dalam Negeri berhak:
    1. Menyerahkan penguasaan itu kepada sesuatu Kementerian, Jawatan atau Daerah Swatantra untuk keperluan-keperluan mereka dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan yang diadakan oleh Menteri Dalam Negeri.[4]
    2. Mengawasi agar supaya Tanah Negara tersebut dipergunakan sesuai dengan peruntukannya dan berhak mencabut penguasaan atas Tanah Negara dengan alasan:[5]
      1. penyerahan penguasaan itu ternyata keliru atau tidak tepat lagi;
      2. luas tanah yang diserahkan penguasaannya itu ternyata sangat melebihi keperluannya;
      3. tanah itu tidak dipelihara atau tidak dipergunakan sebagai mana mestinya.
     
    Selain itu, di dalam hal penguasaan atas tanah Negara sebelum tanggal 27 Januari 1953 telah diserahkan kepada sesuatu Kementerian, Jawatan atau Daerah Swatantra, maka Menteri Dalam Negeri pun berhak mengadakan pengawasan terhadap penggunaan tanah itu dan bertindak sesuai kewenangannya.[6]
     
    Mulai dari terbitnya peraturan ini, Tanah Negara dapat diserahkan penguasannya pada Departeman (Kementerian). Seiring perkembangan hukum tanah nasional dan lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”), PP 8/1953 diberikan penegasan terkait status Tanah Negara dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara dan Ketentuan-Ketentuan tentang Kebijaksanaan Selanjutnya (“Permen Agraria 9/1965”). Dalam peraturan ini memberikan suatu penegasan yang mana Tanah Negara yang digunakan oleh pihak–pihak yang diatur dalam  PP 8/1953, diklasifikasikan dalam suatu hak atas tanah yaitu Hak Pakai atau Hak Pengelolaan sebagai berikut:[7]
     
    Pasal 4 Permen Agraria 9/1965
    Dengan menyimpang seperlunya dari ketentuan-ketentuan tersebut dalam Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1953, maka tanah-tanah Negara yang oleh sesuatu Departemen, Direktorat atau daerah Swatantra dimaksudkan untuk dipergunakan sendiri, oleh Menteri Agraria atau pejabat yang ditunjuk olehnya akan diberikan kepada instansi tersebut dengan hak pakai yang dimaksud dalam Undang-Undang Pokok Agraria.
     
    Pasal 5 Permen Agraria 9/1965
    Apabila tanah-tanah Negara sebagai dimaksud dalam pasal 4 di atas, selain dipergunakan oleh instansi-instansi itu sendiri, juga dimaksudkan untuk diberikan dengan sesuatu hak kepada pihak ketiga, maka oleh Menteri Agraria tanah-tanah tersebut akan diberikan kepada instansi tersebut dengan hak pengelolaan.
      
    Dasar penggunaan Hak Pakai dapat diketahui pula pada Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah (“PP 40/1996”). Yang dapat mempunyai Hak Pakai adalah:[8]
    1. Warga Negara Indonesia;
    2. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
    3. Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Pemerintah Daerah;
    4. Badan-badan keagamaan dan sosial;
    5. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia;
    6. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia;
    7. Perwakilan negara asing dan perwakilan badan Internasional.
     
    Jika tanah yang Anda maksud adalah Hak Pakai atau tanah Hak Pengelolaan atas nama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, maka ketentuan terkait Barang Milik Negara[9] harus dipatuhi pada objek tanah ini.
     
    Pelepasan, penghibahan, penjualan dan perbuatan lain yang pada intinya pemindahtanganan tanah yang merupakan Barang Milik Negara yang dikuasai oleh Kementerian, maka Menteri atas kewenangannya harus mengetahui dan mengizinkan perbuatan tersebut sebagai pengguna Barang Milik Negara. Tidak hanya Menteri sebagai pengguna Barang Milik Negara ini saja yang melaksanakan hal tersebut, tetapi peraturan perundang–undangan juga mengatur bahwa Menteri tersebut harus mengajukan permohonan usulan pemindahtanganan Barang Milik Negara melalui Menteri Keuangan. Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 4 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (“PP 27/2014”) sebagai berikut:
    1. Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara adalah Pengelola Barang Milik Negara.
    2. Pengelola Barang Milik Negara berwenang dan bertanggung jawab:
      1. merumuskan kebijakan, mengatur, dan menetapkan pedoman pengelolaan Barang Milik Negara;
      2. meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan Barang Milik Negara;
      3. menetapkan status penguasaan dan Penggunaan Barang Milik Negara;
      4. mengajukan usul Pemindahtanganan Barang Milik Negara berupa tanah dan/atau bangunan yang memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (“DPR”);
     
    Perlu diketahui bahwa tanah/bangunan termasuk pemindahtanganan Barang Milik Negara  yang dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan DPR.[10]
     
    Maka pemindahtangan ini memang rumit karena tanah tersebut merupakan aset Kementerian yang merupakan Barang Milik Negara. Dapat memiliki tanah ini salah satunya dengan cara pemindahtanganan atau tanah tersebut telah dicabut hak atas tanahnya karena hal–hal tertentu yang diatur oleh peraturan perundang–undangan yang salah satu alasanya adalah penelantaran.[11] Jika Hak Pakai atas nama Kementerian tersebut tidak memiliki jangka waktu berdasar Pasal 45 ayat (1) PP 40/1996, maka hak ini tidak dapat dialihkan kecuali dicabut haknya karena tidak lagi memenuhi syarat atau Kementerian melepaskan hak atas tanah tersebut. Apabila kedua hal ini terjadi maka konsekuensinya tanah tersebut kembali menjadi Tanah Negara.
     
    Sebelum tahun 1975 terdapat Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak atas Tanah (“Permendagri 6/1972”) di mana dalam Pasal 2 huruf C dijelaskan sebagai berikut:
     
    Gubernur Kepala Daerah memberi keputusan mengenai permohonan pemberian hak milik atas tanah Negara:  
    1. Kepada para transmigran;
    2. Dalam rangka pelaksanaan Landreform;
    3. Kepada para bekas gogol tidak tetap, sepanjang tanah itu merupakan bekas gogolan tidak tetap.
     
    Dari peraturan tersebut dapat dipahami alasan pemberian Hak Milik atas Tanah Negara kepada seorang warga negaranya dan tidak lain dari 3 (tiga) sebab ini. Maka dapat dipastikan surat izin bangun yang diberikan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan merupakan izin untuk menggunakan tanah tersebut dan bukan untuk memilikinya dengan hak atas tanah, kecuali instansi ini telah mengatur cara peralihannya tersendiri yang telah dipahami berdasarkan peraturan perundang–undangan.
     
    Sehingga dapat disimpulkan, mencari status hukum hak atas tanah merupakan hal terpenting dalam permasalahan ini, agar Anda dapat menindaklanjuti dengan peralihan hak atas tanah untuk dirinya atau menguasai tanah tersebut dengan hak milik, dengan catatan tanah tersebut adalah tanah negara yang bebas dan telah dihuni dengan jangka waktu yang lama berdasarkan peraturan perundang–undangan.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;

    [1] Pasal 1 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-Tanah Negara
    [2] Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah
    [3] Pasal 1 angka 10 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penataan Pertanahan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
    [4] Pasal 4 PP 8/1953
    [5] Pasal 8 PP 8/1953
    [6] Pasal 3 ayat (2) PP 8/1953
    [7] Pasal 4 dan 5 Permen Agraria 9 /1965
    [8] Pasal 39 PP 40/1996
    [9] Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.
    [10] Pasal 55 ayat (1) huruf a PP 27/2014
    [11] Pasal 55 (1) huruf e PP 40/1996  

    Tags

    negara
    pertanahan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Akun Pay Later Anda Di-Hack? Lakukan Langkah Ini

    19 Jul 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!