Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Perbedaan Actio Pauliana di Pengadilan Niaga dengan di Pengadilan Negeri

Share
copy-paste Share Icon
Perdata

Perbedaan Actio Pauliana di Pengadilan Niaga dengan di Pengadilan Negeri

Perbedaan <i>Actio Pauliana</i> di Pengadilan Niaga dengan di Pengadilan Negeri
Alfin Sulaiman, S.H., M.H.Arkananta Vennootschap
Arkananta Vennootschap
Bacaan 10 Menit
Perbedaan <i>Actio Pauliana</i> di Pengadilan Niaga dengan di Pengadilan Negeri

PERTANYAAN

Apa perbedaan antara gugatan Actio Pauliana di Pengadilan Niaga dengan di Pengadilan Negeri? Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Intisari:

    KLINIK TERKAIT

    Penggabungan Putusan Perkara Pailit dan PKPU

    Penggabungan Putusan Perkara Pailit dan PKPU

     

     

    Terdapat perbedaan antara gugatan Actio Pauliana berdasarkan ketentuan Pasal 1341 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan Pasal 41 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UU KPKPU), dimana gugatan Actio Pauliana menurut Pasal 1341 KUH Perdata diajukan oleh Kreditor (pihak yang memiliki piutang) dan hal tersebut dilaksanakan melalui forum Pengadilan Negeri biasa.

     

    Sedangkan Actio Pauliana dalam ketentuan Pasal 41 UU KPKPU diajukan oleh Kurator sebagai pihak yang wajib membuktikannya (berdasarkan pendapat Fred B.G Tumbuan), karena adanya redaksional “Untuk kepentingan harta pailit...,” dimana kewenangannya ada pada Kurator terkait dengan kepentingan harta pailit. Selain itu, Pengadilan menurut UU KPKPU adalah Pengadilan Niaga dalam lingkungan peradilan umum.

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.

     

     

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Ulasan:

     

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Actio Pauliana adalah hak yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang untuk mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk pembatalan segala perbuatan yang tidak diwajibkan untuk dilakukan oleh Debitor terhadap harta kekayaannya yang diketahui oleh Debitor perbuatan tersebut akan merugikan pihak lain yaitu Kreditor. Demikian penjelasan Sutan Remy Sjahdeini dalam bukunya Sejarah, Asas, dan Teori Hukum Kepailitan (hal. 362).

     

    Misalnya dalam Kepalilitan, tindakan Debitor yang mengetahui akan dinyatakan pailit, melakukan perbuatan hukum berupa memindahkan haknya atas sebagian dari harta kekayaannya kepada pihak lain dan perbuatan tersebut dapat merugikan para Kreditornya.[1] Penjelasan lebih lanjut tentang Actio Pauliana dapat Anda simak Dapatkah Actio Pauliana Dilakukan pada Aset yang Dibebani Hak Tanggungan?.

     

    Actio Pauliana Menurut KUH Perdata

    Hal ini diatur dalam ketentuan Pasal 1341  Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) yang berbunyi sebagai berikut:

     

    Meskipun demikian, Kreditor boleh mengajukan tidak berlakunya segala tindakan yang tidak diwajibkan yang dilakukan oleh Debitor, dengan nama apa pun juga yang merugikan Kreditor; atau untuknya Debitor itu bertindak, mengetahui bahwa tindakan itu mengakibatkan kerugian bagi para Kreditor.

     

    Hak-hak yang diperoleh pihak ketiga dengan tikad baik atas barang-barang yang menjadi obyek dan tindakan yang tidak sah, harus dihormati.

     

    Untuk mengajukan batalnya tindakan yang dengan cuma-cuma dilakukan Debitor, cukuplah Kreditor menunjukan bahwa pada waktu melakukan tindakan itu Debitor mengetahui bahwa dengan cara demikian dia merugikan para Kreditor, tak peduli apakah orang yang diuntungkan juga mengetahui hal itu atau tidak.

     

    Actio Pauliana Menurut UU KPKPU

    Selain itu, Actio Pauliana juga diatur dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU KPKPU”), yakni Pasal 41 sampai dengan Pasal 50 UU KPKPU.

     

    Dalam ketentuan Pasal 41 ayat (1) UU KPKPU dijelaskan:

     

    Untuk kepentingan harta pailit, kepada Pengadilan dapat dimintakan segala perbuatan hukum Debitor yang telah dinyatakan pailit yang merugikan kepentingan Kreditor, yang dilakukan sebelum pernyataan pailit diucapkan.

     

    Yang dimaksud dengan Pengadilan di sini adalah Pengadilan Niaga dalam lingkungan peradilan umum.[2]

     

    Menurut Fred B.G Tumbuan dalam  Rudhy A. Lontoh & et. al (editor) pada buku Hukum Kepailitan Penyelesaian Utang Piutang: Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (hal. 129), adalah tugas Kurator untuk membuktikan telah ada persyaratan Actio Pauliana tersebut, syarat tersebut yaitu:

    a.   Debitor telah melakukan suatu perbuatan hukum;

    b.    Perbuatan hukum tersebut tidak wajib dilakukan Debitor;

    c.    Perbuatan hukum dimaksud telah merugikan Kreditor;

    d.   Pada saat melakukan perbuatan hukum tersebut akan merugikan Kreditor; dan perbuatan hukum itu dilakukan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa perbuatan hukum tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi Kreditor.

     

    Berdasarkan hal tersebut, terdapat perbedaan antara gugatan Actio Pauliana berdasarkan ketentuan Pasal 1341 KUH Perdata dan UU KPKPU, dimana gugatan Actio Pauliana menurut Pasal 1341 KUH Perdata diajukan oleh Kreditor (pihak yang memiliki piutang) dan hal tersebut dilaksanakan melalui forum Pengadilan Negeri biasa.

     

    Sedangkan Actio Pauliana dalam ketentuan UU KPKPU diajukan oleh Kurator sebagai pihak yang wajib membuktikannya (berdasarkan pendapat Fred B.G Tumbuan), dikarenakan adanya redaksional “Untuk kepentingan harta pailit...,” dimana kewenangannya ada pada Kurator terkait dengan kepentingan harta pailit. Selain itu, pada UU KPKPU terdapat ketentuan pembatasan kata Pengadilan (huruf P kapital) dimana merujuk pada ketentuan Pasal 1 angka 7 UU KPKPU, Pengadilan adalah Pengadilan Niaga dalam lingkungan peradilan umum.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar hukum:

    1.      Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

    2.      Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

     

    Referensi:

    Rudy A Lontoh & et. al (editor). Hukum Kepailitan: Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Bandung: Alumni, 2001.

     



    [1] Sutan Remy Sjahdeini, hal. 362

    [2] Pasal 1 angka 7 UU KPKPU

    Tags

    perdata
    debitur

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Syarat dan Prosedur Hibah Saham

    11 Okt 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!