Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

5 Perbedaan Kepailitan dan Wanprestasi

Share
copy-paste Share Icon
Perdata

5 Perbedaan Kepailitan dan Wanprestasi

5 Perbedaan Kepailitan dan Wanprestasi
Dicki Nelson, S.H., M.H.Karamoy Nelson & Associates
Karamoy Nelson & Associates
Bacaan 10 Menit
5 Perbedaan Kepailitan dan Wanprestasi

PERTANYAAN

Apa perbedaan kepailitan dan wanprestasi meskipun sama-sama mempunyai dua kreditur yang salah satunya jatuh tempo? Dan kapan orang dapat mengajukan kepailitan dan kapan wanprestasi?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Sama-sama dalam kondisi debitur memiliki utang kepada kreditur, namun terdapat perbedaan kepailitan dan wanprestasi. Kepailitan merupakan sita umum semua kekayaan debitur yang telah dinyatakan dalam keadaan pailit oleh Pengadilan Niaga yang berwenang. Sementara wanprestasi merupakan keadaan dimana debitur dinyatakan lalai melaksanakan kewajiban atas dasar suatu perikatan antara debitur dan kreditur. Selain itu, apa saja perbedaan antara kepailitan dan wanprestasi?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Beda Kepailitan dan Wanprestasi yang dibuat oleh Shanti Rachmadsyah, S.H., dan pertama kali dipublikasikan pada Rabu, 28 Juli 2010.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    KLINIK TERKAIT

    Catat! 11 Asas Kepailitan yang Harus Kamu Tahu

    Catat! 11 Asas Kepailitan yang Harus Kamu Tahu

    Apa itu Kepailitan?

    Untuk menjawab pertanyaan Anda mengenai perbedaan kepailitan dan wanprestasi, kami akan membahas terlebih dahulu mengenai apa itu kepailitan dan wanprestasi.

    Pengertian kepailitan menurut Pasal 1 angka 1 UU KPKPU, yaitu sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam UU KPKPU.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Sementara, menurut R. Subekti dan R. Tjitrosudibio kepailitan merupakan keadaan seorang debitur apabila ia telah menghentikan pembayaran utang-utangnya. Suatu keadaan yang menghendaki campur tangan majelis hakim guna menjamin kepentingan bersama dari para krediturnya.[1]

    Adapun, persyaratan pengajuan kepailitan adalah:[2]

    1. debitur mempunyai dua atau lebih kreditur; dan
    2. debitur tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih.

    Debitur yang memenuhi persyaratan tersebut dinyatakan pailit oleh putusan pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih krediturnya.[3] Terkait dengan syarat kepailitan, dapat Anda baca selengkapnya di dalam artikel 2 Syarat Kepailitan dan Penjelasannya.

    Dalam proses kepailitan, pihak-pihak yang terlibat antara lain debitur pailit, kreditur, kurator dan hakim pengawas pada Pengadilan Niaga[4] yang terdapat pada Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Negeri Semarang, Pengadilan Negeri Surabaya dan Pengadilan Negeri Makassar.

    Selain itu juga dalam proses kepailitan melibatkan seluruh pihak yang menjadi kreditur. Hal ini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 ayat (1) UU KPKPU yang mewajibkan semua kreditur menyerahkan piutangnya masing-masing kepada kurator disertai perhitungan atau keterangan tertulis lainnya yang menunjukkan sifat dan jumlah piutang, disertai dengan surat bukti atau salinannya, dan suatu pernyataan ada atau tidaknya Kreditor mempunyai suatu hak istimewa, hak gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, hak agunan atas kebendaan lainnya, atau hak untuk menahan benda.

    Adapun akibat hukum bagi debitur setelah dinyatakan pailit yaitu debitur demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan.[5]

    Apabila dalam proses pengajuan kepailitan tersebut tidak dapat dibuktikan fakta atau keadaannya secara sederhana yaitu fakta utang yang telah jatuh waktu dan tidak dibayar, sedangkan perbedaan jumlah utang yang didalilkan pemohon dan termohon pailit tidak menghalangi jatuhnya putusan pernyataan pailit,[6] maka terhadap semua utang yang dimiliki debitur dapat diajukan wanprestasi.

    Pengertian Wanprestasi

    Wanprestasi menurut Pasal 1238 KUH Perdata merupakan suatu keadaan dimana debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.

    Menurut M. Yahya Harahap, wanprestasi merupakan pelaksanaan perjanjian yang tidak tepat waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya atau tidak dilaksanakan sama sekali.[7]

    Pendapat tersebut diperkuat dengan Yurisprudensi MA No. 4/Yur/Pid/2018 yang menyatakan para pihak yang tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian yang dibuat secara sah bukan penipuan, namun wanprestasi yang masuk dalam ranah keperdataan, kecuali jika perjanjian tersebut didasari dengan iktikad buruk/tidak baik.

    Baca juga: Pengertian Wanprestasi, Akibat, dan Cara Menyelesaikannya

    Selanjutnya terkait syarat wanprestasi sebagaimana Pasal 1243 KUH Perdata yang menyatakan bahwa penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetapi lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukan hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.

    Sehingga syarat wanprestasi dapat diuraikan sebagai berikut:

    1. Terdapat perjanjian yang mengikat para pihak;
    2. Terdapat salah satu pihak yang ingkar janji atau melanggar perjanjian tersebut;
    3. Para pihak telah dinyatakan lalai, namun tetap tidak memenuhi isi perjanjian.

    Wanprestasi dapat berbentuk:[8]

    1. sama sekali tidak memenuhi prestasi;
    2. tidak tunai memenuhi prestasi;
    3. terlambat memenuhi prestasi;
    4. keliru memenuhi prestasi.

    Dalam wanprestasi tidak diharuskan adanya minimal dua orang kreditur. Satu orang kreditur saja sudah cukup untuk mengajukan gugatan wanprestasi. Adapun gugatan wanprestasi dapat diajukan kepada Pengadilan Negeri setempat.

    Berdasarkan Pasal 1267 KUH Perdata, pihak dirugikan dapat memilih memaksa pihak yang lain untuk memenuhi persetujuan jika hal itu masih dapat dilakukan, atau menuntut pembatalan persetujuan, dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga.

    Adapun pihak-pihak yang terlibat dalam proses persidangan wanprestasi hanya antara debitur dengan salah satu krediturnya sesuai ketentuan perjanjian atau perikatannya. Karena dalam suatu perkara wanprestasi, majelis hakim akan mempersilahkan para pihak untuk membuktikan dasar hukum dan fakta-fakta yang menyebabkan adanya gugatan wanprestasi tersebut.

    Dalam perkara wanprestasi, kreditur lain di luar dari perjanjian atau perikatan yang menjadi dasar hukum gugatan tidak bisa ikut serta dalam persidangan tersebut. Hal ini diperkuat dengan ketentuan Pasal 1340 KUH Perdata yang menyatakan bahwa persetujuan hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya. Persetujuan tidak dapat merugikan pihak ketiga; persetujuan tidak dapat memberikan keuntungan kepada pihak ketiga selain dalam hal yang ditentukan dalam Pasal 1317.

    Adapun akibat hukum jika majelis hakim pada Pengadilan Negeri setempat memberikan putusan wanprestasi, maka berdasarkan Pasal 1239 KUH Perdata debitur wajib memberikan penggantian biaya, kerugian, dan bunga.

    Perbedaan Kepailitan dan Wanprestasi

    Faktor Pembeda

    Kepailitan

    Wanprestasi

    Pengertian

    Sita umum atas semua kekayaan debitur pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas.

    Kelalaian debitur untuk memenuhi perjanjian.

    Syarat

    1. Ada dua atau lebih kreditur; dan
    2. Debitur tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh dan dapat ditagih.
    1. Ada perjanjian yang mengikat para pihak;
    2. Salah satu pihak ingkar atau melanggar perjanjian;
    3. Telah dinyatakan lalai, namun tetap tidak memenuhi perjanjian.

     

    Dalam wanprestasi tidak disyaratkan ada 2 kreditur. Satu kreditur cukup untuk mengajukan gugatan.

    Pihak yang terlibat

    Debitur pailit, kreditur, kurator dan hakim pengawas

    Debitur dengan salah satu krediturnya sesuai dengan perjanjian.

    Kompetensi pengadilan

    Pengadilan Niaga

    Pengadilan Negeri

    Akibat hukum

    Debitur demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit, sejak tanggal putusan pernyataan pailit diucapkan.

    Debitur wajib memberikan penggantian biaya, kerugian dan bunga.

    Kemudian, menjawab pertanyaan Anda yang kedua kapan seseorang mengajukan permohonan pernyataan pailit dan kapan mengajukan gugatan wanprestasi, berdasarkan penjelasan di atas, maka hal tersebut tergantung pada mekanisme/strategi yang ingin dilakukan kreditur dan pemenuhan syaratnya.

    Selain itu, disarikan dari artikel Wanprestasi dan Kepailitan, Mana yang Didahulukan? jika terdapat kondisi dimana gugatan wanprestasi dan permohonan pernyataan pailit dilakukan dalam waktu yang sama, apabila putusan pernyataan pailit belum dijatuhkan, maka seluruh perkara yang berjalan (wanprestasi dan kepailitan) dapat berproses secara bersamaan.

    Namun, apabila putusan pernyataan pailit sudah dijatuhkan, maka segala gugatan yang sedang berjalan terhadap debitur yang tujuannya adalah pemenuhan kewajiban dari harta pailit gugur demi hukum.

    Demikian jawaban dari kami mengenai perbedaan kepailitan dan wanprestasi, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
    2. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

    Yurispudensi:

    Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 4/Yur/Pid/2018.

    Referensi:

    1. M. Yahya Harahap. Segi-Segi Hukum Perjanjian. Cet. II, Bandung: Alumni, 1986;
    2. Riduan Syahrani. Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata. Bandung: Alumni, 1989;
    3. Victor Situmorang & Soekarso. Pengantar Hukum Kepailitan di Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta, 1994.

    [1] Victor Situmorang & Soekarso, Pengantar Hukum Kepailitan di Indonesia, Jakarta; Rineka Cipta, 1994, hal. 18.

    [2] Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU KPKPU”)

    [3] Pasal 2 ayat (1) UU KPKPU

    [4] Pasal 1 angka 2, angka 3, angka 4, angka 5, angka 7, angka 8, UU KPKPU

    [5] Pasal 24 ayat (1) UU KPKPU

    [6] Pasal 8 ayat (4) UU KPKPU dan penjelasannya

    [7] Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Cet. II, Bandung: Alumni, 1986, hal. 60.

    [8] Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, Bandung: Alumni, 1989, hal. 228

     

    Tags

    harta pailit
    kepailitan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Tips Agar Terhindar dari Jebakan Saham Gorengan

    15 Agu 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!