Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul yang sama yang dibuat oleh Letezia Tobing, S.H., M.Kn. dan pertama kali dipublikasikan pada hari Kamis, 29 Oktober 2015.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
klinik Terkait:
Pengertian Leasing
Sewa guna usaha atau leasing adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh penyewa guna usaha (lessee) selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara angsuran.[1]
Apa itu finance lease dan operating lease? Finance lease atau sewa pembiayaan adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang oleh perusahaan pembiayaan untuk digunakan debitur selama jangka waktu tertentu, yang mengalihkan secara substansial manfaat dan risiko atas barang yang dibiayai.[2]
Sedangkan operating lease atau sewa operasi adalah sewa yang tidak secara substansial mengalihkan manfaat dan risiko atas barang yang disewakan.[3]
Adapun yang dimaksud dengan opsi adalah hak lessee untuk membeli barang modal yang disewa-guna-usaha atau memperpanjang jangka waktu perjanjian sewa guna usaha.[4]
berita Terkait:
Dalam hal lessee menggunakan opsi membeli, maka dasar penyusutannya adalah nilai sisa barang modal.[5] Untuk melaksanakan hak opsi membeli, dilakukan dengan melunasi pembayaran nilai sisa barang modal yang disewa guna usaha.[6]
Baca juga: Begini Hak Opsi dalam Sewa Guna Usaha (Leasing)
Menurut Muhamad Djumhana, dalam Hukum Perbankan di Indonesia, sewa guna usaha adalah istilah yang dipakai untuk menggantikan istilah leasing. Istilah leasing berasal dari bahasa Inggris, yaitu to lease yang berarti menyewakan, tetapi berbeda pengertiannya dengan rent. Dalam bahasa Belandanya istilah ini adalah financieringshuur.[7]
Muhamad Djumhana leasing adalah kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk suatu jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara sukarela yang disertai dengan hak pilih (optie) bagi perusahaan tersebut, untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati.[8]
Apa itu Sewa Beli?
Perlu Anda ketahui, bahwa pengertian sewa beli sebelumnya dapat Anda temukan secara definitif dalam Kepmen Perdagangan dan Koperasi 34/1980. Akan tetapi keputusan menteri tersebut telah dicabut oleh Permendag 21/2005.
Suharnoko dalam Hukum Perjanjian: Teori dan Analisa Kasus, menjelaskan bahwa beli-sewa adalah perjanjian yang tidak diatur secara khusus dalam KUH Perdata. Akan tetapi karena Buku III KUH Perdata menganut sistem terbuka, maka para pihak boleh membuat perjanjian yang tidak diatur secara khusus dalam KUHPer.[9]
Perjanjian yang diatur secara khusus dalam Buku III KUH Perdata disebut perjanjian nominat sedangkan perjanjian yang tidak diatur dalam Buku III KUH Perdata disebut perjanjian innominat.[10]
Menurut ketentuan Pasal 1319 KUH Perdata, setiap perjanjian nominat maupun perjanjian innominat tunduk pada ketentuan umum hukum perjanjian. Dengan demikian perjanjian beli-sewa sebagai suatu perjanjian innominat juga tunduk kepada ketentuan umum tentang perjanjian seperti misalnya syarat sahnya perjanjian dan tentang wanprestasi.[11]
Lebih lanjut Suharnoko menjelaskan beli-sewa adalah suatu perjanjian campuran dimana terkandung unsur perjanjian jual beli dan perjanjian sewa menyewa. Dalam perjanjian beli-sewa selama harga belum dibayar lunas, maka hak milik atas barang tetap berada pada si penjual sewa, meskipun barang sudah berada di tangan pembeli sewa. Hak milik baru beralih dari penjual sewa kepada pembeli sewa setelah pembeli sewa membayar angsuran terakhir untuk melunasi harga barang. [12]
Akan tetapi, perlu diketahui bahwa sewa beli berbeda dengan jual beli dengan angsuran. Munir Fuady dalam Hukum tentang Pembiayaan, menjelaskan bahwa perbedaan terpenting di antara keduanya adalah tentang saat beralihnya hak dari penjual kepada pembeli.
Pada sewa beli beralihnya hak (levering) terjadi pada saat seluruh cicilannya lunas terbayarkan. Jadi sebelum harganya lunas seluruhnya, kedudukan pembeli sewa hanya sebagai penyewa belaka. Dan berubah menjadi pembeli setelah habis angsurannya.
Sementara pada jual beli dengan angsuran, hak atas barang sudah beralih (levering) dari penjual kepada pembeli setelah transaksinya terjadi walaupun saat itu harga belum seluruhnya dibayar.[13]
Perbedaan Leasing dan Sewa Beli
Menurut Munir Fuady kecuali untuk bentuk operating lease, bentuk transaksi yang paling mirip dengan leasing adalah transaksi sewa beli.
Walaupun antara leasing dan sewa beli mirip, tetapi ada beberapa perbedaan di antara keduanya, yaitu:[14]
Leasing | Sewa Beli |
Kepemilikan barang oleh lessee hanya terjadi apabila hak opsinya dilaksanakan oleh lesse | Lessee otomatis demi hukum jadi pemilik barang di akhir masa sewa |
Lessor hanya bermaksud untuk membiayai perolehan barang modal oleh lessee dan barang tersebut tidak berasal dari lessor melainkan dari pihak ketiga atau dari lessee sendiri. | Pihak lessor bermaksud melakukan semacam investasi dengan barang yang disewakan dengan uang sewa sebagai keuntungannya. Karena itu, biasanya barang tersebut merupakan milik pembeli sewa beli beli sendiri; |
Metode pembiayaan diperkenankan dilakukan oleh perusahaan pembiayaan. | Tidak termasuk kegiatan lembaga atau perusahaan pembiayaan. |
Melihat pada penjelasan di atas, terlihat bahwa dalam leasing terdapat hak opsi bagi penyewa guna usaha (lessee) untuk membeli membeli barang modal atau memperpanjang jangka waktu perjanjian sewa-guna-usaha. Ini berarti penyewa guna usaha menjadi pemilik dari barang tersebut apabila ia melaksanakan hak opsinya. Sedangkan dalam sewa beli, jika pembeli telah selesai membayar lunas harga yang telah disepakati, maka hak milik barang berpindah kepada pembeli.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwi bahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.
Demikian jawaban dari kami tentang perbedaan leasing dan sewa beli, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK. 012/2006 Tahun 2006 tentang Perusahaan Pembiayaan;
- Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 35/POJK.05/2018 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan sebagaimana diubah dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 7/POJK.05/2022 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan;
- Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 21/M-DAG/PER/10/2005 Tahun 2005 tentang Pencabutan Beberapa Perizinan dan Pendaftaran di Bidang Perdagangan;
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 Tahun 1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing)
Referensi:
- Muhamad Djumhana. Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1996;
- Munir Fuady. Hukum tentang Pembiayaan. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2006;
- Suharnoko. Hukum Perjanjian: Teori dan Analisa Kasus, Jakarta: Kencana, 2004.
[1] Pasal 1 huruf c Peraturan Menteri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 Tahun 2006 tentang Perusahaan Pembiayaan (“PMK 84/2006”)
[2] Pasal 1 angka 5 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 35/POJK.05/2018 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan (“POJK 35/2018”)
[3] Penjelasan Pasal 2 ayat (2) POJK 35/2018
[4] Pasal 1 huruf o Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 Tahun 1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing) (“Kepmenkeu 1169/1991”)
[5] Pasal 12 Kepmenkeu 1169/1991
[6] Pasal 11 Ayat (1) Kepmenkeu 1169/1991
[7] Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1996, hal. 214
[8] Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1996, hal. 214
[9] Suharnoko,Hukum Perjanjian: Teori dan Analisa Kasus, Jakarta: Kencana, 2004, hal. 64
[10] Suharnoko, Hukum Perjanjian: Teori dan Analisa Kasus, Jakarta: Kencana, 2004, hal. 64
[11] Suharnoko, Hukum Perjanjian: Teori dan Analisa Kasus, Jakarta: Kencana, 2004, hal. 64
[12] Suharnoko, Hukum Perjanjian: Teori dan Analisa Kasus, Jakarta: Kencana, 2004, hal. 64-65
[13] Munir Fuady, Hukum tentang Pembiayaan, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2006, hal. 26
[14] Munir Fuady, Hukum tentang Pembiayaan, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2006, hal. 26