KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Perjanjian Pengikatan Jual Beli sebagai Alat Bukti

Share
copy-paste Share Icon
Perdata

Perjanjian Pengikatan Jual Beli sebagai Alat Bukti

Perjanjian Pengikatan Jual Beli sebagai Alat Bukti
Albert Aries, S.H., M.H.Albert Aries & Partners
Albert Aries & Partners
Bacaan 10 Menit
Perjanjian Pengikatan Jual Beli sebagai Alat Bukti

PERTANYAAN

Akta perjanjian perikatan jual beli tanah antara si A (penjual) dan si B (pembeli) ditulis oleh notaris tahun 2001. Dapatkah PPJB dijadikan alat bukti gugatan? Dapatkah menjadi alat bukti setelah 10 tahun kemudian untuk menggugat pihak pihak di luar dan namanya tidak tercantum dalam PPJB, serta digabung dengan pihak A (pihak yang terkait dalam PPJB) dalam satu gugatan perkara perdata di PN?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan anda.

     

    Dalam membuktikan suatu perkara perdata, yang dicari adalah kebenaran formil, yaitu kebenaran yang didasarkan (sebatas) pada bukti-bukti yang diajukan oleh para pihak yang berperkara. Oleh karena itu, umumnya suatu bukti tertulis (surat) atau dokumen memang sengaja dibuat oleh para pihak untuk kepentingan pembuktian nanti (apabila sampai ada sengketa).

     

    Dalam pembuktian suatu perkara perdata, Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (‘KUH Perdata”) atau Pasal 164 Reglemen Indonesia Yang Diperbaharui (RIB/HIR) telah mengatur jenis alat-alat bukti dalam hukum acara perdata, yaitu:

    KLINIK TERKAIT

    Pembatalan Jual Beli Rumah, Berikut Aturannya

    Pembatalan Jual Beli Rumah, Berikut Aturannya

    1.    Bukti Surat

    2.    Bukti Saksi

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    3.    Persangkaan

    4.    Pengakuan

    5.    Sumpah

     

    Sayangnya Anda tidak menguraikan informasi dalam pertanyaan Anda dengan jelas mengenai permasalahan yang sedang Anda hadapi. Namun demikian, saya perlu menyampaikan bahwa Perjanjian Pengikatan Jual Beli (“PPJB”) yang dibuat dihadapan notaris merupakan akta otentik (vide: Pasal 1868 KUH Perdata). Dalam kaitannya dengan akta otentik tersebut, Pasal 1870 KUH Perdata telah memberikan penegasan bahwa akta yang dibuat dihadapan Notaris memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna, yang akan saya kutip, sebagai berikut:

     

    Pasal 1870 KUH Perdata (Terjemahan R. Subekti)

    Suatu akta otentik memberikan di antara para pihak beserta ahli waris-ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka, suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat didalamnya.”

     

    Sebagai informasi untuk Anda, PPJB adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh calon penjual dan calon pembeli suatu tanah/bangunan sebagai pengikatan awal sebelum para pihak membuat Akta Jual Beli (“AJB”) di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).  Biasanya PPJB akan dibuat para pihak karena adanya syarat-syarat atau keadaan-keadaan yang harus dilaksanakan terlebih dahulu oleh Para Pihak sebelum melakukan AJB di hadapan PPAT. Dengan demikian PPJB tidak dapat disamakan dengan AJB yang merupakan bukti pengalihan hak atas tanah/bangunan dari penjual kepada pembeli.

     

    Mencermati pertanyaan kedua Anda, hal mana ada pihak yang menggunakan PPJB tersebut sebagai bukti dalam gugatannya setelah 10 (sepuluh) tahun PPJB tersebut dibuat, menurut hemat saya, hal tersebut bisa saja dilakukan oleh pihak tersebut apabila  memang ada hal yang dipersengketakan oleh para pihak dalam suatu perjanjian (baca: PPJB) atau dengan pihak-pihak lain yang mendapat hak dari PPJB tersebut.

     

    Dengan demikian, apabila ada pihak-pihak lain di luar pihak-pihak dalam PPJB, yang digugat dalam perkara tersebut, pihak yang menggugat harus dapat membuktikan adanya hubungan hukum antara penggugat dengan pihak-pihak di luar PPJB tersebut. Hal ini sejalan dengan Yurisprudensi Tetap Mahkamah Agung melalui Putusan MA No. 4 K/Rup/1958 tertanggal 13 Desember 1958, yang memiliki kaidah hukum sebagai berikut:

     

    “Untuk dapat menuntut seseorang di depan pengadilan adalah syarat mutlak bahwa harus ada perselisihan hukum antara kedua belah pihak yang berperkara.”

     

    Selain itu, mengingat rentang waktu sejak dibuatnya PPJB tersebut sampai dengan perkara tersebut bergulir di pengadilan belumlah melebihi masa Daluwarsa yang ditentukan oleh hukum untuk menuntut, yaitu selama 30 (tiga puluh) tahun, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1967 KUH Perdata, yang berbunyi sebagai berikut:

     

    “Segala tuntutan hukum, baik yang bersifat perbendaan maupun yang bersifat perorangan, hapus karena daluwarsa dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun, sedangkan siapa yang menunjukkan adanya daluwarsa itu tidak usah mempertunjukkan suatu alas hak, lagipula tak dapatlah dimajukan terhadapnya sesuatu tangkisan yang didasarkan kepada itikadnya yang buruk.”

     

    Demikian yang dapat saya sampaikan. Semoga bermanfaat dan memberikan pencerahan untuk Anda.

     
    Dasar Hukum:

    1.    Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

    2.    Reglemen Indonesia Yang Diperbaharui.

      

    Tags

    ppjb

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Perancang Peraturan (Legislative Drafter) Harus Punya Skill Ini

    23 Jun 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!