Saya mengalami kecelakaan di atas kapal. Tangan saya terjepit pintu ruang tunggu penumpang hingga jari tengah tangan kanan saya putus (langsung di lokasi). Tidak ada penanganan serius dari pihak kapal pada saat kecelakaan, tidak ada SOP yang secara baku mengatur crew kapal terutama bagian klinik perihal apa yang harus dilakukan saat ada kecelakaan. Luka saya hanya diberi obat merah dan dibungkus kapas tanpa ada penanganan medis lanjutan. Jari saya kemudian dioperasi dengan biaya sendiri tanpa didampingi siapapun. Besok lusanya saya menanyakan kembali tentang penanganan kecelakaan tersebut kepada pihak pelayaran dan ASDP. Hasilnya, pihak pelayaran minta maaf karena ada kelalaian nakhoda yang tidak melaporkan peristiwa kecelakaan di atas kapal ke pihak darat. Mereka menawarkan kompensasi damai Rp 5 juta. (Ada rekaman pembicaraan saat mediasi tersebut). Saya sudah melapor ke kabid perla Dephub Provinsi Lampung serta sudah saya email ke website pengaduan masyarakat departemen perhubungan laut tapi saya belum mendapat respon. Apakah bisa dilakukan upaya hukum terhadap lembaga terkait karena nakhoda tidak melaporkan ke bagian pelayaran di darat? Saya sudah berkonsultasi ke Polres untuk membuat laporan polisi tapi ditolak dengan alasan tidak ada unsur pidananya dan sudah dianggap selesai karena sudah diganti biaya operasi, apa itu benar?
Apabila Anda mengaitkan dengan ‘adanya kelalaian nakhoda tidak melaporkan peristiwa kecelakaan di atas kapal ke pihak darat’, hal tersebut tidak termasuk kelalaian yang diatur dalam KUHP. Selain itu, kejadian yang Anda alami juga tidak termasuk dalam kecelakaan yang wajib dilaporkan oleh nakhoda kepada syahbandar menurut UU Pelayaran.
Namun demikian, apabila Anda menolak dana kompensasi yang diberikan, Anda dapat mengajukan gugatan ganti rugi berdasarkan UU Pelayaran.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Anda telah membuat laporan ke Polres, namun ditolak dengan alasan tidak ada unsur pidana. Pernyataan tersebut adalah tepat dan beralasan karena tidak ada diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”)mengenai kronologis yang Anda kemukakan tersebut.
Kelalaian yang Menyebkan Luka
Apabila Anda mengaitkan dengan ‘adanya kelalaian nakhoda tidak melaporkan peristiwa kecelakaan di atas kapal ke pihak darat’, hal tersebut tidak termasuk kelalaian yang diatur dalam Pasal 360 KUHP, yang isinya :
(1)barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan luka berat dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman kurungan selama-lama satu tahun.
(2)barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka sedemikan rupa sehingga orang itu menjadi sakit sementara atau tidak dapat menjalankan jabatannya atau pekerjaannya sementara, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau hukuman kurungan selama-lamanya enam bulanatau hukuman denda setinggi-tingginya Rp. 4.500.
Ini berarti yang dapat dijerat oleh pasal ini adalah orang yang karena perbuatan lalainya menyebabkan orang lain terluka. Dalam kasus Anda, nakhoda kapal bukanlah orang yang karena kelalaiannya menyebabkan tangan Anda terjepit pintu sehingga jari tangan Anda terputus. Oleh karena itu,nakhoda kapal tidak dapat memenuhi unsur tindak pidana Pasal 360 KUHP.
Ketentuan Kecelakaan Pelayaran
Secara khusus, mengenai pelayaran diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (“UU Pelayaran”). Dalam Pasal 248 UU Pelayaran diatur mengenai kewajiban nakhoda melaporkan kecelakaan kapal:
Nakhoda yang mengetahui kecelakaan kapalnya atau kapal lain wajib melaporkan kepada:
a.Syahbandar pelabuhan terdekat apabila kecelakaan kapal terjadi di dalam wilayah perairan Indonesia; atau
b.Pejabat Perwakilan Republik Indonesia terdekat dan pejabat pemerintah negara setempat yang berwenang apabila kecelakaan kapal terjadi di luar wilayah perairan Indonesia.
Hal yang wajib dilaporkan oleh nakhoda kapal adalah kecelakaan kapalnya atau kapal lain. Yang dimaksud kecelakaan kapal, diatur dalam Pasal 245 UU Pelayaran :
Kecelakaan kapal merupakan kejadian yang dialami oleh kapal yang dapat mengancam keselamatan kapal dan/atau jiwa manusia berupa:
a.kapal tenggelam;
b.kapal terbakar;
c.kapal tubrukan; dan
d.kapal kandas.
Maka dari itu, kejadian yang Anda alami juga tidak termasuk dalam kecelakaan yang wajib dilaporkan oleh nakhoda kepada syahbandar menurut UU Pelayaran.
Ganti Rugi Kecelakaan
Apabila Anda telah menerima uang santunan atau kompensasi yang ditawarkan oleh pihak pelayaran, maka Anda telah menerima penyelesaian secara damai di luar pengadilan. Namun, apabila Anda menolak dana kompensasi tersebut, Anda dapat mengajukan gugatan ganti rugi.
Gugatan ganti rugi yang Anda dapat ajukan didasari oleh Pasal 40 ayat (1) UU Pelayaran, yang menegaskan:
Perusahaan angkutan di perairan bertanggung jawab terhadap keselamatan dan keamanan penumpang dan/atau barang yang diangkutnya.
Tanggung jawab tersebut dapat ditimbulkan sebagai akibat pengoperasian kapal, berupa:[1]
1.kematian atau lukanya penumpang yang diangkut;
2.musnah, hilang, atau rusaknya barang yang diangkut;
3.keterlambatan angkutan penumpang dan/atau barang yang diangkut; atau
4.kerugian pihak ketiga.
Yang dimaksud dengan "kematian atau lukanya penumpang yang diangkut" adalah matinya atau lukanya penumpang yang diakibatkan oleh kecelakaan selama dalam pengangkutan dan terjadi di dalam kapal, dan/atau kecelakaan pada saat naik ke atau turun dari kapal, sesuai dengan peraturan perundang-undangan.[2]
Berdasarkan penjelasan tersebut, Anda sebagai penumpang, dapat dikategorikan sebagai penumpang yang mengalami kecelakaan ketika dalam pengangkutan, sehingga berhak menerima pertanggungjawaban pihak kapal selaku pihak penyedia jasa.
Kecuali dalam hal-hal tesebut dalam hal Pasal 13 di bawah, tiap penumpang sah dari kendaraan bermotor umum, kereta api, pesawat terbang perusahaan penerbangan nasional dan kapal perusahaan perkapalan/pelayaran nasional, termasuk mereka yang dikecualikan dari iuran wajib menurut/berdasarkan Pasal 19 Peraturan Pemerintah ini, diberikan jaminan pertanggungan kecelakaan diri selama penumpang itu berada di dalam alat angkutan yang disediakan oleh pengangkutan untuk jangka waktu antara saat-saat sebagai berikut:
a.Dalam hal kendaraan bermotor umum:antara saat penumpang naik kendaraan yang bersangkutan di tempat berangkat dan saat turunnya dari kendaraan tersebut di tempat tujuan.
b.Dalam hal kereta api: antara saat naik alat angkutan perusahaan kereta api di tempat berangkat dan saat turunnya dari alat angkutan perusahaan kereta api di tempat tujuan menurut karcis yang berlaku untuk perjalanan yang bersangkutan.
c.Dalam hal pesawat terbang: antara saat naik alat angkutan perusahaan penerbangan yang bersangkutan atau agennya di tempat berangkat dan saat meninggalkan tangga pesawat terbang yang ditumpanginya di tempat tujuan menurut tiketnya yang berlaku untuk penerbangan yang bersangkutan.
d.Dalam hal kapal: antara saat naik alat angkutan perusahaan perkapalan/pelayaran yang bersangkutan di tempat berangkat dan saat turun di darat pelabuhan tujuan menurut ticket yang berlaku untuk perjalanan kapal yang bersangkutan.
Berdasarkan pasal tersebut, perusahaan bertanggung jawab memberikan jaminan atas keselamatan penumpang yang sah. Oleh sebab itu, apabila pihak kapal menolak mengganti kerugian yang Anda alami, Anda berhak untuk mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum dengan dasar Pasal 10 ayat (1) PP 17/1965.