Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK) memang tidak mengatur bahwa salah satu alasan pengunduran diri adalah karena penolakan kebijakan mutasi oleh perusahaan. Oleh karenanya, Saudara dapat merujuk pada ketentuan pada peraturan perusahaan, perjanjian kerja, dan atau perjanjian kerja bersama.
Biasanya, kebijakan memutasi karyawan adalah hak prerogratif perusahaan. Oleh karenanya tak jarang perusahaan mencantumkan ketentuan bahwa pekerja harus bersedia ditempatkan di manapun di dalam peraturan perusahaannya atau di dalam perjanjian kerja. Tak jarang juga ada perusahaan-perusahaan tertentu yang mencantumkan ketentuan sanksi bagi pekerja yang menolak dimutasi. Dengan ketentuan itu selintas terlihat bahwa pekerja harus mengikuti kebijakan perusahaan dalam hal mutasi kerja.
Namun demikian, pasal 31 dan pasal 32 UUK memberikan hak dan kesempatan kepada pekerja untuk ditempatkan pada jabatan yang tepat sesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat, minat, dan kemampuan pekerja. Dengan demikian, seharusnya perusahaan juga harus memperhatikan bakat, minat, dan kemampuan seorang pekerja sebelum yang bersangkutan dimutasi.
Mengenai kasus Saudara yang akan dimutasi ke luar kota tetapi tidak mendapatkan tunjangan, Saudara bisa merujuk pasal 88 ayat 1 UUK yang menyebutkan bahwa setiap pekerja atau buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Ditambah lagi ketentuan pasal 15 ayat 1 PP No. 8 Tahun 1981 tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan suatu ketentuan dalam perjanjian pekerja-pengusaha yang merugikan kepentingan pekerja akan menjadi batal menurut hukum.
Dengan demikian, ketika saat ini Saudara mendapatkan penghasilkan yang layak, maka ketika dipindahkan pun Saudara seharusnya mendapatkan penghasilan yang layak pula. Untuk masalah penghidupan yang lebih layak kita bisa merujuk ke Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 17 Tahun 2005.
Jika perusahaan menyatakan Saudara dianggap mengundurkan diri karena tidak mau dipindahkan maka Saudara bisa mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial di daerah tempat Saudara bekerja. Sebelum ke sana, Saudara harus berusaha menyelesaikan masalah ini secara bipartit (antara Saudara dengan pengusaha) dan tripartit (antara Saudara, pengusaha, dan pihak ketiga antara lain mediator dari dinas tenaga kerja, konsiliator, atau arbiter).