Jerat Pidana Pasal Pelecehan Seksual dan Pembuktiannya
Pidana

Jerat Pidana Pasal Pelecehan Seksual dan Pembuktiannya

Bacaan 14 Menit

Pertanyaan

Dalam kasus pelecehan seksual, tersangka dijerat dengan pasal berapa dalam KUHP? Bagaimana pembuktian kasus pelecehan seks?

Intisari Jawaban

circle with chevron up

Pelaku pelecehan seksual dapat dijerat asalkan terdapat bukti dan pemenuhan unsur perbuatan dalam hal memenuhi pasal percabulan sebagaimana diatur dalam Pasal 289 s.d. 296 KUHP atau Pasal 414 s.d. 422 UU 1/2023. Bagaimana bunyi pasalnya dan bagaimana pembuktian pelecehan seksual?

 

Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

Ulasan Lengkap

 

Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul Jerat Hukum dan Pembuktian Pelecehan Seksual yang dibuat oleh Diana Kusumasari, S.H., M.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 13 Mei 2011, dan pertama kali dimutakhirkan pada Rabu, 16 Maret 2022 oleh Justika.com.

 

Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.

 

Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

 

Apa itu Pelecehan Seksual?

Disarikan dari Kekerasan Seksual: Mitos dan Realitas, mengutip buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, karya R. Soesilo, istilah perbuatan cabul dijelaskan sebagai perbuatan yang melanggar rasa kesusilaan, atau perbuatan lain yang keji, dan semuanya dalam lingkungan nafsu berahi kelamin. Misalnya cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada dan sebagainya.

Berdasarkan pengertian menurut R. Soesilo tersebut berarti segala perbuatan apabila itu telah dianggap melanggar kesopanan/kesusilaan, dapat dimasukkan sebagai perbuatan cabul. Sementara itu, istilah pelecehan seksual mengacu pada sexual harassment yang dikatakan sebagai unwelcome attention (Martin Eskenazi and David Gallen, 1992) atau secara hukum didefinisikan sebagai “imposition of unwelcome sexual demands or creation of sexually offensive environments”.

Dengan demikian, unsur penting dari pelecehan seksual adalah adanya ketidakinginan atau penolakan pada apapun bentuk-bentuk perhatian yang bersifat seksual. Sehingga bisa jadi perbuatan seperti siulan, kata-kata, komentar yang menurut budaya atau sopan santun (rasa susila) setempat adalah wajar. Namun, bila itu tidak dikehendaki oleh si penerima perbuatan tersebut maka perbuatan itu bisa dikategorikan sebagai pelecehan seksual.

 

Jenis Pelecehan Seksual

Belakangan ini kasus pelecehan seksual di transportasi umum marak terjadi Kembali. Namun sebenarnya tak hanya perilaku terkait dengan seksual semata, pelecehan seksual juga dapat dilakukan dengan berbagai perbuatan. Kami merangkum setidaknya 5 jenis pelecehan seksual antara lain:

  1. Pelecehan Gender

Pelecehan seksual jenis ini lebih condong kepada perilaku seksis yang di dalamnya memuat penghinaan atau merendahkan salah satu gender. Dengan memberikan komentar menghina, lelucon cabul, bahkan gambar yang bertujuan untuk merendahkan salah satu gender, maka perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai pelecehan seksual gender.

 

  1. Perilaku Menggoda

Perilaku menggoda termasuk ke dalam salah satu jenis pelecehan seksual. Di mana terdapat ajakan untuk berbuat seksual yang dilakukan secara terus-menerus sehingga membuat korban merasa tidak nyaman dan terintimidasi. Misalnya, pelecehan verbal.

 

  1. Penyuapan Seksual

Penyuapan seksual merupakan perilaku meminta aktivitas seksual kepada korban secara terang-terangan atau halus dengan iming-iming atau janji imbalan setelah melakukan aktivitas seksual tersebut.

 

  1. Pemaksaan Seksual

Jenis pelecehan seksual lainnya yang sering terjadi adalah pemaksaan seksual bersamaan dengan ancaman jika permintaan aktivitas seksual tidak dituruti korban.

 

  1. Pelanggaran Seksual

Pelanggaran seksual menjadi jenis pelecehan seksual yang paling nyata dengan menyentuh, merasakan atau bahkan meraih secara paksa bagian seksual dari korbannya.

 

Jerat Hukum Pelecehan Seksual

Sebelum menjawab pertanyaan Anda, perlu diketahui dalam ketentuan KUHP lama yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan dan UU 1/2023 yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan,[1] yakni pada tahun 2026, tidak dikenal istilah pelecehan seksual namun istilah yang digunakan adalah perbuatan cabul yang diatur pada:

 

KUHP

UU 1/2023

Pasal 281

 

Diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta:

  1. barang siapa dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan;
  2. barang siapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada di situ bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan.

Pasal 406

 

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana denda paling banyak kategori II, setiap orang yang:

  1. melanggar kesusilaan di muka umum; atau
  2. melanggar kesusilaan di muka orang lain yang hadir tanpa kemauan orang yang hadir tersebut.

 

Penjelasan Pasal 406 huruf a

Yang dimaksud dengan "melanggar kesusilaan" adalah melakukan perbuatan mempertunjukkan ketelanjangan, alat kelamin, dan aktivitas seksual yang bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat di tempat dan waktu perbuatan tersebut dilakukan.

Pasal 289

Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.

Pasal 414

    1. Setiap orang yang melakukan perbuatan cabul terhadap orang lain yang berbeda atau sama jenis kelaminnya:
  1. di depan umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori III yaitu Rp50 juta.[2]
  2. secara paksa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun; atau
  3. yang dipublikasikan sebagai muatan pornografi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.

 

(2) Setiap orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa orang lain untuk melakukan perbuatan cabul terhadap dirinya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.

Pasal 290

Diancam dengan pidana penjara paling lama 7  tahun:

  1. barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang, padahal diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya;
  2. barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya, bahwa umurnya belum 15 tahun atau kalau umurnya tidak jelas, yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin;
  3. barang siapa membujuk seseorang yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum 15 tahun atau kalau umurnya tidak jelas yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin, untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, atau bersetubuh di luar perkawinan dengan orang lain.

Pasal 415

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun, setiap orang yang:

  1. melakukan perbuatan cabul dengan seseorang yang diketahui orang tersebut pingsan atau tidak berdaya; atau
  2. melakukan perbuatan cabul dengan seseorang yang diketahui atau patut diduga anak.

Pasal 291

    1. Jika salah satu kejahatan berdasarkan pasal 286, 287, 289, dan 290 mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama 12 tahun;
    2. Jika salah satu kejahatan berdasarkan pasal 285, 286, 287, 289 dan 290 mengakibatkan kematian dijatuhkan pidana penjara paling lama 15 tahun.

Pasal 416

    1. Jika salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 414 dan Pasal 415 mengakibatkan luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.
    2. Jika salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 414 dan Pasal 415 mengakibatkan matinya orang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.

Pasal 292

Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun.

Pasal 417

Setiap orang yang memberi atau berjanji akan memberi hadiah menyalahgunakan wibawa yang timbul dari hubungan keadaan atau dengan penyesatan menggerakkan orang yang diketahui atau patut diduga anak, untuk melakukan perbuatan cabul atau membiarkan terhadap dirinya dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.

Pasal 293

    1. Barang siapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang, menyalahgunakan perbawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau dengan penyesatan sengaja menggerakkan seorang belum dewasa dan baik tingkah-lakunya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul dengan dia, padahal tentang belum kedewasaannya, diketahui atau selayaknya harus diduganya, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun.

 

    1. Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang terhadap dirinya dilakukan kejahatan itu.

 

    1. Tenggang waktu tersebut dalam pasal 74 bagi pengaduan ini adalah masing-masing 9 bulan dan 12 bulan.

Pasal 418

    1. Setiap orang yang melakukan percabulan dengan anak kandung, anak tirinya, anak angkatnya, atau anak di bawah pengawasannya yang dipercayakan padanya untuk diasuh atau dididik, dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun.

 

    1. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 tahun:
  1. Pejabat yang melakukan percabulan dengan bawahannya atau dengan orang yang dipercayakan atau diserahkan padanya untuk dijaga; atau
  2. dokter, guru, pegawai, pengurus, atau petugas pada lembaga pemasyarakatan, lembaga negara, tempat latihan karya, rumah pendidikan, rumah yatim dan/atau piatu, rumah sakit jiwa, atau panti sosial yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan ke lembaga, rumah, atau panti tersebut.

Pasal 294

(1) Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa, atau dengan orang yang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikan atau penjagaannya diserahkan kepadanya ataupun dengan bujangnya atau bawahannya yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.

 

(2) Diancam dengan pidana yang sama:

  1. pejabat yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang karena jabatan adalah bawahannya, atau dengan orang yang penjagaannya dipercayakan atau diserahkan kepadanya,
  2. pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas atau pesuruh dalam penjara, tempat pekerjaan negara, tempat pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit jiwa atau lembaga sosial, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan ke dalamnya.

Pasal 419

 

    1. Setiap orang yang menghubungkan atau memudahkan orang lain berbuat cabul atau bersetubuh dengan orang yang diketahui atau patut diduga anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.

 

    1. Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap anak kandung, anak tiri, anak angkat, atau anak di bawah pengawasannya yang dipercayakan padanya untuk diasuh, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.

Pasal 295

(1) Diancam:

  1. dengan pidana penjara paling lama 5 tahun barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan dilakukannya perbuatan cabul oleh anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, atau anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa, atau oleh orang yang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikan atau penjagaannya diserahkan kepadanya, ataupun oleh bujangnya atau bawahannya yang belum cukup umur, dengan orang lain;
  2. dengan pidana penjara paling lama 4 tahun barang siapa dengan sengaja menghubungkan atau memudahkan perbuatan cabul, kecuali yang tersebut dalam butir 1 di atas, yang dilakukan oleh orang yang diketahuinya belum dewasa atau yang sepatutnya harus diduganya demikian, dengan orang lain.

 

(2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan itu sebagai pencarian atau kebiasaan, maka pidana dapat ditambah sepertiga.

Pasal 420

 

Setiap orang yang menghubungkan atau memudahkan orang lain melakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun.

Pasal 296

Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencarian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan atau pidana denda paling banyak Rp15 juta.[3]

Pasal 421

 

Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 419 atau Pasal 420 dilakukan sebagai kebiasaan atau untuk menarik keuntungan sebagai mata pencaharian pidananya dapat ditambah 1/3.

 

Pasal 422

 

    1. Setiap orang yang menggerakkan, membawa, menempatkan, atau menyerahkan anak kepada orang lain untuk melakukan percabulan, pelacuran, atau perbuatan melanggar kesusilaan lainnya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.

 

    1. Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menjanjikan anak memperoleh pekerjaan atau janji lainnya, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun.

 

Pasal 423

 

Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 414 sampai dengan Pasal 422 merupakan tindak pidana kekerasan seksual.

Jadi, pelaku pelecehan seksual dapat dijerat dengan menggunakan pasal percabulan sebagaimana diatur dalam Pasal 289 s.d. 296 KUHP atau Pasal 414 s.d. 422 UU 1/2023 dengan tetap memperhatikan ketentuan unsur-unsur perbuatan tindak pidana masing-masing. Jika bukti-bukti dirasa cukup, penuntut umum yang akan mengajukan dakwaannya terhadap pelaku pelecehan seksual di hadapan pengadilan.

 

Pembuktian Pelecehan Seksual dalam Hukum Pidana

Menjawab pertanyaan Anda yang lain, pembuktian pelecehan seksual dalam hukum pidana adalah berdasarkan Pasal 184 KUHAP, menggunakan 5 macam alat bukti, yaitu:

  1. keterangan saksi;
  2. keterangan ahli;
  3. surat;
  4. petunjuk;
  5. keterangan terdakwa.

Terkait saksi, Mahkamah Konstitusi melalui Putusan MK 65/2010 memperluas makna definisi saksi dalam KUHAP, sehingga yang dimaksud dengan saksi termasuk pula orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri (hal. 92).

Sehingga, dalam hal terjadi pelecehan seksual, bukti-bukti tersebut di atas dapat digunakan sebagai alat bukti. Untuk kasus terkait percabulan atau perkosaan, biasanya menggunakan salah satu alat buktinya berupa Visum et Repertum. Menurut Kamus Hukum oleh J.C.T. Simorangkir, Rudy T. Erwin dan J.T. PrasetyoVisum et Repertum adalah surat keterangan/laporan dari seorang ahli mengenai hasil pemeriksaannya terhadap sesuatu, misalnya terhadap mayat dan lain-lain dan ini dipergunakan untuk pembuktian di pengadilan.

Meninjau pada definisi di atas, maka Visum et Repertum dapat digunakan sebagai alat bukti surat, sebagaimana diatur dalam Pasal 187 huruf c KUHAP. Penggunaan Visum et Repertum sebagai alat bukti, diatur juga dalam Pasal 133 ayat (1) KUHAP:

Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya.

Apabila visum memang tidak menunjukkan adanya tanda kekerasan, maka sebaiknya dicari alat bukti lain yang bisa membuktikan tindak pidana tersebut. Pada akhirnya, hakim yang akan memutus apakah terdakwa bersalah atau tidak berdasarkan pembuktian di pengadilan.

Baca juga: Pengakuan Pelaku Cabul dan Visum et Repertum sebagai Alat Bukti

 

Langkah Hukum Jika Menjadi Korban Pelecehan Seksual

  1. Menghubungi Orang Terpercaya

Pertama-tama, korban pelecehan seksual dapat terlebih dahulu menghubungi keluarga terdekat atau kerabat terpercaya guna memberitahukan kejadian tersebut. Mungkin bagi sebagian korban, terasa sulit untuk menceritakan kembali kejadian pelecehan seksual yang dialami dengan berbagai kondisi takut, cemas, trauma, dan lain-lain. Namun demikian, korban pelecehan seksual tetap memerlukan support dari orang terpercaya.

 

  1. Laporkan Tindakan Tersebut Ke Polisi

Korban dapat mendatangi kantor kepolisian terdekat di sekitar tempat tinggal, korban juga bisa membawa kerabat maupun keluarga yang sebelumnya telah mengetahui kronologi kejadian secara lengkap. Jika pelecehan seksual berupa tindakan fisik, korban wajib melaporkan kasus tersebut sesegera mungkin karena berkaitan dengan proses Visum et Repertum untuk alat bukti. Dalam hal pelecehan seksual di transportasi umum terjadi, korban dapat segera melaporkan pelaku pada petugas transportasi umum terdekat.

 

  1. Menunggu Hasil Penyidikan

Proses ini membutuhkan kesabaran ekstra di dalamnya. Pasalnya, dalam praktiknya, dibutuhkan waktu kurang lebih selama 3 bulan untuk melanjutkan kejadian tersebut ke meja hijau dan memulai persidangan pertama hingga pelaku dijerat menggunakan pasal pelecehan seksual.

 

  1. Hilangkan Rasa Trauma

Langkah lainnya yang tak kalah penting adalah menghilangkan atau mengatasi rasa trauma, takut, cemas pasca kejadian pelecehan seksual. Korban dapat mencari bantuan konseling ke psikolog atau dokter guna mengembalikan kondisi mental.

 

Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

 

Dasar Hukum:

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
  2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
  3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
  4. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP.

 

Putusan:

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 65/PUU-VIII/2010.

 

Referensi:

J.C.T. Simorangkir, Rudy T. Erwin dan J.T. Prasetyo. Kamus Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

Tags: