Di media sosial, saya sering sekali melihat foto-foto korban kecelakaan yang disebar oleh orang yang tak bertanggung jawab. Saya mau bertanya, sebenarnya adakah jerat hukum bagi yang posting foto korban kecelakaan di medsos?
Daftar Isi
INTISARI JAWABAN
Pada dasarnya, melakukan posting korban kecelakaan di media sosial dapat dianggap telah menyebarkan muatan yang melanggar kesusilaan untuk dan juga dapat dianggap telah melanggar perlindungan pribadi dari korban. Hal tersebut dapat berpotensi untuk dijerat berdasarkan ketentuan dalam UU ITE dan perubahannya serta UU PDP.
Lantas, apa jerat hukum bagi orang yang posting korban kecelakaan?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Korban Kecelakaan Lalu Lintas
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Sebelum membahas pada inti pertanyaan, alangkah baiknya kita ketahui terlebih dahulu mengenai apa itu kecelakaan lalu lintas. Berdasarkan Pasal 1 angka 24 UU LLAJ, yang dimaksud dengan kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda.
Kecelakaan lalu lintas sendiri dapat digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu:[1]
Kecelakaan lalu lintas ringan, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan kendaraan dan/atau barang;[2]
Kecelakaan lalu lintas sedang, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang;[3] atau
Kecelakaan lalu lintas berat, yaitu kecelakaan yang meng mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat;[4]
Adapun yang harus dilakukan setiap orang jika mendengar, melihat, dan/atau mengetahui terjadinya kecelakaan lalu lintas, adalah:[5]
Memberikan pertolongan kepada korban kecelakaan lalu lintas;
Melaporkan kecelakaan tersebut kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan/atau
Memberikan keterangan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Hal ini berarti yang perlu dilakukan oleh setiap orang yang mendengar, melihat, dan/atau mengetahui terjadinya kecelakaan lalu lintas seharusnya tidak mengutamakan untuk memfoto dan memposting foto korban kecelakaan lalu lintas. Akan tetapi, seharusnya orang yang mendengar, melihat, dan/atau mengetahui terjadinya kecelakaan lalu lintas lebih mementingkan untuk memberikan pertolongan kepada korban kecelakaan lalu lintas, seperti diwajibkan pada ketentuan di atas.
Lantas, apa jerat hukumnya memposting foto korban kecelakaan di media sosial?
Menyebarkan Muatan yang Melanggar Kesusilaan
Sepanjang penelusuran kami, pada dasarnya belum ada aturan yang mengatur secara eksplisit mengenai larangan untuk memposting foto korban kecelakaan. Walaupun demikian, memposting foto korban kecelakaan berpotensi melanggar Pasal 27 ayat (1) UU 1/2024 yang melarang menyebarkan informasi/dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan untuk diketahui umum.
Adapun bunyi Pasal 27 ayat (1) UU 1/2024 adalah sebagai berikut:
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyiarkan, mempertunjukkan, mendistribusikan mentransmisikan, dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan untuk diketahui umum.
Berdasarkan Penjelasan Pasal 27 ayat (1) UU 1/2024, yang dimaksud dengan melanggar kesusilaan adalah melakukan perbuatan mempertunjukkan ketelanjangan, alat kelamin, dan aktivitas seksual yang bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat di tempat dan waktu perbuatan tersebut dilakukan. Akan tetapi, mengenai penafsiran pengertian kesusilaan disesuaikan dengan standar yang berlaku pada masyarakat dalam waktu dan tempat tertentu (contemporary community standard)
Disarikan dari artikel Jerat Hukum Sebarkan Foto Korban Kecelakaan di Media Sosialbahwa tindakan memposting foto korban kecelakaan ke media sosial telah melanggar hak dan kehormatan orang yang menjadi korban, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 28G ayat (1) UUD 1945. Oleh karena itu, tindakan tersebut telah melanggar nilai kesusilaan yang hidup dalam masyarakat. Memposting foto korban kecelakaan dapat juga berakibat untuk memberikan rasa trauma bagi sebagian masyarakat terutama korban dan keluarganya serta pengguna media sosial lainnya.
Lalu, pelanggaran terhadap Pasal 27 ayat (1) UU 1/2024 diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.[6]
Pelanggaran Pelindungan Data Pribadi
Selain itu, memposting foto korban kecelakaan dapat berpotensi untuk melanggar data pribadi korban. Apa yang dimaksud data pribadi sendiri adalah data tentang orang perseorangan yang teridentifikasi atau dapat diidentifikasi secara tersendiri atau dikombinasi dengan informasi lainnya secara langsung maupun tidak langsung melalui sistem elektronik atau non elektronik.[7]
Adapun dalam memposting foto korban kecelakaan biasanya disertai dengan data pribadi korban yang bersifat umum, seperti yang terdapat pada Pasal 4 ayat (3) UU PDP, yaitu:
Nama lengkap;
Jenis kelamin;
Kewarganegaraan;
Agama;
Status perkawinan; dan/atau
Data pribadi yang dikombinasikan untuk mengidentifikasi seseorang.
Sehingga orang yang memposting foto korban kecelakaan dapat dijerat berdasarkan Pasal 67 ayat (1) UU PDP yang berbunyi:
Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum memperoleh atau mengumpulkan Data Pribadi yang bukan miliknyadengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian Subjek Data Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) dipidana Rp5 miliar.
Selain itu, orang yang memposting foto korban kecelakaan juga berpotensi untuk dijerat berdasarkan Pasal 67 ayat (2) UU PDP yang berbunyi:
Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum mengungkapkan Data Pribadi yang bukan miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4 miliar.