Saya mempunyai kredit di bank swasta dengan utang awal Rp 70jt pada tahun 2006. Karena usaha saya bangkrut dan tidak bisa membayar cicilan, tiba-tiba saya mendapat SP3 bahwa utang saya harus segera dilunasi dalam waktu 1 bulan, atau akan dilelang melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (“KPKNL”). Nilai utang yang harus saya bayar dalam waktu 1 bulan setelah SP3 adalah Rp 130 juta, tunai, tanpa ada keringanan/negosiasi sama sekali. Saya berusaha melunasi utang tersebut, walau dengan pinjam saudara 2x, tapi yang menjadi ganjalan saya, saya tidak pernah menerima SP2 (sebelum SP3), dan ternyata SP2 tersebut dipalsukan tanda tangan penerimanya dan dianggap diterima istri saya pada tahun 2007, dengan nilai tagihan pada saat itu masih di bawah Rp 100juta. Sementara dari KPKNL, saya mendapat 1 (satu) lembar surat pemberitahuan bahwa aset saya akan dilelang, tanpa adanya petunjuk untuk melakukan negosiasi, dan tanpa ada anmaaning (saya baru tahu istilah ini dari teman). Pertanyaan saya: - Apakah prosedur lelang di atas sudah benar? - Masih adakah peluang saya untuk negosiasi nominal pelunasan? Karena saya keberatan tiba-tiba ditagih sejumlah itu. Sedangkan harga limit lelang hanya Rp 100 juta. - Bisakah saya melaporkan pidana pemalsuan surat tanda terima SP2?
Metode Lelang Eksekusi berdasarkan UU Hak Tanggungandan UU Fidusia ialah melalui Parate Eksekusi, yaitu Pemegang Hak Tanggungan, dalam hal ini Bank, menjual obyek Hak Tanggungan melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutang dari hasil pelelangan umum tersebut.
Bagaimana prosedur lelangnya? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Lelang adalah penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan Pengumuman Lelang.[1]
Jenis-Jenis Lelang
Pada dasarnya terdapat beberapa jenis Lelang, yaitu sebagai berikut:
a.Lelang Eksekusi adalah lelang untuk melaksanakan putusan atau penetapan pengadilan, dokumen-dokumen yang dipersamakan dengan itu, dan/atau melaksanakan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.[2]
b.Lelang Non Eksekusi Wajib adalah lelang untuk melaksanakan penjualan barang yang oleh peraturan perundang-undangan diharuskan dijual secara lelang.[3]
c.Lelang Non Eksekusi Sukarela adalah lelang atas barang milik swasta, perseorangan atau badan hukum/ badan usaha yang dilelang secara sukarela.[4]
Berdasarkan keterangan Anda, kami asumsikan bahwa pelelangan atas aset Anda ialah dalam rangka Lelang Eksekusi.
Sehubungan dengan beberapa pertanyaan Anda, berikut tanggapan dari kami:
1.Metode Lelang Eksekusi berdasarkan UU Hak Tanggungandan UU Fidusiaialah melalui Parate Eksekusi[5], dimana Parate Eksekusi tersebut dilaksanakan berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat dalam Sertipikat Hak Tanggungan maupun Sertifikat Jaminan Fidusia menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
Pada dasarnya Metode Lelang Eksekusi tersebut memiliki prinsip yaitu proses Lelang Eksekusi tanpa campur tangan Pengadilan.Dalam hal ini yaitu eksekusi dilakukan tanpaperintah eksekusi dari Ketua Pengadilan Negeri(fiat eksekusi).
Prosedur atas Lelang Eksekusi tersebut adalah sebagai berikut:
a.Pra Lelang
1)Pengajuan permohonan tertulis perihal eksekusi kepada Kepala Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (“KPKNL”)[6], yang merupakan instansi pemerintah yang berada di bawah Direktorat Jenderal Kekayaan Negara pada Kementerian Keuangan.Dalam hal ini Bank juga dapat meminta menggunakan jasa Pra Lelang dari Balai Lelang Swasta;[7]
2)KPKNL/Balai Lelang Swasta akan melakukan pemeriksaan kelengkapan dokumen lelang, yaitu termasuk namun tidak terbatas pada Perjanjian Kredit, Sertipikat Hak Tanggungan, Bukti perincian utang jumlah debitur, bukti peringatan wanprestasi kepada debitur, bukti kepemilikan hak, bukti pemberitahuan pelelangan kepada debitur;
3)Setelah dokumen tersebut di atas dianggap lengkap, maka KPKNL akan mengeluarkan penetapan jadwal lelang secara tertulis kepada Bank;
4)Bank melakukan Pengumuman Lelang.
·Jika barang yang dilelang adalah barang tidak bergerak atau barang tidak bergerak yang dijual bersama-sama dengan barang bergerak, maka pengumuman dilakukansebanyak 2 kali, berselang 15 hari.Pengumuman pertama dapat dilakukan melalui pengumuman tempelan yang dapat dibaca oleh umum atau melalui surat kabar harian. Tetapi pengumuman kedua harus dilakukan melalui surat kabar harian dan dilakukan 14 hari sebelum pelaksanaan lelang.[8]
·Jika barang yang dilelang adalah barang bergerak[9], pengumuman dilakukan 1 (satu) kali melalui surat kabar harian paling singkat 6 (enam) hari kalender sebelum pelaksanaan lelang, kecuali Lelang Eksekusi Benda Sitaan Pasal 45 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana berupa:
a.barang yang lekas rusak/busuk atau yang membahayakan atau jika biaya penyimpanan barang tersebut terlalu tinggi, dapat dilakukan kurang dari 6 (enam) hari kalender tetapi tidak boleh kurang dari 2 (dua) hari kerja; dan
b.ikan dan sejenisnya hasil tindak pidana perikanan dapat dilakukan kurang dari 6 (enam) hari kalender tetapi tidak boleh kurang dari 1 (satu) hari kalender.
5)Bank melakukan pemberitahuan lelang kepada debitur.
b.Pelaksanaan Pelelangan
Apabila terdapat potensi keberatan/penolakan atau bahkan gugatan dari debitur/ tereksekusi, maka Bank pada prakteknya akan mengupayakan alternatif pelaksanaan lelang dengan fiat eksekusi dari Ketua Pengadilan Negeri.Dimana Pengadilan Negeri akan menyampaikan aanmaning kepada debitur agar debitur datang menghadap pada hari yang ditentukan dan melaksanakan kewajibannya pada Bank, apabila aanmaning tidak dipatuhi oleh debitur, maka Pengadilan Negeri akan melakukan sita eksekusi atas jaminan debitur tersebut.
2.Apabila Anda keberatan dengan jumlah penagihan tersebut, Anda dapat melakukan pengaduan ke Unit Kerja dari Bank yang menangani pengaduan nasabah/Konsumen (pada umumnya dinamakan Customer Care Unit/Group) untuk menyelesaikan secara musyawarah untuk mufakat ataupun melanjutkan penyelesaian melalui gugatan ke pengadilan atau menyelesaikan di luar pengadilan (alternatif penyelesaian sengketa), apabila pengaduan tersebut tidak dapat diselesaikan secara musyawarah mufakat.
3.Perihal surat tanda terima SP2 yang diduga dipalsukan, apabila terdapat bukti yang cukup, maka tindakan tersebut dapat dilaporkan melalui ranah hukum pidana dengan landasan hukum Pasal 263 ayat (1)Kitab Undang-Undang Hukum Pidanayang berbunyi sebagai berikut:
“Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang, atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan, maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugiandihukum karena pemalsuan surat,dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun.”