KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Proses Gugatan Penyitaan atas Penagihan Pajak di Pengadilan Pajak

Share
copy-paste Share Icon
Kenegaraan

Proses Gugatan Penyitaan atas Penagihan Pajak di Pengadilan Pajak

Proses Gugatan Penyitaan atas Penagihan Pajak di Pengadilan Pajak
Nafiatul Munawaroh, S.H., M.HSi Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Proses Gugatan Penyitaan atas Penagihan Pajak di Pengadilan Pajak

PERTANYAAN

  1. Bagaimana prosedur/proses/cara gugatan sita pajak oleh penggugat beserta dengan proses acara di pengadilan pajak dengan dasar hukumnya?
  2. Berapa lama jangka waktu untuk dapat mengajukan gugatan sita setelah adanya putusan pajak dan tergugat tidak membayar sejumlah dari nilai pajak yang telah diputuskan?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Sita pajak atau penyitaan dalam rangka penagihan pajak berdasarkan surat perintah melaksanakan penyitaan dari pejabat yang berwenang, dapat diajukan gugatan ke Pengadilan Pajak dalam kurun waktu 14 hari sejak pembuatan berita acara pelaksanaan sita.

    Lantas, apa saja syarat-syarat untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Pajak dan bagaimana proses gugatan di Pengadilan Pajak?

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    KLINIK TERKAIT

    Apakah NPWP Wajib? Ini Sanksi Jika Tidak Punya NPWP

    Apakah NPWP Wajib? Ini Sanksi Jika Tidak Punya NPWP

     

    Dasar Gugatan Penyitaan atas Penagihan Pajak

    Sebelum menjawab pertanyaan Anda, kami asumsikan bahwa yang Anda maksud dengan ‘sita pajak’ adalah penyitaan sebagai tindakan jurusita pajak untuk menguasai barang penanggung pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan.[1]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Penyitaan terhadap barang milik penanggung pajak didasarkan atas surat perintah melaksanakan penyitaan, dengan alasan utang pajak tidak dilunasi dalam jangka 2 x 24 jam terhitung sejak tanggal surat paksa diberitahukan kepada penanggung pajak.[2]

    Apabila atas dikeluarkannya surat perintah pelaksanaan penyitaan dan wajib pajak tidak setuju dengannya, maka dapat menimbulkan sengketa pajak. Adapun sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara wajib pajak atau penanggung pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada pengadilan pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-Undang Penagihan Pajak dengan surat paksa.[3]

    Adapun gugatan adalah upaya hukum yang dapat dilakukan wajib pajak atau penanggung pajak terhadap pelaksanaan penagihan pajak atau suatu keputusan yang dapat diajukan gugatan, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.[4]

    Lantas, apa saja gugatan dalam perpajakan? Wajib pajak atau penanggung pajak dapat melakukan gugatan terhadap:[5]

    1. pelaksanaan surat paksa, surat perintah melaksanakan penyitaan, atau pengumuman lelang;
    2. keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;
    3. keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26; atau
    4. penerbitan surat ketetapan pajak atau surat keputusan keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak.

    Selain keempat hal di atas, Pengadilan Pajak juga berwenang untuk memeriksa dan memutus sengketa atas pelaksanaan penagihan pajak atau keputusan pembetulan.[6]

     

    Syarat Pengajuan Gugatan ke Pengadilan Pajak

    Gugatan mengenai penyitaan dalam rangka penagihan pajak diajukan kepada badan peradilan pajak[7] yakni dalam hal ini Pengadilan Pajak yang mempunyai tugas dan wewenang untuk memeriksa dan memutus sengketa pajak.[8]

    Pengajuan gugatan ke Pengadilan Pajak dapat dilakukan oleh penggugat, ahli waris, seorang pengurus atau kuasa hukumnya.[9] Dalam mengajukan gugatan harus disertai dengan: [10]

    1. alasan-alasan yang jelas;
    2. mencantumkan tanggal diterima,
    3. pelaksanaan penagihan atau keputusan yang digugat; dan
    4. dilampiri salinan dokumen yang digugat.

    Adapun syarat-syarat yang perlu dipenuhi dalam proses gugatan di Pengadilan Pajak adalah sebagai berikut.[11]

    1. gugatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak;
    2. jangka waktu untuk mengajukan gugatan terhadap pelaksanaan penagihan pajak adalah 14 hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan;
    3. jangka waktu untuk mengajukan gugatan terhadap keputusan selain gugatan terhadap pelaksanaan penagihan pajak adalah 30 hari sejak tanggal diterima keputusan yang digugat;
    4. jangka tersebut tidak mengikat jika tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kuasa penggugat (force majeur), maka dapat dipertimbangkan majelis hakim untuk diperpanjang;[12]
    5. perpanjangan waktu terhadap keadaan sebagaimana dimaksud angka 4 adalah 14 hari terhitung sejak berakhirnya keadaan di luar kuasa penggugat;
    6. terjadap 1 pelaksanaan penagihan atau 1 keputusan diajukan 1 surat gugatan.

    Untuk menjawab pertanyaan Anda, perlu Anda ketahui bahwa penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak. Bentuk dari penagihan pajak di antaranya adalah dengan cara melaksanakan penyitaan dan menjual barang yang telah disita.[13] Sehingga, dalam hal penyitaan, maka jangka waktu untuk mengajukan gugatan sesuai dengan ketentuan penagihan pajak.

    Secara lebih spesifik, gugatan atas surat perintah melaksanakan penyitaan diajukan dalam jangka waktu 14 hari sejak surat perintah melaksanakan penyitaan dilaksanakan atau dihitung sejak pembuatan berita acara pelaksanaan sita.[14]

    Sehingga menjawab pertanyaan Anda yang kedua, jangka waktu untuk dapat mengajukan gugatan ‘sita pajak’ ditentukan 14 hari sejak pembuatan berita acara pelaksanaan sita.

     

    Hukum Acara Pengadilan Pajak

    Selanjutnya menjawab pertanyaan Anda yang kedua, setelah surat gugatan disampaikan ke Pengadilan Pajak, kemudian akan dilaksanakan proses proses gugatan di Pengadilan Pajak dengan rangkaian sebagai berikut.

     

    1. Persiapan Persidangan

    1. Pengadilan Pajak meminta surat tanggapan atas gugatan kepada tergugat dalam jangka waktu 14 hari sejak tanggal diterimanya surat gugatan;[15]
    2. Tergugat menyerahkan surat tanggapan dalam jangka waktu 1 bulan sejak dikirim permintaan surat tanggapan;[16]
    3. Salinan surat tanggapan dikirim kepada penggugat dalam jangka waktu 14 hari sejak tanggal diterima;[17]
    4. Penggugat dapat menyerahkan surat bantahan kepada Pengadilan Pajak dalam jangka waktu 30 hari sejak tanggal diterima salinan surat tanggapan;[18]
    5. Salinan surat bantahan dikirim kepada tergugat dalam jangka waktu 14 hari sejak tanggal diterimanya surat bantahan;[19]
    6. Jika penggugat dan tergugat tidak memenuhi ketentuan jangka waktu pengiriman surat tanggapan dan surat bantahan, Pengadilan Pajak tetap melanjutkan pemeriksaan gugatan;[20]
    7. Majelis atau hakim tunggal sudah memulai sidang dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal diterimanya surat gugatan.[21]

     

    1. Pemeriksaan dengan Acara Biasa

    1. Majelis melakukan pemeriksaan kelengkapan dan/atau kejelasan gugatan sebelum pemeriksaan pokok sengketa dimulai;[22]
    2. Jika gugatan tidak lengkap dan/atau tidak jelas, kecuali syarat gugatan harus dalam bahasa Indonesia dan 1 gugatan untuk 1 penagihan, maka kelengkapan dan/atau kejelasan dapat diberikan dalam persidangan. Adapun yang dimaksud kelengkapan adalah fotokopi putusan yang akan digugat, dan kejelasan adalah alasan gugatan;[23]
    3. Hakim ketua memanggil tergugat dan penggugat untuk memberikan keterangan lisan untuk menentukan tanggal dan hari sidang. Tergugat wajib hadir dalam persidangan. Sedangkan penggugat dapat dipanggil dan apabila dipanggil maka ia wajib hadir;[24]
    4. Hakim menjelaskan masalah yang disengketakan kepada para pihak dan menanyakan kepada tergugat terkait hal-hal yang dikemukakan penggugat dalam surat gugatan dan dalam surat bantahan;[25]
    5. Jika majelis memandang perlu dan penggugat hadir dalam persidangan, hakim ketua dapat meminta penggugat untuk memberikan keterangan yang diperlukan dalam penyelesaian sengketa pajak;[26]
    6. Pemanggilan saksi dan meminta keterangan saksi;[27]

     

    1. Pembuktian

    Alat bukti dalam gugatan di Pengadilan Pajak dapat berupa:[28]

    1. Surat atau tulisan yang terdiri dari akta autentik, akta di bawah tangan, surat keputusan atau surat ketetapan, surat-surat lain atau tulisan yang ada kaitannya dengan gugatan;
    2. Keterangan ahli;
    3. Keterangan para saksi;
    4. Pengakuan para pihak; dan/atau
    5. Pengetahuan hakim.

    Perlu Anda catat bahwa Pengadilan Pajak menganut prinsip pembuktian bebas. Hakim mengusahakan bukti berupa surat atau tulisan sebelum menggunakan alat bukti lain.[29]

    Hakim dalam rangka mencari kebenaran materiil, menentukan apa yang harus dibuktikan, beban pembuktikan beserta penilaian pembuktian dan sahnya pembuktian diperlukan minimal 2 alat bukti.[30]

     

    1. Putusan

    Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap.[31] Putusan Pengadilan Pajak dapat berupa menolak, mengabulkan sebagian atau seluruhnya, menambah pajak yang harus dibayar, tidak dapat diterima, membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung, dan/atau membatalkan.[32]

    Perlu Anda ketahui bahwa gugatan tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya penagihan pajak atau kewajiban perpajakan, kecuali penggugat mengajukan permohonan penundaan pelaksanaan penagihan pajak selama pemeriksaan sengketa pajak sedang berjalan sampai ada putusan dari Pengadilan Pajak.[33]

    Permohonan penundaan tersebut dapat diajukan sekaligus dalam gugatan dan dapat diputus terlebih dahulu dari pokok sengketanya. Permohonan ini dapat dikabulkan jika ada keadaan yang sangat mendesak yang mengakibatkan kepentingan penggugat sangat dirugikan jika pelaksanaan penagihan pajak yang digugat tetap dilaksanakan.[34]

    Dalam hal ini, maka Pengadilan Pajak dapat mengeluarkan putusan sela atas permohonan penundaan penagihan pajak.[35]

     

    Upaya Hukum atas Putusan Pengadilan Pajak

    Terhadap putusan Pengadilan Pajak tidak dapat diajukan banding maupun kasasi. Hal ini sebagai konsekuensi bahwa putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan akhir dan berkekuatan hukum tetap sehingga tidak dapat diajukan gugatan ke peradilan umum, Pengadilan Tata Usaha Negara, atau badan peradilan lain, kecuali atas putusan ‘tidak dapat diterima’ yang menyangkut kompetensi.[36]

    Lantas dalam pengadilan pajak upaya hukum apa saja yang dapat dilakukan? Terhadap putusan Pengadilan Pajak dapat dilakukan upaya peninjauan kembali sebanyak 1 kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak, dengan alasan:[37]

    1. Jika putusan didasarkan pada kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau berdasarkan bukti-bukti yang dinyatakan hakim pidana sebagai bukti palsu;
    2. Jika ada bukti tertulis baru yang penting dan menentukan;
    3. Jika dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari yang dituntut;
    4. Jika bagian dari tuntutan belum diputus tanpa adanya pertimbangan penyebabnya; atau
    5. Jika putusan nyata-nyata tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang diubah ketiga kalinya dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dan diubah keempat kalinya dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang;
    2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa;
    3. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak;
    4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
    5. Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

    [1] Pasal 1 angka 12 Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (“PP 135/2000”)

    [2] Pasal 2 PP 135/2000

    [3] Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (“UU Pengadilan Pajak”)

    [4] Pasal 1 angka 7 UU Pengadilan Pajak

    [5] Pasal 23 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (“UU 28/2007”)

    [6] Pasal 31 ayat (3) UU Pengadilan Pajak

    [7] Pasal 37 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (“UU 19/2000”)

    [8] Pasal 31 ayat (1) UU Pengadilan Pajak

    [9] Pasal 41 ayat (1) UU Pengadilan Pajak

    [10] Pasal 41 ayat (1) UU Pengadilan Pajak

    [11] Pasal 40 UU Pengadilan Pajak

    [12] Pasal 40 ayat (4) UU Pengadilan Pajak dan penjelasannya

    [13] Pasal 1 angka 9 UU 19/2000

    [14] Pasal 37 ayat (2) UU 19/2000 dan penjelasannya

    [15] Pasal 44 ayat (1) UU Pengadilan Pajak

    [16] Pasal 45 ayat (1) huruf b UU Pengadilan Pajak

    [17] Pasal 45 ayat (2) UU Pengadilan Pajak

    [18] Pasal 45 ayat (3) UU Pengadilan Pajak

    [19] Pasal 45 ayat (4) UU Pengadilan Pajak

    [20] Pasal 45 ayat (5) UU Pengadilan Pajak

    [21] Pasal 48 ayat (2) UU Pengadilan Pajak

    [22] Pasal 50 ayat (2) UU Pengadilan Pajak

    [23] Pasal 50 ayat (3) UU Pengadilan Pajak  

    [24] Pasal 53 dan penjelasannya UU Pengadilan Pajak

    [25] Pasal 54 ayat (1) dan (2) UU Pengadilan Pajak

    [26] Pasal 54 ayat (3) UU Pengadilan Pajak

    [27] Pasal 55 – Pasal 56 UU Pengadilan Pajak

    [28] Pasal 69 jo. Pasal 70 UU Pengadilan Pajak

    [29] Penjelasan Pasal 69 UU Pengadilan Pajak

    [30] Pasal 76 UU Pengadilan Pajak dan penjelasannya

    [31] Pasal 77 ayat (1) UU Pengadilan Pajak

    [32] Pasal 80 ayat (1) UU Pengadilan Pajak

    [33] Pasal 43 ayat (1) dan (2) UU Pengadilan Pajak

    [34] Pasal 43 ayat (3) dan (4) UU Pengadilan Pajak

    [35] Pasal 77 ayat (2) UU Pengadilan Pajak

    [36] Pasal 80 ayat (2) UU Pengadilan Pajak dan penjelasannya

    [37] Pasal 89 ayat (1), Pasal 90, dan Pasal 91 UU Pengadilan Pajak

    Tags

    amnesti pajak
    hakim pajak

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya

    21 Des 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!