Setelah membaca kronologi yang Anda sampaikan, agar mempermudah pembahasan kasus ini, kami akan menyebut “orang lain” dalam kasus Anda dengan inisial X. Berdasarkan kronologi singkat di atas, kami asumsikan bahwa pada mulanya Anda melakukan pembelian sebuah mobil dengan pembiayaan dari sebuah perusahaan/lembaga pembiayaan (leasing) yang pelunasannya dilakukan dengan cara pencicilan/kredit. Namun, dalam perjanjian dengan pihak perusahaan pembiayaan, yang tertulis sebagai pihak pembeli adalah si X, dengan adanya kesepakatan tertentu antara Anda dan X. Karena X yang terdaftar sebagai pembeli, maka Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB) mobil tersebut juga dibuat atas nama si X.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam artikel Mobil Ditarik Perusahaan Pembiayaan, Masih Harus Bayar Cicilan?, pada umumnya praktik pembiayaan konsumen oleh perusahaan pembiayaan seperti ini dilakukan dengan pembebanan jaminan fidusia kepada pembeli.
Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (“UU Jaminan Fidusia”) menyatakan:
Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Dalam proses fidusia ini, kedudukan para pihak adalah sebagai berikut:
Pemberi Fidusia : X
Pemberi fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi pemilik benda yang menjadi objek jaminan fidusia.[1]
Penerima Fidusia : Perusahaan Pembiayaan
Penerima fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan jaminan fidusia.[2]
Pihak Ketiga : Anda
Secara hukum, Anda merupakan pihak ketiga dalam proses fidusia, meskipun Anda yang membayar pelunasan biaya pembelian mobil oleh X.
Sebagai penjelasan lebih lanjut mengenai kedudukan para pihak dalam kasus ini, pada mulanya X yang terdaftar sebagai pembeli secara hukum merupakan pemilik dari mobil yang dibeli. Namun kemudian, sebagai jaminan pelunasan biaya pembelian, atas mobil tersebut dibebankan jaminan fidusia. Konsekuensinya, sebagaimana yang ditegaskan dalam artikel Masalah Fidusia Ulang, benda yang telah didaftarkan jaminan fidusia-nya secara resmi hak kepemilikannya telah beralih ke penerima fidusia. Jadi, pada dasarnya, mobil yang dibeli oleh X telah menjadi kepemilikan dari perusahaan pembiayaan tersebut, sampai dengan biaya pembelian mobil tersebut selesai dilunasi.[3]
Karena X merupakan pemberi fidusia, maka ia juga terikat ketentuan dalam UU Jaminan Fidusia. Pasal 23 ayat (2) UU Jaminan Fidusia menyatakan:
Pemberi Fidusia dilarang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan kepada pihak lain Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang tidak merupakan benda persediaan, kecuali dengan persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia.
Dengan adanya ketentuan di atas, pada dasarnya objek jaminan fidusia (dalam hal ini adalah mobil), tidak dapat dialihkan dengan cara apapun tanpa adanya persetujuan dari penerima fidusia (perusahaan pembiayaan). Artinya, apabila X telah mengalihkan mobil kepada Anda tanpa adanya persetujuan tertulis dari perusahaan pembiayaan, maka tindakan tersebut tidaklah dibenarkan.
Selanjutnya, berdasarkan kronologi yang Anda ceritakan di atas, pihak leasing/perusahaan pembiayaan tidak mau memberikan BPKB, sekalipun Anda telah melunasi pembayaran/cicilan tanpa adanya Kartu Tanda Penduduk (KTP) dari X selaku pemberi fidusia yang sah secara hukum.
Hal tersebut memang dibenarkan oleh UU Jaminan Fidusia, karena memang pada awalnya yang menjadi para pihak dalam perjanjian fidusia ini hanyalah X selaku pemberi fidusia dan pihak perusahaan pembiayaan selaku penerima fidusia.
Dengan kata lain, apabila cicilan pembayaran telah dilunasi seluruhnya, maka yang berhak atas kepemilikan kembali atas mobil yang dibuktikan dengan BPKB mobil adalah pemberi fidusia yang sah, yang tidak lain adalah X. Jadi, memang benar yang dilakukan oleh pihak perusahaan pembiayaan dengan tidak memberikan BPKB kepada Anda selaku pihak ketiga, mengingat hal ini juga berkaitan dengan ketentuan Pasal 24 UU Jaminan Fidusia yang selengkapnya berbunyi:
Penerima Fidusia tidak menanggung kewajiban atas akibat tindakan atau kelalaian Pemberi Fidusia baik yang timbul dari hubungan kontraktual atau yang timbul dari perbuatan melanggar hukum sehubungan dengan penggunaan dan pengalihan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
Oleh karena ketentuan pasal di atas, sangat wajar tindakan yang dilakukan oleh pihak perusahaan pembiayaan yang tidak dapat memberikan BPKB tersebut kepada Anda.
Berdasarkan penjelasan yang telah kami sampaikan, untuk bisa mendapatkan BPKB mobil tersebut, bagaimanapun juga Anda tetap harus berusaha menghadirkan X dan KTP aslinya karena X merupakan pihak yang berhak atas BPKB selaku pemberi fidusia.
Anda juga dapat membuat laporan ke kepolisian atas dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh X, jika pengalihan mobil dilakukan tanpa adanya persetujuan tertulis dari perusahaan pembiayaan, sesuai Pasal 36 UU Jaminan Fidusia yang berbunyi:
Pemberi Fidusia yang mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) yang dilakukan tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Penerima Fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)
Mengingat status X saat ini merupakan buronan sebagaimana yang Anda sampaikan, Anda dapat membantu kepolisian untuk mencari informasi tentang keberadaan X, agar X cepat ditemukan dan Anda dapat meminta bantuannya untuk memproses pengambilan BPKB.
Selain itu, saran kami, jika ke depannya Anda membeli kendaraan bermotor dengan cara mencicil dan melalui perusahaan pembiayaan, sebaiknya tetap diatasnamakan Anda sendiri, untuk menghindari permasalahan hukum di kemudian hari, karena hal ini berkaitan dengan hak dan kewajiban Anda selaku pembeli.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum: