KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Sahkah Donor Sperma di Indonesia?

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Sahkah Donor Sperma di Indonesia?

Sahkah Donor Sperma di Indonesia?
Renata Christha Auli, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Sahkah Donor Sperma di Indonesia?

PERTANYAAN

Selain prosedur bayi tabung, suami istri di Indonesia bolehkah donor sperma di Indonesia untuk memiliki anak? Kemudian bagaimana aturannya jika dokter melakukan malpraktik ketika menjalankan prosedur tersebut?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Upaya memiliki anak di luar cara alami telah diatur dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Contoh prosedur yang dilakukan adalah bayi tabung sebagai reproduksi buatan. Namun, apakah donor sperma termasuk dalam reproduksi buatan yang sah di Indonesia? Kemudian, apa sanksi jika dokter melakukan malpraktik?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Donor sperma adalah salah satu upaya memiliki anak di luar cara alami. Namun, sebelum membahas lebih lanjut mengenai donor sperma, sebaiknya kita pahami terlebih dahulu pengertian inseminasi.

    KLINIK TERKAIT

    Dokter Hewan Malapraktik, Ini Sanksi Hukumnya

    Dokter Hewan Malapraktik, Ini Sanksi Hukumnya

     

    Pengertian Inseminasi

    Inseminasi adalah pemasukan sperma ke dalam saluran genitalia betina. Dari perspektif ilmu, keterampilan, dan model, inseminasi adalah pengembangan, penyebaran, atau penangkaran. Sedangkan inseminasi buatan adalah penempatan sperma ke dalam uterus atau kandungan telur yang dilakukan dengan bantuan manusia.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Dalam dunia kedokteran, teknik inseminasi buatan yang telah dikembangkan salah satunya dikenal dengan teknik Fertilisasi in Vitro (“FIV”), atau masyarakat biasa menyebutnya dengan bayi tabung.[1] Secara bahasa, Fertilisasi In Vitro terdiri dari dua suku kata yakni Fertilisasi dan In Vitro. Fertilisasi adalah pembuahan sel telur wanita oleh spermatozoa pria, sedangkan In Vitro artinya di luar tubuh. Dengan demikian, fertilisasi in vitro berarti proses pembuahan sel telur wanita oleh spermatozoa pria, yang terjadi di luar tubuh.[2]

    Teknologi FIV mempertemukan ovum dengan sel sperma di laboratorium sampai terjadi pembuahan dan hasil pembuahan (embrio) dikembalikan ke rahim si ibu untuk dibiarkan berkembang menjadi janin. Yang dimaksud dengan embrio adalah perkembangan lebih lanjut dari hasil pembuahan sperma dan ovum sampai terbentuk blastokista.[3]

    Selain FIV atau bayi tabung, terdapat teknik inseminasi buatan yang dikenal dengan donor sperma. Menurut Collins Dictionary, donor sperma adalah ketika pria menyediakan sperma untuk digunakan dalam proses pembuahan buatan (artificial fertilization). Sedangkan menurut Merriam Webster Dictionary, donor sperma adalah kegiatan di mana seorang pria memberikan spermanya ke bank sperma, agar dapat digunakan untuk membantu wanita mengandung.

    Bank sperma adalah tempat yang melayani pembekuan dan penyimpanan sperma ke dalam larutan nitrogen cair guna mempertahankan fertilisas sperma. Dalam terminologi medis, bank sperma disebut cryobanking. Cryobanking merupakan suatu teknik penyimpanan sel cryopreserved untuk digunakan di kemudian hari. Pada dasarnya, semua sel dalam tubuh manusia dapat disimpan dengan menggunakan teknik dan alat tersebut. Sehingga sel mampu bertahan hidup untuk jangka waktu tertentu.[4]

     

    Dasar Hukum Inseminasi di Indonesia

    Di Indonesia, teknis inseminasi buatan dilakukan dengan menggunakan Teknologi Reproduksi Berbantu. Hal ini diselenggarakan dalam rangka membantu pasangan suami istri yang tidak subur untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

    Selaras dengan Pasal 1 angka 1 Permenkes 39/2010, Teknologi Reproduksi Berbantu adalah upaya medis, pasangan suami istri yang sukar memperoleh keturunan, dapat memperolehnya melalui metode fertilisasi in-vitro dan pemindahan embrio (FIV-PE) dengan menggunakan peralatan dan cara-cara yang mutakhir.

    Sebagaimana telah dijelaskan, bayi tabung atau FIV merupakan inseminasi bantuan atau kehamilan di luar cara alami. Di Indonesia inseminasi bantuan/reproduksi bantuan diatur dalam Pasal 40 ayat (1) dan (2) PP 61/2014 yang berbunyi:

    1. Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara Alamiah hanya dapat dilakukan pada pasangan suami istri yang terikat perkawinan yang sah dan mengalami ketidaksuburan atau infertilitas untuk memperoleh keturunan.
    2. Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara Alamiah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan menggunakan hasil pembuahan sperma dan ovum yang berasal dari suami istri yang bersangkutan dan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal.

    Sehingga, di Indonesia upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan antara suami dan istri yang terikat perkawinan yang sah, artinya sperma dan ovum tidak boleh berasal dari orang lain. Hal ini juga diatur dalam Pasal 127 ayat (1) huruf a UU 36/2009 yang berbunyi:

    Upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:

    1. hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal.

    Baca juga: Aspek Hukum tentang Surrogate Mother (Ibu Pengganti)

     

    Sanksi Pidana dan Perdata Atas Malpraktik

    Malpraktik atau malpractice berasal dari kata ‘mal’ yang artinya buruk. Sedang kata ‘practice’ merupakan suatu tindakan atau praktik. Dengan demikian, secara harfiah malpraktik berarti tindakan medis buruk yang dilakukan oleh dokter dalam hubungannya dengan pasien. Malpraktik merupakan suatu kegiatan yang salah yang dilakukan oleh dokter dan tidak sesuai dengan standar operasional prosedurnya.[5]

    Menurut Penjelasan Pasal 2 ayat (1) Kode Etik Kedokteran Indonesia (“Kodeki”), seorang dokter wajib mempertahankan standar profesi, integritas moral dan kejujuran intelektual dirinya sebagai dasar pengambilan keputusan profesional. Keputusan profesional tersebut berarti ditujukan kepada sikap, tindakan, perilaku dokter yang memiliki niat baik konsisten, kesungguhan dan ketuntasan kerja, integritas ilmiah dan sosial sebagai wujud dari integritas moral dan kejujuran intelektual. Oleh karena itu, tindakan yang tidak sesuai dengan standar profesi (malpraktik) tentu bertentangan dengan Kodeki.

    Pemberian sanksi terhadap dokter yang melanggar etik dapat berupa penasihatan, peringatan lisan, peringatan tertulis, pembinaan perilaku, pendidikan ulang (re-schooling), hingga pemecatan keanggotaan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), baik secara sementara atau pun permanen. Pada umumnya sanksi etik tersebut bersifat pembinaan, kecuali pemecatan keanggotaan yang bersifat permanen atau pencabutan keanggotaan seumur hidup.[6]

    Kemudian, Pasal 66 ayat (1) UU 29/2004 menegaskan setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran, dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.

    Jika keputusan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia menyatakan salah, dokter yang bersangkutan akan dikenai sanksi disiplin berupa:[7]

    1.  
    2. pemberian peringatan tertulis;
    3. rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik; dan/atau
    4. kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi.

    Dari perspektif hukum pidana, malpraktik juga diatur di KUHP dan termasuk dalam kategori kealpaan yang diatur dalam Bab XXI, yaitu:

    Pasal 359 KUHP

    Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.

     

    Pasal 360 KUHP

    1. Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mendapatkan luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.
    2. Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan paling lama enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat juta lima ratus rupiah.[8]

     

    Pasal 361 KUHP

    Jika kejahatan yang diterangkan dalam bab ini dilakukan dalam menjalankan suatu jabatan atau pencarian, maka pidana ditambah dengan sepertiga dan yang bersalah dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencarian dalam mana dilakukan kejahatan dan hakim dapat memerintahkan supaya putusannya diumumkan.

    Selain pidana, tindakan malpraktik dokter juga dapat digugat secara perdata. Perlakuan medis dokter yang menyimpang dari standar prosedur operasional dan standar profesi, yang menimbulkan kerugian pasien dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum (“PMH”) yang diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata, yakni:

    Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.

    Berdasarkan pasal tersebut, karena ada perkataan “karena salahnya”, tindakan malpraktik kedokteran dapat diterapkan pada Pasal 1365 KUH Perdata.[9] Akan tetapi, untuk dapat mengajukan gugatan PMH, ada 4 syarat dalam Pasal 1365 KUH Perdata yang wajib dipenuhi, antara lain:[10]

    1. Pasien harus mengalami suatu kerugian;
    2. Ada kesalahan atau kelalaian (di samping perseorangan, rumah sakit juga bisa bertanggung jawab atas kesalahan atau kelalaian pegawainya);
    3. Ada hubungan kausal antara kerugian dan kesalahan;
    4. Perbuatan itu melanggar hukum/PMH.

    Menurut M.A. Moegni Djojodirdjo, ada beberapa jenis ganti rugi yang dapat dipertanggungjawabkan kepada seseorang yang memenuhi Pasal 1365 KUHPer, yaitu:[11]

    1. ganti rugi atas kerugian dalam bentuk uang;
    2. ganti rugi dalam bentuk natura atau pengembalian keadaan pada keadaan semula;
    3. pernyataan bahwa perbuatan yang dilakukan adalah bersifat melawan hukum;
    4. larangan untuk melakukan suatu perbuatan;
    5. meniadakan sesuatu yang diadakan secara melawan hukum;
    6. pengumuman daripada keputusan atau dari sesuatu yang telah diperbaiki.

    Meskipun donor sperma sudah menjadi hal lumrah di luar negeri, akan tetapi tidak di Indonesia. UU 36/2009 dan PP 61/2014 telah menegaskan inseminasi buatan/reproduksi buatan hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah.

    Dengan kata lain, hukum di Indonesia melarang warganya untuk menerima donor sperma dari orang lain selain dari suami sendiri, atau penggunaan ovum dari orang lain selain dari istri sendiri.

    Dengan demikian, donor sperma adalah upaya memiliki anak di luar cara alamiah yang tidak sah menurut hukum di Indonesia. Indonesia hanya mengakui Fertilisasi In Vitro dan pemindahan embrio terhadap pasangan suami dan istri.

    Jika dokter diduga melakukan tindakan tidak sesuai dengan standar operasional prosedur atau malpraktik, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dokter dapat dikenakan pertanggungjawaban secara pidana, perdata, dan sanksi disiplin.

    Baca juga: Langkah-langkah yang Dapat Dilakukan Pasien Korban Malpraktik

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwi bahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

    Demikian jawaban dari kami tentang keabsahan donor sperma di Indonesia, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
    3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran;
    4. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
    5. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
    6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan;
    7. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi;
    8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 039/MENKES/SK/I/2010 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu;
    9. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP.

     

    Referensi:

    1. A.A. Ngr. Dwi Dananjaya (et.al), Sanksi Malpraktik dan Resiko Medik yang Dilakukan oleh Dokter, Jurnal Analogi Hukum, Vol. 1, No. 1, 2019;
    2. Anna Rozaliyani (et.al), Prinsip Penetapan Sanksi bagi Pelanggaran Etik Kedokteran, Jurnal Etika Kedokteran Indonesia, Vol. 2, No. 1, 2018.
    3. Mutia Sezia Nur Aini, Akibat Hukum Malpraktik Terhadap Dokter Ditinjau dari Hukum Perdata, Jurnal Privat Law, Vol. 8, No. 2, 2020;
    4. Nur Rahmawati (et.al), Tinjauan RUU Ketahanan Keluarga tentang Larangan Jual Beli dan Donor Sperma atau Ovum dalam Perspektif Hukum Pidana, Jurnal Lontar Merah, Vol. 3, No. 1, 2020;
    5. Sri Redjeki Slamet, Tuntutan Ganti Rugi dalam Perbuatan Melawan Hukum: Suatu Perbandingan dengan Wanprestasi, Lex Jurnalica, Vol 10, No. 2, 2013;
    6. Wiryawan Permadi (et.al), Hanya 7 Hari Memahami Fertilisasi In Vitro, Bandung: Refika Aditama, 2008;
    7. Venny Sulistyani (et.al), Pertanggungjawaban Perdata Seorang Dokter dalam Kasus Malpraktek Medis, Lex Jurnalica, Vol. 12, No. 2, 2015;
    8. Zahrowati, Bayi Tabung (Fertilisasi In Vitro) dengan Menggunakan Sperma Donor dan Rahim Sewaan (Surrogate Mother) dalam Perspektif Hukum Perdata, Jurnal Holrev, Vol. 1, No. 2, 2017;
    9. Collins Dictionary, diakses pada 10 Juni 2022, pukul 07.24 WIB;
    10. Inseminasi, diakses pada 16 Juni 2022, pukul 07.24 WIB;
    11. Inseminasi buatan, diakses pada 16 Juni 2022, pukul 07.24 WIB;
    12. Kode Etik Kedokteran Indonesia, diakses pada 15 Juni 2022, pukul 17.23 WIB;
    13. Merriam Webster Dictionary, diakses pada 10 Juni 2022, pukul 09.18 WIB.

    [1] Wiryawan Permadi (et.al), Hanya 7 Hari Memahami Fertilisasi In Vitro, Bandung: Refika Aditama, 2008, hal. 1-2

    [2] Zahrowati, Bayi Tabung (Fertilisasi In Vitro) dengan Menggunakan Sperma Donor dan Rahim Sewaan (Surrogate Mother) dalam Perspektif Hukum Perdata, Jurnal Holrev, Vol. 1, No. 2, 2017, hal. 201

    [3] Penjelasan Pasal 40 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi

    [4] Nur Rahmawati (et.al), Tinjauan RUU Ketahanan Keluarga Tentang Larangan Jual Beli dan Donor Sperma atau Ovum dalam Perspektif Hukum Pidana, Jurnal Lontar Merah, Vol. 3, No. 1, 2020, hal. 268

    [5] A.A. Ngr. Dwi Dananjaya (et.al), Sanksi Malpraktik dan Resiko Medik yang Dilakukan oleh Dokter, Jurnal Analogi Hukum, Vol.1, No. 1, 2019, hal. 7

    [6] Anna Rozaliyani (et.al), Prinsip Penetapan Sanksi bagi Pelanggaran Etik Kedokteran, Jurnal Etika Kedokteran Indonesia, Vol. 2, No. 1, 2018, hal. 21.

    [7] Pasal 69 ayat (3) Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

    [8] Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP

    [9] Mutia Sezia Nur Aini, Akibat Hukum Malpraktik Terhadap Dokter Ditinjau dari Hukum Perdata, Jurnal Privat Law, Vol. 8, No. 2, 2020, hal. 291

    [10] Venny Sulistyani (et.al), Pertanggungjawaban Perdata Seorang Dokter dalam Kasus Malpraktek Medis, Lex Jurnalica, Vol. 12, No. 2, 2015, hal. 148

    [11] Sri Redjeki Slamet, Tuntutan Ganti Rugi dalam Perbuatan Melawan Hukum: Suatu Perbandingan dengan Wanprestasi, Lex Jurnalica, Vol 10, No. 2, 2013, hal. 113

    Tags

    dokter
    malpraktik

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Ingin Rujuk, Begini Cara Cabut Gugatan Cerai di Pengadilan

    1 Sep 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!