Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Sebelumnya, kami asumsikan bahwa Anda dan suami Anda beragama Islam dan tunduk pada hukum Islam positif di Indonesia.
Wewenang atas Harta Bersama
Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha esa.
Dari keterangan Anda, kami asumsikan bahwa perkawinan Anda dengan suami dilakukan secara sah, sehingga, menurut Pasal 35 ayat (1) UU Perkawinan, harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
Mengenai harta bersama, suami atau istri dapat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak.
[1]
Jadi, jika rumah itu adalah harta yang Anda dapatkan dalam ikatan perkawinan, maka harta tersebut merupakan harta bersama yang setiap perbuatan hukum terhadap harta bersama itu harus melalui persetujuan bersama pasangan, kecuali misalnya, jika harta yang Anda dapatkan itu adalah warisan, hibah, atau hadiah, maka rumah tersebut adalah hak Anda,
[2] bukan harta bersama.
Undang-undang juga mengatur secara tegas mengenai hak dan kewajiban suami, antara lain, dapat dilihat dalam Pasal 30 UU Perkawinan yang mengatakan:
Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.
Terhadap permasalahan Anda, suami Anda telah jelas mengingkari kewajibannya sebagai suami, karena tidak jujur kepada istri mengenai uang hasil sewa perusahaan seluler tersebut.
Hal ini sejalan dengan Pasal 34 ayat (1) UU Perkawinan yang berbunyi:
Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
Berdasarkan keterangan Anda, diketahui bahwa belum ada perceraian antara Anda dengan suami dan Anda dengan suami masih terikat dalam perkawinan yang sah secara hukum positif.
Kami asumsikan bahwa tidak ada perjanjian perkawinan antara Anda dengan suami mengenai percampuran/pemisahan harta dalam ikatan perkawinan, sehingga dengan demikian, Anda memiliki hak atas harta bersama dan Anda harus ikut menandatangani perjanjian sewa menyewa untuk Menara 3G tersebut. Jika Anda tidak ikut menandatangani sebagai istri, perjanjian itu dapat dibatalkan.
Langkah Hukum
Perceraian yang sah adalah jika:
[3]Gugatan perceraian diajukan kepada pengadilan;
Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada istrinya mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri disertai dengan alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu dalam hal pasangan suami istri beragama Islam.
Karena belum ada perceraian berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, antara Anda dengan suami masih ada ikatan suami istri, sehingga perpanjangan perjanjian sewa menyewa untuk Menara 3G tersebut tidak sah dan dapat dibatalkan.
Untuk menuntut hak Anda atas bagian sewa Menara 3G dan kebutuhan hidup Anda dan anak-anak, Anda bisa menggugat suami ke Pengadilan Agama dengan tuntutan agar suami memberikan bagian hak Anda atas sewa dan agar memberikan nafkah kepada Anda sebagai istri dan biaya hidup anak Anda.
Jika hal itu memang tidak bisa membuat suami Anda berubah, Anda dapat mempertimbangkan untuk mengajukan gugat cerai kepada suami Anda, karena tidak ada keharmonisan rumah tangga antara Anda dengan suami Anda.
Saran kami, sebelum melakukan upaya gugatan cerai terhadap suami Anda, alangkah lebih baiknya jika Anda dan suami membahasnya secara bersama-sama terlebih dahulu.
Keterlibatan keluarga dari suami dan istri akan lebih baik agar membantu mencari solusi atas permasalahan Anda, karena keluarga Anda pun pasti tetap menginginkan Anda dan suami tetap akur.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
[1] Pasal 36 ayat (1) UU Perkawinan
[3] Pasal 40 ayat (1) UU Perkawinan dan Pasal 129 KHI