Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;
Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka Commanditaire Vennootschap (“CV”) atau Persekutuan Komanditer merupakan salah satu bentuk badan usaha yang tergolong sebagai pengusaha/pemberi kerja yang memiliki kewajiban untuk tunduk pada peraturan perundang-undangan mengenai ketenagakerjaan yang berlaku.
Mengenai Upah
Setiap pengusaha (termasuk CV tempat Anda bekerja) wajib tunduk pada ketentuan mengenai pengupahan sebagaimana diatur Pasal 90 ayat (1) jo. Pasal 89 ayat (1) UU Ketenagakerjaan yang antara lain mengatur bahwa pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum, baik upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota (sering disebut Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK)), maupun upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota (sering disebut Upah Minimum Sektoral (UMS)).
Pengusaha dilarang membayar upah pekerja lebih rendah dari upah minimum.
Dalam hal pengusaha tidak mampu membayar upah minimum, maka pengusaha dapat mengajukan penangguhan pelaksanaan upah minimum.
Upah Minimum terdiri atas:
Upah Minimum Provinsi (“UMP”) atau Upah Minimum Kabupaten/Kota (“UMK”);
[1]
Upah Minimum Sektoral Provinsi (“UMSP”) atau Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (“UMSK”);
[2]
Anda hanya menyebutkan gaji pokok Rp 900 ribu, lalu tunjangan toko Rp 50 ribu, tetapi tidak menyebutkan berapa nominal tunjangan kinerja yang Anda peroleh. Kami asumsikan total upah yang Anda terima dalam sebulan adalah Rp 1 juta. Bahwa berdasarkan ketentuan yang telah dijelaskan sebelumnya,
upah Anda berada di bawah UMK untuk Kota Depok, sehingga Anda dapat melakukan perundingan dengan pihak perusahaan (bipartit), apabila perundingan bipartit tidak terjadi kesepakatan maka langkah selanjutnya adalah mediasi dengan perusahaan dan mediator (tripartit), jika tetap tidak terjadi kesepakatan maka Anda dapat menempuh tahap akhir yaitu mengajukan
gugatan perselisihan hak pada Pengadilan Hubungan Industrial (“PHI”) Bandung.
[3]
Selain itu, Anda dapat menempuh upaya pidana yakni dengan melaporkan pengusaha ke pihak kepolisian. Sesuai dengan Pasal 185 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, terhadap perusahaan Anda dapat dikenakan sanksi pidana sebagai berikut:
Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 90 ayat (1), Pasal 143, dan Pasal 160 ayat (4) dan ayat (7), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).
Mengenai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (“BPJS”)
Pemberi Kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta kepada BPJS sesuai dengan program Jaminan Sosial yang diikuti dan pekerja berhak untuk mendaftarkan diri sebagai peserta program jaminan sosial atas tanggungan pemberi kerja apabila pemberi kerja telah nyata-nyata tidak mendaftarkan pekerjanya pada BPJS.
Apabila pemberi kerja tidak mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta BPJS, maka dapat diberikan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (1) dan (2) UU BPJS yang selengkapnya berbunyi sebagai berikut:
Pemberi Kerja selain penyelenggara negara yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dan setiap orang yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dikenai sanksi administratif.
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
Teguran tertulis;
Denda; dan/atau
Tidak mendapat pelayanan publik tertentu.
Mengenai Status Pegawai Tetap
Berdasarkan Pasal 59 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, perjanjian kerja waktu tertentu (“PKWT”) atau yang biasa kita dengar dengan pegawai kontrak hanya dapat diterapkan untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:
pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;
pekerjaan yang bersifat musiman; atau
pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
Selanjutnya dalam Pasal 59 ayat (4) UU Ketenagakerjaan dikatakan bahwa PKWT tersebut dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun. Artinya jika ditotal, maka PKWT paling lama adalah untuk jangka waktu 3 (tiga) tahun.
Oleh karena Anda telah bekerja selama 5 (lima) tahun, maka demi hukum status Anda berubah menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu (“PKWTT”) atau pegawai tetap sebagaimana diatur dalam Pasal 59 ayat (7) UU Ketenagakerjaan sebagai berikut:
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) maka demi hukum menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu.
Mengenai Slip Gaji
Pengusaha wajib memberikan bukti pembayaran upah yang memuat rincian upah yang dterima oleh pekerja/buruh pada saat upah dibayarkan.
Sayangnya, tidak terdapat aturan mengenai sanksi bagi perusahaan yang tidak mau menyerahkan slip gaji atau bukti pembayaran upah kepada pekerja/pegawai. Akan tetapi terhadap hal tersebut Anda dapat menempuh upaya hukum berupa membuat pengaduan kepada pengawas ketenagakerjaan pada Dinas Ketenagakerjaan. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan pada Pasal 60 ayat (2) PP Pengupahan yang menyatakan:
Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan yang berasal dari:
pengaduan; dan/atau
tindak lanjut hasil pengawasan ketenagakerjaan.
Mengenai Peraturan Perusahaan
Mengenai peraturan perusahaan dapat kami jelaskan bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 20 UU Ketenagakerjaan:
Peraturan Perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan.
Kemudian berdasarkan Pasal 108 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, memberikan ketegasan bahwa:
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang wajib membuat peraturan perusahaan yang mulai berlaku setelah disahkan oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk.
Namun hal tersebut tidak wajib jika sudah memiliki perjanjian bersama yang dinyatakan dalam ayat (2).
Sanksi bagi perusahaan yang melanggar ketentuan Pasal 108 ayat (1) UU Ketenagakerjaan dapat dikenakan berupa pidana denda yang dinyatakan dalam Pasal 188 ayat (1) UU Ketenagakerjaan:
Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2), Pasal 38 ayat (2), Pasal 63 ayat (1), Pasal 78 ayat (1), Pasal 108 ayat (1), Pasal 111 ayat (3), Pasal 114, dan Pasal 148, dikenakan sanksi pidana denda paling sedikit Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Terkait pengusaha yang tidak memberitahukan peraturan perusahaan yang kepada Anda, pengusaha telah melanggar ketentuan pada Pasal 114 UU Ketenagakerjaan yang menyatakan:
Pengusaha wajib memberitahukan dan menjelaskan isi serta memberikan naskah peraturan perusahaan atau perubahannya kepada pekerja/buruh.
Pemberitahuan dilakukan dengan cara:
[4] membagikan salinan peraturan perusahaan kepada setiap pekerja/buruh,
menempelkan di tempat yang mudah dibaca oleh para pekerja/buruh, atau
memberikan penjelasan langsung kepada pekerja/buruh.
Jika pengusaha melanggar kewajiban pemberitahuan isi peraturan perusahaan tersebut, sanksinya sama dengan yang tercantum dalam Pasal 188 ayat (1) UU Ketenagakerjaan.
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa peraturan perusahaan harus dibuat secara tertulis dan harus disosialisasikan kepada seluruh pekerja di perusahaan tersebut. Oleh karena perusahaan tempat Anda bekerja melanggar ketentuan tersebut, maka Anda dapat melakukan upaya hukum melalui
bipartit, tripartit, dan pengajuan gugatan perselisihan kepentingan[5] melalui PHI Bandung seperti yang telah kami dijelaskan sebelumnya.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Putusan:
[1] Pasal 1 angka 3 dan angka 4 Permenaker Upah Minimum
[2] Pasal 1 angka 5 dan angka 6 Permenaker Upah Minimum
[4] Penjelasan Pasal 114 UU Ketenagakerjaan
[5] Pasal 1 angka 3 UU PPHI