Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Jerat Pasal Pelaku Bullying di Media Sosial menurut UU ITE 2024

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Jerat Pasal Pelaku Bullying di Media Sosial menurut UU ITE 2024

Jerat Pasal Pelaku <i>Bullying</i> di Media Sosial menurut UU ITE 2024
Renata Christha Auli, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Jerat Pasal Pelaku <i>Bullying</i> di Media Sosial menurut UU ITE 2024

PERTANYAAN

Saya ingin bertanya terkait tindakan bullying di media sosial dalam hal ini melalui WhatsApp yang di dalamnya terkandung penghinaan nama baik dan menyerang kehormatan seseorang yang dilakukan oleh kelompok tertentu. Penghinaan dilakukan oleh lebih dari 2 orang. Bagaimana bunyi pasal tentang bullying menurut UU ITE terbaru/ UU ITE 2024? Apa langkah hukum yang bisa dilakukan korban cyberbullying?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pasal bullying di media sosial dalam bentuk penghinaan, menyerang kehormatan/nama baik seseorang diatur dalam Pasal 27A UU 1/2024. Sedangkan perbuatan yang dilarang khususnya terkait ancaman pencemaran diatur secara terpisah oleh Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024. Namun, selain diatur dalam UU 1/2024, bullying berupa menghina dengan ucapan kata-kata kasar seperti makian, cacian, dan/atau kata-kata tidak pantas, sekalipun dilakukan melalui sistem elektronik, dapat dijerat dengan KUHP dan UU 1/2023 atas dasar penghinaan ringan.

    Lantas apa sanksi yang dapat dikenakan terhadap pelaku cyberbullying dan langkah apa yang bisa ditempuh korban?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul Jerat Pasal Pelaku Bullying di Media Sosial yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 20 Juli 2018, kemudian dimutakhirkan pertama kali oleh Dian Dwi Jayanti, S.H. pada 12 April 2023.

    Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.

    KLINIK TERKAIT

    Hukumnya Menuduh Orang Lain Lewat Medsos menurut UU ITE 2024

    Hukumnya Menuduh Orang Lain Lewat Medsos menurut UU ITE 2024

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan Pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Sebelum menjawab pertanyaan Anda, perlu diketahui kata bullying dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan istilah perundungan. Bullying adalah tindakan penggunaan kekuasaan untuk menyakiti seseorang atau sekelompok orang baik secara verbal, fisik, maupun psikologis sehingga korban merasa tertekan, trauma, dan tak berdaya.[1] Selain itu, bullying juga dapat diartikan sebagai bentuk-bentuk perilaku kekerasan, dimana terjadi pemaksaan secara psikologis ataupun fisik terhadap seseorang atau sekelompok orang yang lebih “lemah” oleh seseorang atau sekelompok orang.[2]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Sedangkan yang dimaksud dengan cyberbullying atau perundungan digital adalah bentuk intimidasi yang menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk keperluan yang disengaja, dilakukan terus menerus, dengan tujuan untuk merugikan orang lain dengan cara mengintimidasi, mengancam, menyakiti atau menghina harga diri orang lain, hingga menimbulkan permusuhan oleh seorang individu atau kelompok.[3] Secara singkat, cyberbullying adalah kekerasan melalui media sosial.[4]

    Adapun yang dimaksud dengan media sosial (“medsos”), disarikan dari artikel Apakah Blackberry Messenger (BBM) Termasuk Media Sosial?, secara sederhana dapat diartikan sebagai media yang digunakan untuk berinteraksi dengan orang-orang yang terhubung dalam suatu jaringan. Dengan keterhubungan tersebut, mereka dapat berbagi, antara satu dan yang lain, ide atau gagasan serta informasi lainnya baik teks, gambar, atau bahkan video.

    Ini artinya, layanan WhatsApp sebagai media untuk berbagi teks, gambar, atau bahkan video yang bertujuan untuk menjalin interaksi dengan orang-orang yang terhubung di dalamnya termasuk dinamakan media sosial.

    Perlu diketahui bahwa dalam Ketentuan Layanan WhatsApp menyatakan bahwa aplikasi Whatsapp harus digunakan untuk tujuan yang baik dan sesuai aturan hukum. WhatsApp melarang segala tindakan pengguna untuk memfitnah, mengancam, mengintimidasi, melecehkan, kebencian, rasial, yang ilegal atau tidak pantas.

    Tindak Pidana Penghinaan Ringan dalam KUHP

    Pada dasarnya, bullying berupa menghina dengan ucapan kata-kata kasar seperti makian, cacian, dan/atau kata-kata tidak pantas, sekalipun dilakukan melalui sistem elektronik atau medsos, pelaku dapat dijerat dengan pasal tindak pidana penghinaan ringan. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam artikel Ancaman Pidana Bagi Netizen yang Berkomentar Body Shaming.

    Tindak pidana penghinaan ringan diatur dalam Pasal 315 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan Pasal 436 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[5] yaitu tahun 2026 sebagai berikut:

    Pasal 315 KUHPPasal 436 UU 1/2023
    Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama 4 bulan 2 minggu atau pidana denda paling banyak Rp4.5 juta.[6]Penghinaan yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap orang lain baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang yang dihina tersebut secara lisan atau dengan perbuatan atau dengan tulisan yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, dipidana karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II, yaitu Rp10 juta.[7]

    Unsur-unsur serta penjelasan selengkapnya mengenai pasal tindak pidana penghinaan ringan dapat Anda baca pada artikel Bunyi Pasal 315 KUHP tentang Penghinaan Ringan.

    Pasal Bullying di Media Sosial menurut UU 1/2024

    Selain diatur dalam KUHP dan UU 1/2023, mengenai pasal bullying di media sosial atau pasal cyberbullying dalam bentuk penghinaan, menyerang kehormatan/nama baik seseorang, kami juga mengacu pada ketentuan UU 1/2024 tentang perubahan kedua UU ITE. Pada prinsipnya, menyerang kehormatan/nama baik seseorang termasuk dalam perbuatan yang dilarang dalam Pasal 27A UU 1/2024 yaitu:

    Setiap Orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik.

    Menurut Penjelasan Pasal 27A UU 1/2024, yang dimaksud dari perbuatan “menyerang kehormatan atau nama baik” adalah perbuatan yang merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri orang lain sehingga merugikan orang tersebut, termasuk menista dan/atau memfitnah.

    Kemudian, orang yang melanggar Pasal 27A UU 1/2024 berpotensi dipidana penjara maksimal 2 tahun, dan/atau denda maksimal Rp400 juta, sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (4) UU 1/2024.

    Baca juga: Ini Bunyi Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang Dianggap Pasal Karet

    Lebih lanjut, perbuatan yang dilarang khususnya terkait ancaman pencemaran diatur secara terpisah oleh Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024, yaitu:

    Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan ancaman pencemaran atau dengan ancaman akan membuka rahasia, memaksa orang supaya:

    1. memberikan suatu barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain; atau
    2. memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang.

    Berdasarkan Penjelasan Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024, yang dimaksud dengan “ancaman pencemaran” adalah ancaman menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum.

    Kemudian, orang yang melanggar ketentuan dalam Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024, berpotensi dipidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda maksimal Rp1 miliar, sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (10) UU 1/2024.

    Sementara, jika perbuatan penghinaan di media sosial dilakukan bersama-sama (lebih dari 1 orang) maka orang-orang itu dipidana atas perbuatan turut serta melakukan tindak pidana (medepleger).[8]

    “Turut serta melakukan” di sini dalam arti kata “bersama-sama melakukan”, sedikitnya harus ada dua orang, orang yang melakukan (pleger) dan orang yang turut melakukan (medepleger) peristiwa pidana. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam artikel Perbedaan Turut Serta dan Pembantuan Tindak Pidana.

    Tindak Pidana Aduan

    Sebagai informasi, tindak pidana dalam Pasal 27A UU 1/2024 adalah tindak pidana aduan, sehingga tindak pidana ini hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari korban atau orang yang terkena tindak pidana, dan bukan oleh badan hukum.[9] Selain itu, perbuatan dalam Pasal 27A UU 1/2024 tidak dapat dipidana jika dilakukan untuk kepentingan umum atau jika dilakukan karena terpaksa membela diri.[10]

    Sama halnya dengan ketentuan tersebut, tindak pidana dalam Pasal 27B ayat (2) UU 1/2024 juga hanya dapat dituntut atas pengaduan korban.[11]

    Putusan MK No. 50/PUU-VI/2008 mengenai konstitusionalitas Pasal 27 ayat (3) UU ITE (sebelum diubah oleh Pasal 27A dan Pasal 27B ayat (2) UU 1/2023) juga menegaskan bahwa Pasal 27 ayat (3) UU ITE merupakan delik aduan (hal. 110). Ini berarti, perkara dapat diproses hukum jika ada aduan dari orang yang dihina di WhatsApp.

    Kemudian, sebagaimana dijelaskan dalam artikel Hukum Pencemaran Nama Baik di Media Sosial, dalam menentukan adanya penghinaan atau pencemaran nama baik, konten dan konteks menjadi bagian yang sangat penting untuk dipahami. Tercemarnya atau rusaknya nama baik seseorang secara hakiki hanya dapat dinilai oleh orang yang bersangkutan. Dengan kata lain, korbanlah yang dapat menilai secara subjektif tentang konten atau bagian mana dari informasi atau dokumen elektronik yang ia rasa telah menyerang kehormatan atau nama baiknya.

    Sedangkan, konteks berperan untuk memberikan nilai objektif terhadap konten. Pemahaman akan konteks mencakup gambaran mengenai suasana hati korban dan pelaku, maksud dan tujuan pelaku dalam mendiseminasi informasi, serta kepentingan-kepentingan yang ada di dalam pendiseminasian (penyebarluasan) konten. Oleh karena itu, untuk memahami konteks, mungkin diperlukan pendapat ahli, seperti ahli bahasa, ahli psikologi, dan ahli komunikasi.

    Baca juga: Fenomena Spill The Tea di X, Adakah Jerat Hukumnya?

    Langkah yang Dapat Dilakukan Korban Bullying di Media Sosial

    Secara hukum, seseorang yang merasa nama baiknya dicemarkan dapat melakukan upaya pengaduan kepada aparat penegak hukum setempat, yakni kepolisian. Selengkapnya dapat Anda baca dalam artikel Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya.

    Untuk diketahui, perbuatan pencemaran nama baik, penghinaan, penistaan, dan lainnya termasuk pada bentuk ujaran kebencian sebagaimana dimaksud dalam Angka 2 huruf f SE Hate Speech.

    Kita sebagai masyarakat yang terlibat dalam perbuatan ujaran kebencian dapat memanfaatkan SE Hate Speech sebagai dasar untuk meminta anggota Polri memediasi atau mempertemukan pelaku dengan korban ujaran kebencian. Hal ini karena salah satu kewajiban anggota Polri apabila ditemukan perbuatan yang berpotensi mengarah pada tindak pidana ujaran kebencian adalah mempertemukan pihak yang diduga melakukan ujaran kebencian dengan korban dan mencari solusi perdamaian antara pihak-pihak yang bertikai.[12]

    Anggota Polri perlu melakukan tindakan preventif dan apabila tindakan preventif sudah dilakukan oleh anggota Polri namun tidak menyelesaikan masalah yang timbul akibat dari tindakan ujaran kebencian, maka penyelesaian dilakukan salah satunya melalui penegakan hukum atas dugaan terjadinya tindak pidana ujaran kebencian.[13]

    Contoh Kasus

    Sebagai contoh dapat kita lihat dalam Putusan PN Sleman No. 471 /Pid.Sus/2013/PN.Slmn. Diketahui terdakwa di akun Twitter miliknya meluapkan kejengkelannya dengan men-tweet kata-kata kasar dan tidak pantas kepada saksi penjaga kos. Saksi merasa dirugikan dan merasa dipermalukan atas tuduhan terdakwa yang menyerang harga dirinya, merasa malu dan dilecehkan nama baiknya (hal. 4 – 5).

    Hakim memutuskan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan mentransmisikan dan membuat dapat diaksesnya informasi elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”sebagaimana dimaksud Pasal 27 ayat (3) jo. Pasal 45 ayat (1) UU ITE. Hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama 4 bulan dan denda sebesar Rp 1 juta, subsidair satu bulan kurungan (hal. 29 – 30).

    Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
    3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    4. Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP,;
    5. Surat Edaran Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor SE/6/X/2015 Tahun 2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian (Hate Speech).

    Putusan:

    1. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU-VI/2008;
    2. Putusan Pengadilan Negeri Sleman Nomor 471 /Pid. Sus /2013/PN.Slmn.

    Referensi

    1. Ela Zain Zakiyah (et.al). Faktor yang Mempengaruhi Remaja dalam Melakukan Bullying. Jurnal Penelitian & PPM Universitas Padjadjaran, Vol. 4, No. 2, 2017;
    2. Friskilla Clara S.A.T (et.al). Kebijakan Hukum Pidana dalam Upaya Penanggulangan Cyberbullying dalam Upaya Pembaharuan Hukum Pidana. Diponegoro Law Journal, Vol. 5, No. 3, 2016;
    3. Nurlaila Sari Rumra dan Bety Agustina Rahayu. Perilaku Cyberbullying Remaja. Jurnal Ilmiah Kesehatan Jiwa, Vol. 3, No. 1, 2021;
    4. Ketentuan Layanan WhatsApp, diakses pada Jumat, 17 Januari 2024, pukul 16.00 WIB.

    [1] Ela Zain Zakiyah (et.al). Faktor yang Mempengaruhi Remaja dalam Melakukan Bullying. Jurnal Penelitian & PPM Universitas Padjadjaran, Vol. 4, No. 2, 2017, hal. 325

    [2] Ela Zain Zakiyah (et.al). Faktor yang Mempengaruhi Remaja dalam Melakukan Bullying. Jurnal Penelitian & PPM Universitas Padjadjaran, Vol. 4, No. 2, 2017, hal. 326

    [3] Friskilla Clara S.A.T (et.al). Kebijakan Hukum Pidana dalam Upaya Penanggulangan Cyberbullying dalam Upaya Pembaharuan Hukum Pidana. Diponegoro Law Journal, Vol. 5, No. 3, 2016, hal. 2

    [4] Nurlaila Sari Rumra dan Bety Agustina Rahayu. Perilaku Cyberbullying Remaja. Jurnal Ilmiah Kesehatan Jiwa, Vol. 3, No. 1, 2021, hal. 41

    [5] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana  (“UU 1/2023”)

    [6] Pasal 3 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP, denda dilipatgandakan menjadi 1.000 (seribu) kali

    [7] Pasal 79 ayat (1) huruf b UU 1/2023

    [8]  Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Pasal 20 huruf c UU 1/2023

    [9] Pasal 45 ayat (5) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU 1/2024”)

    [10] Pasal 45 ayat (7) UU 1/2024

    [11] Pasal 45 ayat (11) UU 1/2024

    [12] Angka 3 huruf a angka 5d Surat Edaran Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor SE/6/X/2015 Tahun 2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian (Hate Speech) (“SE Hate Speech”)

    [13] Angka 3 huruf b SE Hate Speech

    Tags

    media sosial
    pencemaran nama baik

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Pindah Kewarganegaraan WNI Menjadi WNA

    25 Mar 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!