Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Selain itu, penting untuk dipahami definisi dari beberapa hal di bawah ini:
Pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi.
[1] Ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata.
[2]
Menurut Pasal 36 UU Hak Cipta, kecuali diperjanjikan lain, pencipta dan pemegang hak cipta atas ciptaan yang dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan yaitu pihak yang membuat ciptaan.
Yang dimaksud dengan "hubungan kerja atau berdasarkan pesanan" adalah ciptaan yang dibuat atas dasar hubungan kerja di
lembaga swasta atau atas dasar pesanan pihak lain.
[4]
Jadi, Anda sebagai orang yang menciptakan karya tersebut dapat mengklaim sebagai pencipta dan pemegang hak cipta atas karya Anda tersebut. Pengecualiannya yaitu apabila ada perjanjian yang menentukan siapa pemegang hak ciptanya.
Anda menjelaskan bahwa ada “peraturan perusahaan” yang menyebutkan bahwa seluruh hasil kerja selama bekerja di perusahaan menjadi milik perusahaan. Menurut kami, peraturan perusahaan ini tidak dapat dikategorikan sebagai perjanjian yang dimaksud dalam Pasal 36 UU Hak Cipta. Dari
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) kita ketahui bahwa peraturan perusahaan (“PP”) adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan. PP ini disusun oleh dan menjadi tanggung jawab dari pengusaha yang bersangkutan.
[5] Jadi, PP adalah peraturan yang bersifat sepihak, bukan perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak. Oleh karena itu, menurut kami PP tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai perjanjian yang dimaksud dalam Pasal 36 UU Hak Cipta, dan seharusnya hak cipta berada pada Anda, bukan perusahaan.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas mengenai definisi dari pencipta, pada dasarnya yang menjadi pencipta adalah orang (individu) bukan perusahaan.
Pengecualiannya ada pada Pasal 37 UU Hak Cipta, yaitu dalam hal badan hukum melakukan pengumuman, pendistribusian, atau komunikasi atas ciptaan yang berasal dari badan hukum tersebut, dengan tanpa menyebut seseorang sebagai pencipta, yang dianggap sebagai pencipta yaitu badan hukum, kecuali jika terbukti sebaliknya.
Jadi, bisa saja suatu badan hukum dianggap sebagai pencipta, apabila ia melakukan pengumuman, pendistribusian, atau komunikasi atas ciptaan yang berasal dari badan hukum tersebut, dengan tanpa menyebut seseorang sebagai pencipta. Akan tetapi, apabila kemudian dapat dibuktikan sebaliknya, maka badan hukum tersebut bukan penciptanya.
Selanjutnya, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah. Jadi, perusahaan bisa menjadi pemegang hak cipta, apabila ia telah menerima hak tersebut dari Anda sebagai pencipta (contohnya, melalui perjanjian tertulis sebagaimana diatur dalam Pasal 16 ayat (2) huruf e UU Hak Cipta), atau menerima lebih lanjut hak cipta tersebut dari pihak lain yang menerima hak itu. Apabila ternyata perusahaan tidak pernah menerima hak cipta itu dari Anda sebagai pencipta atau dari pihak lain, maka ia tidak dapat mengklaim sebagai pemegang hak cipta, karena pemegang hak ciptanya adalah Anda sebagai pencipta.
Sebagaimana telah diuraikan di atas, perusahaan dapat menjadi pemegang hak cipta atas ciptaan Anda apabila ternyata dalam perjanjian Anda telah memberikan hak cipta tersebut kepada perusahaan, atau apabila perusahaan telah memperoleh hak cipta itu dari pihak lain yang memegang hak cipta.
Selain itu dapat juga apabila tercantum dalam perjanjian kerja bahwa yang menjadi pencipta dan pemegang hak cipta adalah perusahaan. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.
[6] Hal ini tidak menyalahi ketentuan perjanjian kerja berdasarkan
Pasal 54 ayat (2) UU Ketenagakerjaan jo. Pasal 36 UU Hak Cipta.
Pertanyaannya adalah apakah dengan demikian Anda tidak bisa dan tidak boleh membuat cerita lain dengan memakai gambar/karakter yang sama untuk dimuat di media lain? Ketika secara hukum pencipta dan pemegang hak cipta atas karya tersebut adalah perusahaan, maka Anda tidak dapat menggunakan karya tersebut, kecuali atas izin dari perusahaan. Karena yang memiliki hak ekonomi untuk melakukan perbuatan seperti pengumuman dan penggandaan ciptaan adalah perusahaan Anda.
[7]Mengenai royalti, hal ini terkait dengan perjanjian lisensi. Seorang pemegang hak cipta berhak untuk memberikan lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian tertulis untuk melaksanakan perbuatan mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya.
[8] Perjanjian lisensi ini, disertai dengan kewajiban
pemberian royalti kepada pemegang hak cipta oleh penerima lisensi selama jangka waktu lisensi.
[9] Tetapi perlu dipahami ketika kondisinya adalah perusahaan sebagai pencipta dan pemegang hak cipta, maka Anda tidak memiliki hak untuk menuntut royalti tersebut.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
[1] Pasal 1 angka 2 UU Hak Cipta
[2] Pasal 1 angka 3 UU Hak Cipta
[3] Pasal 1 angka 4 UU Hak Cipta
[4] Penjelasan Pasal 36 UU Hak Cipta
[5] Pasal 109 UU Ketenagakerjaan
[6] Pasal 1 angka 14 UU Ketenagakerjaan
[8] Pasal 80 ayat (1) UU Hak Cipta
[9] Pasal 80 ayat (3) UU Hak Cipta