Akta Pemberian Hak Tanggungan
Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”) berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.[1]
klinik Terkait:
Pemberian hak tanggungan tersebut dilakukan dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (“APHT”) oleh pejabat pembuat akta tanah (“PPAT”).[2] APHT merupakan akta PPAT yang berisi pemberian hak tanggungan kepada kreditor tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya.[3]
Dengan demikian, dalam pemberian hak tanggungan, terdapat 2 pihak yang terlibat, yaitu:
- Pemberi hak tanggungan, yaitu orang perseorangan/badan hukum yang mempunyai kewenangan melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan yang bersangkutan,[4] yang pada umumnya merupakan debitur.
- Penerima hak tanggungan, yaitu orang perseorangan/badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang[5] atau kreditur.
Dari ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa APHT dibuat oleh PPAT sebagai bukti pemberian hak tanggungan dari pemberi hak tanggungan, yang pada umumnya merupakan debitur (peminjam/si berutang), kepada kreditur (pemberi pinjaman/si berpiutang) selaku penerima hak tanggungan sebagai jaminan untuk pelunasan utangnya, yang memberikan kedudukan yang diutamakan bagi keditur yang bersangkutan terhadap kreditur lainnya.
Baca juga: APHT (Akte Pemberian Hak Tanggungan)
Biaya Pembuatan APHT
berita Terkait:
Pada dasarnya, Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PP 24/2016”) mengatur, bahwa uang jasa (honorarium) PPAT dan PPAT sementara, termasuk uang jasa (honorarium) saksi tidak boleh melebihi 1% dari harga transaksi yang tercantum di dalam akta.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka secara hukum, PPAT berhak memperoleh uang jasa (honorarium), dalam hal ini atas jasanya membuat APHT, maksimal 1% dari harga transaksi yang tercantum di dalam akta.
Namun, patut diperhatikan, biaya ini belum termasuk jasa-jasa lainnya yang diberikan dalam proses pembuatan hingga terbitnya sertifikat hak tanggungan. Sebab, dalam praktik terdapat jasa-jasa lain yang dapat diberikan oleh PPAT selain dari pengurusan akta, misalnya pengecekan status tanah.
Siapa yang Menanggung Biaya Pembuatan APHT?
Kemudian, menjawab pertanyaan Anda, siapakah pihak yang wajib menanggung biaya pembuatan APHT?
Boby Sofyan, S.H., M.Kn., Notaris di Kota Tangerang yang juga menjabat sebagai PPAT, menerangkan bahwa pada dasarnya APHT merupakan perjanjian accessoir (turunan) dari perjanjian utamanya, yaitu perjanjian utang-piutang. Sehingga, pihak yang menanggung segala biaya yang timbul dari pembuatan APHT adalah debitur atau pemberi hak tanggungan.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;
- Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah;
- Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat; Pembuat Akta Tanah sebagaimana diubah oleh Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Catatan:
Kami telah mewawancarai Boby Sofyan, S.H., M.Kn, Notaris di Kota Tangerang sekaligus PPAT via telepon, pada Selasa, 5 Oktober 2021 pukul 09.00 WIB.
[1] Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah (“UU Hak Tanggungan”)
[2] Pasal 10 ayat (2) UU Hak Tanggungan
[3] Pasal 1 angka 5 UU Hak Tanggungan
[4] Pasal 8 ayat (1) UU Hak Tanggungan
[5] Pasal 9 UU Hak Tanggungan