Status Karyawan Perusahaan yang Diakuisisi
Ketenagakerjaan

Status Karyawan Perusahaan yang Diakuisisi

Bacaan 5 Menit

Pertanyaan

Sebuah perusahaan PMDN A dibeli sahamnya oleh perusahaan asing B 95%. Perusahaan A merubah aktanya menjadi PMA. Bagaimana status karyawan perusahaan A, apakah otomatis menjadi karyawan perusahaan B? Kemudian, perusahaan asing C membeli perusahaan B tersebut 100% dengan transaksi di luar negeri (di head office B & C). Bagaimana status karyawan perusahaan A, apakah statusnya berubah menjadi karyawan perusahaan C? Di peraturan mana saya bisa menemukan dasar hukum terkait hak-hak karyawan yang perusahaannya di akuisisi?

Intisari Jawaban

circle with chevron up
Akuisisi atau yang disebut sebagai pengambilalihan perusahaan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut.
 
Dengan beralihnya pengendalian perusahaan, maka status karyawan di perusahaan yang diambil alih tersebut bergantung kepada kesediaan karyawan untuk melanjutkan hubungan kerja atau kesediaan pengusaha untuk menerima karyawan tersebut.
 
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

Ulasan Lengkap

 
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Status Kepegawaian Pasca-Akuisisi yang dibuat oleh Shanti Rachmadsyah, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada 10 Mei 2010.
 
Dampak Akuisisi terhadap Perusahaan
Akuisisi atau yang disebut sebagai pengambilalihan perusahaan, adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut.[1]
 
Pengambilalihan dilakukan dengan cara pengambilalihan saham yang telah dikeluarkan dan/atau akan dikeluarkan oleh perseroan melalui direksi perseroan atau langsung dari pemegang saham.[2] Adapun akibat dari akuisisi adalah beralihnya pengendalian terhadap perseroan.[3]
 
Dampak Akuisisi terhadap Karyawan
Selanjutnya, menjawab pertanyaan Anda, karena akibat hukum dari akuisisi adalah peralihan pengendalian perusahaan, maka status karyawan di perusahaan yang diambil alih tersebut bergantung kepada kesediaan karyawan untuk melanjutkan hubungan kerja atau kesediaan pengusaha untuk menerima karyawan tersebut.[4]
 
Apabila kedua belah pihak sama-sama bersedia melanjutkan hubungan kerja, maka status karyawan di perusahaan yang diambilalih tersebut tidak berubah. Sebagai penegasan, karyawan perusahaan yang diambil alih tidak berubah menjadi karyawan perusahaan yang mengambil alih, karena hubungan kerja yang terjadi adalah antara karyawan terkait dengan perusahaan yang diambil alih, dan setelah diakuisisi/diambil alih pun perusahaan tersebut tetap masih ada, hanya pengendaliannya saja yang berubah.  
 
Namun, apabila salah satu pihak tidak bersedia, maka hal ini dapat dijadikan alasan terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”). Hal ini diatur dalam Pasal 81 angka 42 UU Cipta Kerja yang memuat baru Pasal 154 A ayat (1) huruf a UU Ketenagakerjaan sebagai berikut:
 
(1) Pemutusan hubungan kerja dapat terjadi karena alasan:
(a) perusahaan melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja atau pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh;
 
Atas PHK tersebut, karyawan berhak atas uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima[5] dengan ketentuan sebagai berikut:
 
    1.  
1. Uang pesangon diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:[6]
  1. masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 bulan upah;
  2. masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun, 2 bulan upah;
  3. masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun, 3 bulan upah;
  4. masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun, 4 bulan upah;
  5. masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun, 5 bulan upah;
  6. masa kerja 5 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun, 6 bulan upah;
  7. masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun, 7 bulan upah;
  8. masa kerja 7 tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun, 8 bulan upah;
  9. masa kerja 8 tahun atau lebih 9 bulan upah.
    1.  
2. Uang penghargaan masa kerja diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:[7]
  1. masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun, 2 bulan upah;
  2. masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun, 3 bulan upah;
  3. masa kerja 9 tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 tahun, 4 bulan upah;
  4. masa kerja 12 tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 tahun, 5 bulan upah;
  5. masa kerja 15 tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 tahun, 6 bulan upah;
  6. masa kerja 18 tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 tahun, 7 bulan upah;
  7. masa kerja 21 tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 tahun, 8 bulan upah;
  8. masa kerja 24 tahun atau lebih, 10 bulan upah.
3. Uang penggantian hak yang seharusnya diterima, meliputi:[8]
  1. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
  2. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat pekerja/buruh diterima bekerja
  3. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
 
Perlu dicatat bahwa aturan lebih lanjut mengenai pemberian uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak akan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah sebagai aturan pelaksana dari UU Cipta Kerja, yang hingga artikel ini diterbitkan masih belum diundangkan.
 
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
 
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
 
Dasar Hukum:
    1.  
  1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
  2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
  3. Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
 

[1] Pasal 109 angka 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (“UU Cipta Kerja”) yang mengubah Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UU PT”)
[2] Pasal 125 ayat (1) UU PT
[3] Pasal 125 ayat (3) UU PT
[4] Pasal 81 angka 42 UU Cipta Kerja yang memuat baru Pasal 154A ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”)
[5] Pasal 81 angka 44 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 156 ayat (1) UU Ketenagakerjaan
[6] Pasal 81 angka 44 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 156 ayat (2) UU Ketenagakerjaan
[7] Pasal 81 angka 44 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 156 ayat (3) UU Ketenagakerjaan
[8] Pasal 81 angka 44 UU Cipta Kerja yang mengubah ketentuan Pasal 156 ayat (4) UU Ketenagakerjaan
 
Tags: