Status Mahar Jika Gagal Nikah, Bisakah Diminta Lagi?
Keluarga

Status Mahar Jika Gagal Nikah, Bisakah Diminta Lagi?

Bacaan 4 Menit

Pertanyaan

Adik laki-laki saya harusnya akan menikah pada bulan Oktober kemarin. Akan tetapi, gagal nikah karena mahar dan permasalahan lainnya. Rencana pernikahannya pun dibatalkan oleh calon pasangannya (pihak wanita). Padahal, adik saya sudah menyerahkan sejumlah uang ke pihak wanita (uang hantaran dan uang mahar). Apakah kami bisa membawanya ke jalur hukum karena tidak ada niat baik mereka untuk mengembalikan? Terima kasih.

Intisari Jawaban

circle with chevron up

Tidak ada dasar hukum yang mengatur mengenai uang hantaran karena merupakan salah satu prosesi dalam adat yang tidak diatur dalam hukum positif, berbeda dengan mahar. 

Pemberian mahar merupakan suatu hal yang wajib bagi calon mempelai pria untuk memberikannya kepada calon mempelai wanita. Mahar tersebut harus langsung diberikan kepada calon mempelai wanita dan sejak saat itu menjadi hak pribadinya. Lantas bisakah minta pengembalian mahar karena gagal nikah?

 

Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

Ulasan Lengkap

 

Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Batal Nikah, Bagaimana Status Mahar yang Terlanjur Diberikan? yang dibuat oleh Timothy Vito Setiajaya, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Rabu, 15 Desember 2021.

Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

 

Uang Hantaran dan Mahar

Sebelum menjawab status mahar jika gagal nikah serta uang mahar yang telah diberikan, perlu kita ketahui terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan uang hantaran dan mahar.

Uang hantaran adalah uang untuk kegunaan dan persiapan perkawinan yang diberikan kepada pihak perempuan dari pihak laki-laki, yang mana ketentuannya diatur oleh adat masyarakat setempat.

Terkait uang hantaran, perlu disampaikan bahwa tidak ada dasar hukum yang mengatur uang hantaran ini, karena uang hantaran ini merupakan salah satu prosesi dalam adat yang tidak diatur dalam hukum positif, berbeda dengan mahar.

Selanjutnya soal mahar, ketentuan Pasal 1 huruf d KHI menerangkan bahwa mahar adalah pemberian dari calon mempelai pria kepada calon mempelai wanita, baik berbentuk barang, uang atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum Islam. Sifat dari pemberian mahar ini merupakan suatu hal yang wajib bagi calon mempelai pria untuk memberikannya kepada pihak wanita yang mana untuk bentuk, jumlah, dan jenisnya disepakati oleh kedua belah pihak.[1]

Dalam KHI juga disebutkan bahwa kewajiban menyerahkan mahar bukanlah merupakan rukun dalam perkawinan, maksudnya di sini adalah kelalaian tidak menyebut mahar pada saat akad nikah berlangsung tidak mengakibatkan perkawinan tidak sah.[2]

 

Status Kepemilikan Mahar Jika Gagal Menikah

Mengenai pemberian mahar ini, Pasal 32 KHI menjelaskan bahwa pemberian mahar harus langsung diberikan kepada calon wanita dan sejak saat itu menjadi hak pribadinya.

Mahar juga dapat ditangguhkan dalam pemberiannya baik secara keseluruhan maupun sebagian apabila mempelai wanita menyetujui, sehingga mahar yang belum ditunaikan penyerahannya akan menjadi hutang bagi calon mempelai pria.[3]

Perintah untuk memberikan mahar kepada perempuan yang dinikahi adalah perintah yang wajib untuk dilaksanakan dan perintah tersebut tercantum dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa ayat 4 yang artinya sebagai berikut:

Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.

Selanjutnya, menjawab pertanyaan Anda, apabila didasarkan pada ketentuan dalam KHI, kami menyimpulkan bahwa tidak ada upaya hukum yang dapat dilakukan untuk meminta kembali mahar yang telah diberikan kepada calon mempelai wanita, karena kata yang digunakan dalam KHI sendiri adalah ‘calon mempelai’.

Dengan kata lain, secara harfiah, meskipun belum terjadi akad, saat sudah ada kesepakatan mengenai jumlah dan jenis dari mahar tersebut dan telah diberikan kepada calon mempelai wanita, maka hal tersebut merupakan hak kepemilikan calon mempelai wanita.

Demikian jawaban dari kami seputar status mahar jika gagal menikah, semoga bermanfaat.

 

Dasar Hukum:

Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.

 


[2] Pasal 34 ayat (1) dan (2) KHI

[3] Pasal 33 KHI

Tags: