Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Strategi Pemerintah Menanggulangi Penyebaran HIV/AIDS

Share
copy-paste Share Icon
Hak Asasi Manusia

Strategi Pemerintah Menanggulangi Penyebaran HIV/AIDS

Strategi Pemerintah Menanggulangi Penyebaran HIV/AIDS
BBKH Fakultas Hukum Universitas PasundanBBKH Fakultas Hukum Universitas Pasundan
BBKH Fakultas Hukum Universitas Pasundan
Bacaan 10 Menit
Strategi Pemerintah Menanggulangi Penyebaran HIV/AIDS

PERTANYAAN

Bagaimana pemerintah menanggulangi penyebaran HIV/AIDS di masyarakat? Apa saja kebijakan pemerintah pusat/pemerintah daerah?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Stigma negatif dan diskriminasi masyarakat menjadi kendala dalam membuat kebijakan pemerintah atau regulasi tentang penanggulangan HIV/AIDS karena kurangnya partisipasi masyarakat.
     
    Sebenarnya peraturan perundang-undangan di tingkat nasional, terutama pada tingkat peraturan menteri, sudah menguraikan berbagai strategi pemerintah untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS, termasuk keterlibatan pemerintah daerah dalam sinergi antara pemerintah pusat dan daerah, komunitas, dan masyarakat sipil untuk menanggulangi penyebaran HIV/AIDS di daerah, misalnya dengan mendorong terbentuknya lembaga swadaya masyarakat.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Penyebaran HIV/AIDS di Indonesia
    Sebelum membahas mengenai langkah dan kebijakan pemerintah Indonesia dalam menanggulangi penyebaran HIV/AIDS di masyarakat, ada perlunya mengetahui kondisi penyebaran HIV/AIDS di Indonesia.
     
    Pada tahun 2017, di Indonesia, ada 48 ribu orang terjangkit HIV dan 9.280 orang terjangkit AIDS sebagaimana kami kutip dari artikel Situasi Umum HIV/AIDS dan Tes HIV dari laman Kementerian Kesehatan (hal. 1).
     
    Dikutip dari artikel Stigma terhadap Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA) dari laman Kementerian Sosial, fenomena yang terjadi di masyarakat Indonesia terkait dengan stigma kepada orang dengan HIV/AIDS adalah:
    1. Ketakutan akan stigma dan diskriminasi, kendala utama penanganan HIV/AIDS;
    2. Stigma HIV/AIDS masih berkutat pada masalah seks;
    3. Paradigma baru pola transmisi HIV/AIDS yang didominasi oleh pengguna narkotika intravena.
     
    Stigma di atas menjadi kendala dalam membuat kebijakan pemerintah atau regulasi tentang penanggulangan HIV/AIDS karena kurangnya partisipasi masyarakat. Padahal, kebijakan di tingkat nasional sudah ada, namun implementasinya di tingkat daerah masih jauh dari ideal.
     
    Strategi Pemerintah Pusat
    Berdasarkan Pasal 5 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS (“Permenkes 21/2013”) menyatakan bahwa strategi yang dipergunakan dalam melakukan kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS meliputi:
    1. meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan HIV dan AIDS melalui kerja sama nasional, regional, dan global dalam aspek legal, organisasi, pembiayaan, fasilitas pelayanan kesehatan dan sumber daya manusia;
    2. memprioritaskan komitmen nasional dan internasional;
    3. meningkatkan advokasi, sosialisasi, dan mengembangkan kapasitas;
    4. meningkatkan upaya penanggulangan HIV dan AIDS yang merata, terjangkau, bermutu, dan berkeadilan serta berbasis bukti, dengan mengutamakan pada upaya preventif dan promotif;
    5. meningkatkan jangkauan pelayanan pada kelompok masyarakat berisiko tinggi, daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan serta bermasalah kesehatan;
    6. meningkatkan pembiayaan penanggulangan HIV dan AIDS;
    7. meningkatkan pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia yang merata dan bermutu dalam penanggulangan HIV dan AIDS;
    8. meningkatkan ketersediaan, dan keterjangkauan pengobatan, pemeriksaan penunjang HIV dan AIDS serta menjamin keamanan, kemanfaatan, dan mutu sediaan obat dan bahan/alat yang diperlukan dalam penanggulangan HIV dan AIDS; dan
    9. meningkatkan manajemen penanggulangan HIV dan AIDS yang akuntabel, transparan, berdaya guna dan berhasil guna.
     
     
    Tingginya kasus HIV dan AIDS saat ini adalah karena, salah satunya, ketidakpedulian masyarakat dalam penanggulangan HIV dan AIDS selama ini.
     
    Peningkatan kasus ini bisa dicermati dari beberapa sudut pandang. Salah satunya, dari sudut pandang kesehatan. Infeksi HIV dan AIDS melewati perjalanan infeksi tanpa gejala berkisar 7 – 10 tahun. Mereka yang terinfeksi terlihat seperti orang sehat, padahal dalam tubuhnya sudah ada HIV yang bisa menular kepada orang lain dan kepada mereka yang belum memiliki gejala dari penyakit tersebut.
     
    Sehingga bagi mereka yang berperilaku berisiko, tanpa menyadari, mereka telah menularkan virus tersebut pada orang lain, termasuk pasangannya.
     
    Maka dalam hal ini, pemerintah juga telah mengeluarkan kebijakan untuk menanggulangi HIV sebagai penyakit menular melalui Pasal 11 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Penyakit Menular:
     
    Upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan dalam Penanggulangan Penyakit Menular dilakukan melalui kegiatan:
    1. promosi kesehatan;
    2. surveilans kesehatan;
    3. pengendalian faktor risiko;
    4. penemuan kasus;
    5. penanganan kasus;
    6. pemberian kekebalan (imunisasi)
    7. pemberian obat pencegahan secara massal; dan
    8. kegiatan lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.
     
     
    Selain itu, jumlah perempuan yang terinfeksi HIV dari tahun ke tahun semakin meningkat, seiring dengan meningkatnya jumlah laki-laki yang melakukan hubungan seksual secara tidak aman, yang menularkan pada pasangan seksualnya.
     
    Secara khusus, infeksi HIV pada ibu hamil dapat mengancam kehidupan ibu serta bayinya. Lebih dari 90% kasus anak terinfeksi HIV, ditularkan melalui proses penularan dari ibu ke anak atau Mother to Child HIV Transmission.
     
    Hal ini sebagaimana kami kutip dari artikel Turunkan Risiko Penularan HIV dari Ibu ke Bayi, Dinkes Riau Adakan Kegiatan Pertemuan Penanganan Persalinan ARV Dokter Spesialis Anak dan Kepala Kamar Operasi dari laman Dinas Kesehatan Provinsi Riau.
     
    HIV dapat ditularkan dari ibu yang terinfeksi HIV kepada anaknya selama kehamilan, saat persalinan dan saat menyusui. Maka, berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 Tahun 2013 tentang Pedoman Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak:
     
    Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak dilakukan melalui 4 (empat) prong/kegiatan, sebagai berikut:
    1. pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduksi;
    2. pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV positif;
    3. pencegahan penularan HIV dari ibu hamil HIV positif ke bayi yang dikandung; dan
    4. pemberian dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu HIV positif beserta anak dan keluarganya.
     
     
    Sistem kesehatan nasional yang diatur dalam Pasal 1 angka 2 jo. Pasal 4 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menegaskan bahwa pengelolaan kesehatan diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya serta dilaksanakan secara berjenjang dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat.
     
    Tanggung jawab pemerintah pusat juga telah dituangkan dalam Pasal 6 huruf a – c Permenkes 21/2013:
     
    Tugas dan tanggung jawab Pemerintah dalam penanggulangan HIV dan AIDS meliputi:
    1. membuat kebijakan dan pedoman dalam pelayanan promotif, preventif, diagnosis, pengobatan/perawatan, dukungan, dan rehabilitasi;
    2. bekerja sama dengan pemerintah daerah dalam mengimplementasikan kebijakan serta memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan;
    3. menjamin ketersediaan obat dan alat kesehatan yang diperlukan dalam penanggulangan HIV dan AIDS secara nasional.
     
     
    Strategi di Tingkat Daerah
    Kemudian, sesuai dengan semangat desentralisasi yang dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (“UU 23/2014”) dan perubahannya, maka pemerintah daerah memiliki ruang kebijakan yang luas untuk mengatasi berbagai masalah, termasuk masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat melalui pembentukan peratuan daerah yang disesuaikan dengan aspirasi yang berkembang.
     
    Berdasarkan UU 23/2014 dan perubahannya, maka Perda diakui sebagai salah satu sarana percepatan keberhasilan pembangunan serta kesejahteraan masyarakat di daerah.
     
    Selain itu, terkait keterlibatan pemerintah daerah juga tertuang dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Pembentukan Komisi Penanggulangan AIDS dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Rangka Penanggulangan HIV dan AIDS di Daerah (“Permendagri 20/2007”) yang menyatakan bahwa:
     
     
    1. Dalam rangka penanggulangan HIV dan AIDS di Provinsi dibentuk Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi.
    2. Dalam rangka penanggulangan HIV dan AIDS di Kabupaten/Kota dibentuk Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten/Kota.
    3. Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur.
    4. Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota.
     
     
    Misalnya di tingkat provinsi, Pasal 5 Permendagri 20/2007 menerangkan bahwa:
     
    Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) mempunyai tugas:
    1. mengkoordinasikan perumusan penyusunan kebijakan, strategi, dan langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka penanggulangan HIV dan AIDS sesuai kebijakan, strategi, dan pedoman yang ditetapkan oleh Komisi Penanggulangan AIDS Nasional;
    2. memimpin, mengelola, mengendalikan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan penanggulangan HIV dan AIDS di Provinsi;
    3. menghimpun, menggerakkan, menyediakan, dan memanfaatkan sumber daya yang berasal dari pusat, daerah, masyarakat, dan bantuan luar negeri secara efektif dan efisien untuk kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS;
    4. mengkoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing instansi yang tergabunG dalam keanggotaan Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi;
    5. mengadakan kerjasama regional dalam rangka penanggulangan HIV dan AIDS;
    6. menyebarluaskan informasi mengenai upaya penanggulangan HIV dan AIDS kepada aparat dan masyarakat;
    7. memfasilitasi Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten/Kota;
    8. mendorong terbentuknya LSM/kelompok Peduli HIV dan AIDS; dan
    9. melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan penanggulangan HIV dan AIDS serta menyampaikan laporan secara berkala dan berjenjang kepada Komisi Penanggulangan AIDS Nasional.
     
     
    Kami simpulkan bahwa sebenarnya kebijakan yang mendukung penanggulangan HIV/AIDS banyak bersumber dari sinergi antara pemerintah pusat dan daerah, komunitas, dan masyarakat sipil. Misalnya, sinergi antara komunitas dan dinas sosial di tingkat pemerintah daerah yang menghasilkan kebijakan yang mempermudah populasi kunci dalam mengakses layanan kesehatan.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar Hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
     
    Referensi:
    1. Stigma terhadap Orang Dengan HIV dan AIDS (ODHA), diakses pada 28 September 2020, pukul 15.28 WIB;
    2. Situasi Umum HIV/AIDS dan Tes HIV, diakses pada 28 September 2020, pukul 14.50 WIB;

    Tags

    kesehatan
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Tips Jika Menjadi Korban Penipuan Rekber

    1 Agu 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!