Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Jika Suami Selingkuh dan Hendak Menceraikan Istri yang Hamil

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Jika Suami Selingkuh dan Hendak Menceraikan Istri yang Hamil

Jika Suami Selingkuh dan Hendak Menceraikan Istri yang Hamil
Erizka Permatasari, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Jika Suami Selingkuh dan Hendak Menceraikan Istri yang Hamil

PERTANYAAN

Ada suami selingkuh dan pasangannya, seorang ibu tengah hamil 5 bulan. Mereka sudah sepakat bercerai, sebelum kehamilan terjadi. Si suami telah menjatuhkan talak secara lisan, namun setelahnya suami-istri itu melakukan hubungan badan dalam keadaan istrinya sedang mabuk, sedangkan suami dalam keadaan sadar. Kemudian, si istri menuntut suami bertanggung jawab, tetapi suami tidak mau dan tetap memilih pisah. Lalu si istri berniat aborsi. Apakah aborsi ini dibolehkan secara hukum?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Talak hanya sah secara hukum jika suami mengajukan permohonan baik secara lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama. Bagi talak yang dijatuhkan di luar Pengadilan Agama, maka talak itu hanya sah menurut hukum agama saja, tetapi belum sah menurut hukum negara. Sehingga keduanya masih berstatus suami istri.

    Kemudian, setiap orang pada dasarnya dilarang melakukan aborsi kecuali dalam keadaan tertentu sebagaimana diatur UU 36/2009. Lalu, langkah hukum apa yang bisa diupayakan oleh si istri?

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Jika Suami Selingkuh dan Ingin Menceraikan Istri yang Sedang Hamil yang dibuat oleh Erizka Permatasari, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Kamis, 11 Februari 2021.

    KLINIK TERKAIT

    Hukum Suami Mengungkit Masa Lalu Istri, Termasuk Talak?

    Hukum Suami Mengungkit Masa Lalu Istri, Termasuk Talak?

     

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Suami selingkuh dapat dijerat pidana atas pengaduan dari suami/istri sah jika perselingkuhan itu telah mengarah ke perbuatan berhubungan badan (zina), sebagaimana diatur dalam Pasal 284 KUHP atau Pasal 411 UU 1/2023

    Atas perbuatan zina yang dilakukan itu dapat menjadi salah satu alasan perceraian. Selain itu, harus ada cukup alasan bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.[1]

     

    Talak dalam Islam dan Hukum Positif

    Talak dalam Islam adalah ikrar suami di hadapan Pengadilan Agama yang menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan.[2]

    Sayuti Thalib dalam buku Hukum Kekeluargaan Indonesia: Berlaku bagi Umat Islam menyatakan bahwa asal hukum talak itu adalah haram (dilarang), namun karena ‘illat-nya (sebab), maka hukum talak itu menjadi halal, atau mubah atau kebolehan. Suami baru boleh menjatuhkan talak apabila terdapat sebab yang menghalalkannya. Dalam hal ini, talak merupakan taraf terakhir dalam penyelesaian ketidakserasian dalam rumah tangga (hal. 100).

    Selain itu, perceraian baik yang dilakukan melalui talak maupun gugat cerai tidak dapat dilakukan sembarangan, tapi hanya dapat dilakukan jika memenuhi alasan-alasan yang dibenarkan hukum, sebagai berikut:[3]

    1. salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
    2. salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya;
    3. salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
    4. salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain;
    5. salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri;
    6. antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga;
    7. suami melanggar taklik talak;
    8. peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam rumah tangga.

    Kemudian, talak dapat dikatakan sah secara hukum jika suami mengajukan permohonan baik secara lisan maupun tertulis kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal istri disertai alasan serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu.[4]

    Dengan demikian, menanggapi pernyataan Anda soal suami selingkuh yang sydah menjatuhkan talak secara lisan tersebut, talak yang diucapkan suami di luar Pengadilan Agama hanya sah menurut hukum agama saja dan belum sah menurut hukum negara. Akibatnya, ikatan perkawinan antara suami-istri tersebut belum putus secara hukum dan masih sah tercatat sebagai suami-istri.

     

    Bolehkah Menceraikan Istri yang Sedang Hamil?

    UU Perkawinan beserta perubahannya, PP 9/1975, KHI, maupun hadits tidak mengatur larangan menceraikan istri saat sedang hamil. Namun demikian, kami tetap menyarankan kepada si istri untuk menyelesaikan permasalahan ini secara damai dengan si suami, terlebih karena saat ini dalam kondisi hamil.

     

    Bolehkah Melakukan Aborsi karena Alasan Menyesal?

    Menjawab bolehkah aborsi dilakukan, kami sampaikan bahwa pada dasarnya setiap orang dilarang melakukan aborsi.[5] Namun, larangan ini dikecualikan terhadap:[6]

    1. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
    2. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.

    Selain itu, aborsi hanya boleh dilakukan sebelum kehamilan berumur 6 minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis.[7] Dengan demikian, berdasarkan alasan-alasan tersebut, sudah jelas bahwa si istri tidak boleh melakukan aborsi.

    Menjawab pertanyaan Anda, kami sarankan agar si suami dan istri yang dimaksud mempertimbangkan opsi perceraian sebagai jalan terakhir. Sebelum memutuskan bercerai, ada baiknya permasalahan tersebut diselesaikan secara kekeluargaan terlebih dahulu. Komunikasikan dua arah, dari hati ke hati.

    Selanjutnya, jika Anda membutuhkan bantuan dari pihak ketiga yang profesional di bidangnya, ada baiknya pihak suami dan istri menemui konselor perkawinan (“marriage counselor”) untuk mencari jalan keluar terbaik.

    Demikian jawaban dari kami terkait kasus talak suami selingkuh dan pertanyaan soal aborsi yang diajukan, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
    3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
    4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    5. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang yang telah ditetapkan sebagai undang-undang melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023;
    6. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;
    7. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.

    Referensi:

    Sayuti Thalib. Hukum Kekeluargaan Indonesia: Berlaku bagi Umat Islam. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press), 2014.


    [1] Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”), Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“PP 9/1975”) dan Pasal 116 Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam (“KHI”)

    [2] Pasal 117 KHI

    [3] Penjelasan Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan, Pasal 19 PP 9/1975, dan Pasal 116 KHI

    [4] Pasal 129 KHI

    [5] Pasal 75 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (“UU Kesehatan”)

    [6] Pasal 75 ayat (2) UU Kesehatan

    [7] Pasal 76 huruf a UU Kesehatan

    Tags

    cerai
    hamil

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Ingin Rujuk, Begini Cara Cabut Gugatan Cerai di Pengadilan

    1 Sep 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!