KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Teori Kedaulatan, Pemisahan Kekuasaan, dan Rule of Law

Share
copy-paste Share Icon
Ilmu Hukum

Teori Kedaulatan, Pemisahan Kekuasaan, dan Rule of Law

Teori Kedaulatan, Pemisahan Kekuasaan, dan <i>Rule of Law</i>
Renata Christha Auli, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Teori Kedaulatan, Pemisahan Kekuasaan, dan <i>Rule of Law</i>

PERTANYAAN

Apa saja jenis-jenis teori kedaulatan dalam ilmu negara? Kemudian, apa yang dimaksud dengan pemisahan kekuasaan dan rule of law?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Ilmu negara tidak akan dapat dipisahkan dari unsur negara, kedaulatan, kekuasaan, dan hukum. Sebab, hal-hal tersebut adalah ruang lingkup pembahasan dari ilmu negara itu sendiri. Melalui artikel ini, kami menerangkan beberapa teori kedaulatan, pemisahan kekuasaan menurut para filsuf, dan juga sebuah konsep penting bernama rule of law.

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    KLINIK TERKAIT

    Hubungan Ilmu Negara dengan Ilmu Hukum

    Hubungan Ilmu Negara dengan Ilmu Hukum

     

    Pengertian Kedaulatan

    Kedaulatan dalam Bahasa Inggris disebut sovereignty, dan dalam Bahasa Jerman disebut souveränität. Namun, jika ditelusuri lebih dalam, kedaulatan berasal dari bahasa latin “superanus” yang artinya teratas. Negara dikatakan berdaulat karena kedaulatan merupakan ciri hakiki dari sebuah negara. Bila dikatakan negara itu berdaulat, artinya negara memiliki kekuasaan tertinggi.[1]

    Menurut Mochtar Kusumaatmadja, dapat jelaskan bahwa pengertian kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi memiliki batasan penting, yaitu:[2]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
    1. Kekuasaan terbatas pada batas wilayah negara pemilik kekuasaan.
    2. Kekuasaan berakhir ketika kekuasaan negara lain dimulai.

    Maka, kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi negara, yaitu kekuasaan yang tidak berada di bawah kekuasaan lain. Sebagai contoh, pemerintah yang berdaulat ke dalam artinya rakyat mentaati pemerintah sehingga dapat terlaksana ketertiban hukum di negara tersebut. Sedangkan pemerintah yang berdaulat ke luar artinya negara mampu mempertahankan kemerdekaannya terhadap serangan dari pihak lain.[3]

     

    Teori Kedaulatan dalam Ilmu Negara

    Berikut ini kami jelaskan satu per satu teori-teori kedaulatan dalam ilmu negara.

    1. Teori Kedaulatan Tuhan

    Teori Kedaulatan Tuhan dipelopori oleh Agustinus dan Thomas Aquinas.[4] Menurut teori ini, kekuasaan tertinggi ada di tangan Tuhan, dengan demikian seluruh perintah negara harus merupakan implementasi dari kedaulatan Tuhan. Seluruh gerak dan aktivitas pemerintahan dan rakyat harus sesuai dengan kehendak Tuhan.[5]

    Doktrin ini juga disebut sebagai doktrin teokratis, yang merupakan upaya paling awal dan paling tua yang dilakukan oleh manusia untuk menjawab masalah atau sesuatu yang berkaitan dengan hubungan kekuasaan.[6] Berdasarkan sejarah, disebutkan bahwa banyak penguasa zaman kuno yang mengaku dirinya sebagai Tuhan, atau mengaku sebagai wakil Tuhan.[7]

    Namun, raja yang berkedudukan sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dan sebagai wakil Tuhan ternyata dapat ditaklukkan oleh raja lain yang bukan wakil Tuhan. Bahkan, pemberontak juga dapat menaklukan raja. Akibatnya, kepercayaan orang terhadap doktrin teori kedaulatan Tuhan memudar.[8]

     

    1. Teori Kedaulatan Raja

    Thomas Hobbes dapat dipandang sebagai pelopor teori kedaulatan Raja. Menurut Hobbes, teori ini berarti kekuasaan tertinggi berada pada raja dan dapat dihubungkan dengan teori pembenaran negara yang menimbulkan kekuasaan mutlak pada raja.[9]

    Raja pada umumnya bersandar pada kemampuan untuk menyakinkan rakyat bahwa ia dan keturunannya adalah orang-orang yang berhak diangkat dalam kedaulatan atau berhak mendapatkan kekuasaan yang tertinggi. Pada dasarnya, Tuhan lah yang memberikan hak untuk memerintah secara mutlak kepada para raja.

    Dengan demikian, kekuasaan politik yang dimiliki para raja tidak dapat dicabut oleh rakyat jelata. Kekuasaan mutlak tersebut membawa pada pemerintahan yang tirani, yakni raja melakukan penyelewenangan. Rakyat kemudian mulai memberontak dan menyadari kekuatan sendiri sebagai rakyat yang memiliki identitas dan hak.[10]

     

    1. Teori Kedaulatan Rakyat

    Teori kedaulatan rakyat adalah reaksi atas teori kedaulatan raja yang menghasilkan monopoli dan penyimpangan kekuasaan, yang pada akhirnya menimbulkan tirani dan kesengsaraan rakyat. Jean Jacques Rousseau mengemukakan kedaulatan rakyat melalui buku Du Contract Social.

    Menurut doktrin Rousseau mengenai Du Contract Social atau perjanjian masyarakat, dalam suatu negara natural liberty telah berubah menjadi civil liberty, yakni di mana rakyat memiliki hak-haknya. Kekuasaan rakyat sebagai yang tertinggi dalam hal ini melampaui perwakilan yang didasari suara terbanyak dari kehendak bersama (general will, volonte generale). Kehendak bersama tersebut harus berdasarkan kepentingan dari golongan yang terbanyak. Jadi, apabila hanya kepentingan satu golongan minoritas yang diutamakan, maka hal tersebut bukan merupakan kepentingan umum.[11]

    Dalam teori ini, rakyat dilibatkan dalam segala aspek penyelenggaraan negara sehingga segala urusan negara tidak ada yang terlepas dari jangkauan kedaulatan rakyat. Rakyat juga harus dilibatkan dalam pembentukan undang-undang atau hukum baik secara langsung melalui referendum ataupun melalui sistem perwakilan melalui wakil rakyat.[12] Pada intinya, keterlibatan rakyat dalam segala aspek penyelenggaraan negara adalah konsekuensi dari negara demokrasi modern.[13]

     

    1. Teori Kedaulatan Negara

    Teori kedaulatan negara dipelopori oleh Jean Bodin, Thomas Hobbes, John Austin, dan George Jellinek. Dalam teori ini, negara merupakan subjek hukum atau rechtspersoon. Sebagai subjek hukum, maka negara memiliki hak dan kewajiban seperti layaknya manusia yang dapat melakukan berbagai perbuatan atau tindakan hukum. Perbuatan atau tindakan hukum tersebut dijalankan oleh organ dan aparatur pemerintahan negara.[14]

    Dalam teori ini, negara dianggap sebagai pemegang kekuasaan tertinggi, bukan raja, bukan rakyat, dan bukan Tuhan.[15] Kekuasaan tertinggi yang ada pada negara mudah disalahgunakan oleh penguasa (raja). Hal ini terbukti pada masa pemerintahan Louis XIV di Perancis, dengan kekuasannya yang mutlak dan menganggap dirinya sebagai negara (l’etat c’est moi/ I myself am the nation).[16]

     

    1. Teori Kedaulatan Hukum

    Teori kedaulatan hukum adalah reaksi dari teori kedaulatan negara. Seperti yang dikemukakan oleh Krabbe, kekuasaan tertinggi tidak lagi berada pada raja dan negara, melainkan berada pada hukum. Sumber dari teori ini adalah kesadaran hukum setiap orang.[17]

    Dalam doktrin kedaulatan hukum, posisi hukum lebih tinggi daripada negara karena doktrin kedaulatan hukum dilandasi oleh prinsip hukum lebih tinggi daripada negara. Sebagai konsekuensinya, negara juga harus tunduk kepada hukum, atau dengan pengertian lain, hukum berdaulat atas negara.[18]

    Baca juga: Teori Kedaulatan Rakyat dan Penerapannya di Indonesia

     

    Pemisahan Kekuasaan

    Prinsip pemisahan kekuasaan dalam konstruksi filososif telah dirumuskan sejak zaman Aristoteles, dan kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh John Locke dan Montesquieu.[19] John Locke membagi pemisahan kekuasaan menjadi:[20]

    1. Legislative;
    2. Executive;
    3. Federative power of the commonwealth.

    John Locke menjelaskan bahwa lembaga legislatif merupakan lembaga yang dipilih dan disetujui oleh warga negara (chosen and appointed), yang berwenang membuat undang-undang, dan merupakan kekuasaan tertinggi dalam sebuah negara. Kekuasaan legislatif tidak perlu dilaksanakan dalam sebuah lembaga yang permanen. Alasannya, karena bukan merupakan pekerjaan rutin pemerintahan dan dikhawatirkan adanya penyimpangan kekuasaan jika lembaga dijabat oleh seseorang dalam waktu lama.[21]

    Kekuasaan eksekutif menurut John Locke memiliki tugas untuk melaksanakan undang-undang, dan termasuk kekuasaan untuk mengadili. Sedangkan kekuasaan federatif tugasnya meliputi segala tindakan untuk menjaga keamanan negara dalam hubungan dengan negara lain seperti membuat aliansi dan sebagainya. Pada zaman sekarang kita kenal dengan hubungan luar negeri.[22]

    Berbeda dengan John Locke, Montesquieu membagi jenis kekuasaan menjadi:[23]

    1. Legislatif;
    2. Eksekutif;
    3. Yudikatif.

    Pembagian tersebut dikenal dengan istilah Trias Politica.[24] Apa pengertian dari Trias Politica? Konsep Trias Politica merupakan suatu prinsip normatif bahwa kekuasaan-kekuasaan yang sebaiknya tidak diserahkan kepada orang yang sama untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak yang berkuasa.[25]

    Menurut Montesquieu, kekuasaan legislatif memiliki tugas untuk membuat undang-undang. Kekuasaan eksekutif memiliki tugas untuk menyelenggarakan undang-undang. Sedangkan kekuasaan yudikatif bertugas untuk mengadili atas pelanggaran undang-undang yang terjadi.[26]

    Baca juga: Makna Trias Politica dan Penerapannya di Indonesia

     

    Rule of Law

    Konsep rule of law merupakan istilah doktrinal yang berkembang pada abad ke-19. Konsep ini dikemukakan oleh A.V. Dicey dan memiliki beberapa karakteristik.[27] Pertama, tidak ada satu orang pun dapat diberikan hukuman kecuali oleh badan pengadilan yang berlaku umum. Kedua, tidak ada satu orang pun yang berada di atas hukum. Dalam pengertian lain, apa pun derajat dan kondisinya, orang tersebut tunduk kepada hukum yang berlaku umum yang dapat diajukan tuntutan ke pengadilan yang bersifat umum juga. Dalam situasi seperti ini terdapat kesetaraan hukum yang juga berlaku bagi para pejabat resmi yang memerintah warga negara. Ketiga, prinsip-prinsip umum konstitusi merupakan hasil dari putusan pengadilan yang menentukan hak-hak pribadi dari seseorang khususnya yang diputus oleh pengadilan.[28]

    Rule by law adalah pemerintahan yang dilaksanakan menurut hukum dibandingkan pengaturan dalam kedikatatoran adalah hal yang penting untuk menuju modernisasi. Dalam konsep ini, aturan-aturan yang ditentukan hukum lebih baik dibandingkan aturan-aturan yang bersifat personal. Dengan demikian, hukum menjadi rasional untuk mengatur atau menentukan arah perkembangan masyarakat.[29]

    Baca juga: Konsep Rule of Law dan Penerapannya di Indonesia

    Kesimpulannya, dalam mempelajari ilmu negara kita pasti perlu memahami juga berbagai teori kedaulatan, yakni teori kedaulatan tuhan, teori kedaulatan raja, teori kedaulatan rakyat, teori kedaulatan negara, dan teori kedaulatan hukum. Selain itu, konsep pembagian kekuasaan terutama trias politica merupakan sebuah konsep yang penting dalam ilmu negara, yakni terdiri dari kekuasaan legistatif, eksekutif, dan yudikatif. Tak hanya itu, konsep penting untuk menuju modernisasi, yakni rule of law juga perlu dipahami.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Referensi:

    1. Efi Yulistyowati, Penerapan Konsep Trias Politica dalam Sistem Pemerintahan Republik Indonesia: Studi Komparatif atas Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Sebelum dan Sesudah Amandemen, Jurnal Dinamika Sosial Budaya, Vol. 18, No. 2, 2016;
    2. Dody Nur Andriyan, Ilmu Negara: Sejarah, Teori, dan Filosofi Tujuan Negara, Yogyakarta: CV. Pustaka Ilmu Group, 2021;
    3. Hotma P. Sibuea, Ilmu Negara, Jakarta: Erlangga, 2014;
    4. Isharyanto, Ilmu Negara, Karanganyar: Oase Pustaka, 2016;
    5. Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005;
    6. M. Iman Santoso, Kedaulatan dan Yurisdiksi Negara dalam Sudut Pandang Keimigrasian, Jurnal Binamulia Hukum, Vol. 07, No. 1, 2018;
    7. Mochtar Kusumaatmadja (et.al), Pengantar Hukum Internasional, Bandung: Alumni, 2003;
    8. Suparto, Teori Pemisahan Kekuasaan dan Konstitusi Menurut Negara Barat dan Islam, Jurnal Hukum Islam, Vol. 19, No. 1, 2019;
    9. Merriam Webster Dictionary, yang diakses pada 8 Juli 2022, pukul 16.12 WITA.

    [1] M. Iman Santoso, Kedaulatan dan Yurisdiksi Negara dalam Sudut Pandang Keimigrasian, Jurnal Binamulia Hukum, Vol. 07, No. 1, 2018, hal. 1

    [2] Mochtar Kusumaatmadja (et.al), Pengantar Hukum Internasional, Bandung: Alumni, 2003, hal. 16-18

    [3] Dody Nur Andriyan, Ilmu Negara: Sejarah, Teori, dan Filosofi Tujuan Negara, Yogyakarta: CV. Pustaka Ilmu Group, 2021, hal. 62

    [4] Hotma P. Sibuea, Ilmu Negara, Jakarta: Erlangga, 2014, hal. 288

    [5] Isharyanto, Ilmu Negara, Karanganyar: Oase Pustaka, 2016, hal. 90

    [6] Hotma P. Sibuea, Ilmu Negara, Jakarta: Erlangga, 2014, hal. 286

    [7] Isharyanto, Ilmu Negara, Karanganyar: Oase Pustaka, 2016, hal. 90

    [8] Hotma P. Sibuea, Ilmu Negara, Jakarta: Erlangga, 2014, hal. 288

    [9] Hotma P. Sibuea, Ilmu Negara, Jakarta: Erlangga, 2014, hal. 291

    [10] Isharyanto, Ilmu Negara, Karanganyar: Oase Pustaka, 2016, hal. 91

    [11] Isharyanto, Ilmu Negara, Karanganyar: Oase Pustaka, 2016, hal. 91-92

    [12] Hotma P. Sibuea, Ilmu Negara, Jakarta: Erlangga, 2014, hal. 293

    [13] Hotma P. Sibuea, Ilmu Negara, Jakarta: Erlangga, 2014, hal. 294

    [14] Hotma P. Sibuea, Ilmu Negara, Jakarta: Erlangga, 2014, hal. 295-296

    [15] Hotma P. Sibuea, Ilmu Negara, Jakarta: Erlangga, 2014, hal. 296

    [16] Hotma P. Sibuea, Ilmu Negara, Jakarta: Erlangga, 2014, hal. 298

    [17] Isharyanto, Ilmu Negara, Karanganyar: Oase Pustaka, 2016, hal. 93

    [18] Hotma P. Sibuea, Ilmu Negara, Jakarta: Erlangga, 2014, hal. 302

    [19] Isharyanto, Ilmu Negara, Karanganyar: Oase Pustaka, 2016, hal. 125

    [20] Isharyanto, Ilmu Negara, Karanganyar: Oase Pustaka, 2016, hal. 120

    [21] Isharyanto, Ilmu Negara, Karanganyar: Oase Pustaka, 2016, hal. 120

    [22] Suparto, Teori Pemisahan Kekuasaan dan Konstitusi Menurut Negara Barat dan Islam, Jurnal Hukum Islam, Vol. 19, No. 1, 2019, hal. 135

    [23] Isharyanto, Ilmu Negara, Karanganyar: Oase Pustaka, 2016, hal. 120

    [24] Efi Yulistyowati, Penerapan Konsep Trias Politica dalam Sistem Pemerintahan Republik Indonesia: Studi Komparatif atas Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Sebelum dan Sesudah Amandemen, Jurnal Dinamika Sosial Budaya, Vol. 18, No. 2, 2016, hal. 330

    [25] Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005, hal. 152

    [26] Suparto, Teori Pemisahan Kekuasaan dan Konstitusi Menurut Negara Barat dan Islam, Jurnal Hukum Islam, Vol. 19, No. 1, 2019, hal. 135

    [27] Isharyanto, Ilmu Negara, Karanganyar: Oase Pustaka, 2016, hal. 136

    [28] Isharyanto, Ilmu Negara, Karanganyar: Oase Pustaka, 2016, hal. 136-137

    [29] Isharyanto, Ilmu Negara, Karanganyar: Oase Pustaka, 2016, hal. 140

    Tags

    anak hukum
    fakultas hukum

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Simak! Ini 5 Langkah Merger PT

    22 Mei 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!