Guna menjawab pertanyaan Anda, kami perlu asumsikan:
- A dan B terikat perjanjian utang piutang. A bertindak sebagai pihak yang berutang (“debitur”), sedangkan B bertindak sebagai pihak yang memberi utang (“kreditur”). A wanprestasi dan belum membayar utangnya dalam tenggat waktu yang telah disepakati;
- B membeli barang ke pihak ketiga (“C”) melalui perjanjian jual beli. Karena barang telah diserahkan, maka jual beli dianggap telah terjadi dan B wajib membayar harga pembelian dengan cara mencicil pada waktu dan tempat yang telah disepakati. Tapi, B wanprestasi sehingga ia dikenakan denda oleh C;
- Atas pengenaan denda tersebut, B secara sepihak memutuskan bahwa A yang menanggung denda keterlambatan pembayaran atas cicilan B ke C.
Para Pihak Wajib Memenuhi Prestasi dalam Perjanjian
Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) mendefinisikan perjanjian sebagai suatu perbuatan dengan mana 1 orang/lebih mengikatkan dirinya terhadap 1 orang lain/lebih.
klinik Terkait:
Dikutip dari Perbedaan dan Persamaan dari Persetujuan, Perikatan, Perjanjian, dan Kontrak, Prof. Subekti, S.H. dalam buku Hukum Perjanjian (hal. 1) menerangkan bahwa perjanjian menerbitkan perikatan, yakni suatu perhubungan hukum antara 2 pihak, dimana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu, yang dapat berupa memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu.[1]
Bila dikaitkan dengan kasus Anda, maka A wajib membayar utangnya ke B pada waktu yang telah di perjanjikan. Di sisi lain, B juga wajib membayar cicilan atas barang yang telah dibelinya ke C pada waktu yang telah diperjanjikan.
Penggantian Biaya, Rugi, dan Bunga Jika Wanprestasi
Jika A dan B tidak memenuhi kewajibannya di atas, maka ia wajib memberikan atau dihukum untuk mengganti biaya, rugi, dan bunga,[2] yang mulai berlaku pada saat pihak tersebut tetap lalai untuk memenuhi perikatan meskipun telah dinyatakan lalai[3], jika ia tidak dapat membuktikan bahwa wanprestasi tersebutdisebabkanoleh sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya, walaupun tidak ada iktikad buruk kepadanya.[4]
berita Terkait:
Jika ia wanprestasi karena keadaan memaksa atau hal yang terjadi secara kebetulan, maka tidak ada penggantian biaya, kerugian, dan bunga.[5] Penjelasan selengkapnya tentang keadaan memaksa dapat Anda simak Wabah Corona sebagai Alasan Force Majeur dalam Perjanjian.
Sehingga, berdasarkan ketentuan tersebut, karena A dan B selaku debitur sama-sama wanprestasi di 2 (dua) perjanjian berbeda tersebut, maka keduanya memang wajib mengganti biaya, rugi, dan bunga, kecuali jika dapat dibuktikan bahwa wanprestasi tersebutdisebabkanoleh sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat dipertanggungkan kepadanya.
Berikut ketentuan penggantian biaya, kerugian, dan bunga akibat tidak dipenuhinya suatu perikatan, sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian:
- Si berutang hanya wajib mengganti biaya, rugi, dan bunga yang nyata telah, atau sedianya harus dapat diduganya sewaktu perikatan dilahirkan, kecuali jika tidak dipenuhinya perikatan itu disebabkan tipu daya yang dilakukannya.[6]
- Jika tidak dipenuhinya perikatan disebabkan oleh tipu daya si berutang (debitur), ia hanya wajib mengganti biaya, rugi, dan bunga sebesar kerugian yang diderita si berpiutang (kreditur) dan keuntungan yang hilang darinya, sebagai akibat langsung dari tak dipenuhinya perikatan.[7]
Terhambat Bayar Cicilan, Bolehkah Denda Dibebankan ke Pihak Lain?
Lantas, jika B terhambat bayar cicilan hingga didenda oleh C, bolehkah B membebankan denda tersebut kepada A secara sepihak?
Menanggapi hal tersebut, Akhmad Budi Cahyono, S.H., M.H., dosen hukum perdata Fakultas Hukum Universitas Indonesia, menerangkan bahwa pada prinsipnya, perjanjian hanya mengikat para pihak yang membuatnya. Sehingga, perjanjian utang piutang antara A dan B maupun antara B dan C beserta hak dan kewajiban yang tercantum di dalamnya hanya mengikat bagi mereka sesuai perjanjian utang piutang di antara keduanya.
Selain itu, pada dasarnya, hukum perdata di Indonesia hanya mengatur kewajiban penggantian biaya, ganti kerugian, dan bunga terhadap kerugian yang muncul sebagaiakibat langsungdari tidak dipenuhinya perikatan, sebagaimana telah kami terangkan di atas. Adapun kerugian yang dialami B terhadap wanprestasinya A yang mengakibatkan B terhambat membayar cicilan merupakan akibat tidak langsung, sehingga denda tersebut tidak dapat dibebankan kepada A.
Sehingga, yang dapat dilakukan B ialah menuntut penggantian biaya, ganti rugi, bunga kepada A, jika A tidak dapat membuktikan bahwa ketidakmampuannya membayar utang tersebut disebabkan oleh sesuatu hal yang tidak terduga, yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya. Nantinya, biaya penggantian tersebut dapat dipergunakan B untuk membayar denda kepada C.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Catatan:
Kami telah melakukan wawancara dengan Akhmad Budi Cahyono, S.H., M.H., dosen hukum perdata Fakultas Hukum Universitas Indonesia via telepon pada Jum’at, 2 Juli 2021 pukul 08.30 WIB.
[1] Pasal 1234 KUH Perdata
[2] Pasal 1239 KUH Perdata
[3] Pasal 1243 KUH Perdata
[4] Pasal 1244 KUH Perdata
[5] Pasal 1245 KUH Perdata
[6] Pasal 1247 KUH Perdata
[7] Pasal 1248 KUH Perdata