Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Tindak Pidana yang Terkait Hubungan Pasangan Sesama Jenis

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Tindak Pidana yang Terkait Hubungan Pasangan Sesama Jenis

Tindak Pidana yang Terkait Hubungan Pasangan Sesama Jenis
Budi Dharma Hutauruk, S.H.Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron
Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron
Bacaan 10 Menit
Tindak Pidana yang Terkait Hubungan Pasangan Sesama Jenis

PERTANYAAN

Tersangka banci (B) 40 tahun, dilaporkan ke polisi oleh ortu (M) dari si korban (J) 16 tahun. B dan J sama-sama berjenis kelamin laki-laki (homo). Awal cerita, mereka bertemu dan berhubungan sejak awal 2012 sampai 2013. Setiap hari si J selalu datang ke rumah si B atas kemauannya sendiri, dan mereka melakukan hubungan sebagaimana layaknya suami istri. Ternyata tanpa sepengetahuan si B, si J telah sengaja diam-diam membuat rekaman video, sewaktu mereka melakukan hubungan sebagaimana layaknya suami istri melalui hp. Pada awal 2013 si J meminta dibelikan sepeda motor baru, tetapi si B tidak sanggup untuk membelikan karena tidak ada uang. Kemudian, si J kesal dan mengadu, serta memperlihatkan video tersebut kepada ayahnya. Kemudian, ayahnya melapor ke polisi bahwa anaknya J telah dicabuli dengan membawa bukti video tersebut yang isinya mau sama mau. Akhir cerita si B digiring ke polsek dan sudah 6 hari dipenjara, tetapi tidak ada kepastian kapan disidang karena ayah si korban tidak mau berdamai. Pertanyaannya, apa yang harus kami lakukan jika keluarga korban tidak mau berdamai secara kekeluargaan? Apa langkah yang harus kami ambil seandainya tidak mau berdamai untuk meringankan hukuman tersangka. Kami keluarga tersangka menginginkan jalan terbaik agar masalah ini cepat selesai. Mohon maaf jika kata-kata dari kami ada yang salah. Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Tindakan si B merupakan tindak pidana perbuatan cabul yang dilakukan terhadap anak dengan jenis kelamin yang sama sebagaimana diatur dalam Pasal 292 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
     
     
    Ketentuan pidana tersebut adalah delik biasa, oleh karena itu, pencabutan laporan oleh keluarga korban tidak dapat menghentikan proses hukum atas kasus tersebut.
     
    Lantas langkah hukum apa yang dapat Anda dan B lakukan? Penjelasan lebih lanjut, silakan baca ulasan di bawah ini.
     

    ULASAN LENGKAP

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran oleh Sovia Hasanah, S.H. dari artikel dengan judul yang sama yang dibuat oleh Budi Dharma Hutauruk, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Selasa, 02 April 2013
     
    Intisari :
     
     
    Tindakan si B merupakan tindak pidana perbuatan cabul yang dilakukan terhadap anak dengan jenis kelamin yang sama sebagaimana diatur dalam Pasal 292 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
     
     
    Ketentuan pidana tersebut adalah delik biasa, oleh karena itu, pencabutan laporan oleh keluarga korban tidak dapat menghentikan proses hukum atas kasus tersebut.
     
    Lantas langkah hukum apa yang dapat Anda dan B lakukan? Penjelasan lebih lanjut, silakan baca ulasan di bawah ini.
     
     
    Ulasan :
     
    Terima kasih atas pertanyan Anda.
     
    Kami turut prihatin terhadap masalah yang saat ini keluarga Anda alami. Terhadap pertanyaan Anda tersebut, maka akan kami coba jelaskan di bawah ini.
     
    Tindak Pidana yang Terkait Hubungan Pasangan Sesama Jenis Dengan Anak
    Dari kronologis yang Anda jabarkan di atas, kami menyimpulkan bahwa tindak pidana yang telah dilakukan oleh B merupakan tindak pidana perbuatan cabul yang dilakukan terhadap anak dengan jenis kelamin yang sama, yang mana hal tersebut diatur di dalam Pasal 292  Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang berbunyi:
     
    Orang yang cukup umur, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sama kelamin, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa belum cukup umur, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
     
    Selain itu, perbuatan B terhadap J juga dapat diancam pidana menurut Pasal 82 jo. Pasal 76E Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU 35/2014”) dan diubah kedua kalinya dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“Perpu 1/2016”) sebagaimana yang telah ditetapkan sebagai undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang (“UU 17/2016”), yakni:
     
    Pasal 76E UU 35/2014:
    Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.
     
    Pasal 82 Perpu 1/2016:
    1. Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar.
    2. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang tua, wali, orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga, pengasuh anak, pendidik, tenaga kependidikan, aparat yang menangani perlindungan anak, atau dilakukan oleh lebih dari satu orang secara bersama-sama, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
    3. Selain terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penambahan 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana juga dikenakan kepada pelaku yang pernah dipidana karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E.
    4. Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
    5. Selain dikenai pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4), pelaku dapat dikenai pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku.
    6. Terhadap pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) dapat dikenai tindakan berupa rehabilitasi dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
    7. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diputuskan bersama-sama dengan pidana pokok dengan memuat jangka waktu pelaksanaan tindakan.
    8. Pidana tambahan dikecualikan bagi pelaku Anak.
     
    Belum cukup umur adalah anak yang belum dewasa, yang mana berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU 35/2014 disebutkan:
     
    Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
     
    Jadi J dapat digolongkan sebagai anak karena masih berusia 16 tahun. Oleh karena itu perbuatan B dapat dijerat dengan pasal-pasal sebagimana yang kami sebutkan di atas.
     
    Jika Ada Perdamaian, Bisakah Kasus Dihentikan?
    Dari ketentuan di atas, dapat dilihat bahwa tindak pidana yang dilakukan oleh B telah memenuhi unsur, dan apabila ditinjau dari jenis deliknya, tindak pidana yang dilakukan oleh B merupakan delik biasa dan bukan delik aduan.
     
    Lebih lanjut mengenai delik aduan dan delik biasa, Anda dapat membaca dalam artikel Cara Membedakan Delik Formil dan Delik Materil dan Adakah Delik Aduan yang Tetap Diproses Meski Pengaduannya Sudah Dicabut?.
     
    Terkait dengan hal tersebut, setelah dilakukannya laporan kepada polisi, maka laporan tersebut tidak dapat ditarik kembali. Oleh karena itu, meskipun pihak keluarga B telah melakukan upaya perdamaian dengan pihak korban bukan berarti hal tersebut dapat seketika menghapuskan tuntutan pidana. Namun, apabila ada iktikad baik dari pihak keluarga B untuk melakukan perdamaian dengan pihak korban, hal itu dapat menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan saat perkara tersebut diperiksa di pengadilan.
     
    Kami menyarankan Anda terus mengupayakan perdamaian (membuat perjanjian damai) dengan keluarga si J agar dapat menjadi pertimbangan hakim untuk meringankan hukuman tersangka.
     
    Sebagai referensi Anda dapat simak artikel Ada Perdamaian, Bisakah Kasus Pencabulan Terhadap Anak Dihentikan?.
     
    Contoh Kasus
    Sebagai contoh dapat kita lihat dalam Putusan Pengadilan Negeri Painan Nomor: 64/Pid.Sus/2018/PN.Pnn, dimana terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “dengan ancaman kekerasan melakukan pebuatan cabul” terhadap anak yang dilakukan dengan cara memaksa berhubungan badan melalui anus pada 3 anak laki-laki (sodomi). Akibat perbuannya terdakwa dihukum dengan pidana penjara selama 6 (enam) tahun dan pidana denda sebesar Rp 60 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan berdasarkan Pasal 82 ayat (1) UU 17/2016.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar hukum :
    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
     
    Putusan:
    Putusan Pengadilan Negeri Painan Nomor: 64/Pid.Sus/2018/PN.Pnn.

    Tags

    hukumonline
    pencabulan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    TIPS HUKUM

    Persyaratan Pemberhentian Direksi dan Komisaris PT PMA

    24 Mar, 2023 Bacaan 10 Menit
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!