Kenapa Pelaku Tindak Pidana Ringan Tidak Ditahan?
PERTANYAAN
Kenapa tipiring (tindak pidana ringan) jarang dilanjutkan ke pengadilan dan kenapa tersangka tipiring tidak dapat dihukum penjara/tahanan?
Pro
Pusat Data
Koleksi terlengkap dan terkini berisi peraturan putusan pengadilan preseden serta non-preseden
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab tentang berbagai persoalan hukum, mulai dari hukum pidana hingga perdata, gratis!
Berita
Informasi terkini tentang perkembangan hukum di Tanah Air, yang disajikan oleh jurnalis Hukumonline
Jurnal
Koleksi puluhan ribu artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk berbagai penelitian hukum Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Kenapa tipiring (tindak pidana ringan) jarang dilanjutkan ke pengadilan dan kenapa tersangka tipiring tidak dapat dihukum penjara/tahanan?
Sebelumnya, perlu kami perjelas dulu makna dari “dihukum penjara” dengan “ditahan” atau “dilakukan penahanan”. Seseorang yang dihukum penjara berarti terhadap orang tersebut telah dilakukan proses peradilan, statusnya telah menjadi terdakwa, kemudian orang tersebut terbukti bersalah sehingga dijatuhi hukuman penjara oleh majelis hakim. Lebih jauh simak Perbedaan Hak Tersangka dan Terpidana.
Berbeda halnya dengan penahanan. Penahanan dapat dilakukan bahkan mulai dari sebelum proses persidangan dimulai. Sesuai Pasal 21 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) disebutkan:
Pasal 21 (1). Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana; (2). Penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka atau terdakwa dengan memberikan surat perintah penahanan atau penetapan hakim yang mencantumkan identitas tersangka atau terdakwa dan menyebutkan alasan penahanan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan atau didakwakan serta tempat ia ditahan; (3). Tembusan surat perintah penahanan atau penahanan lanjutan atau penetapan hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus diberikan kepada keluarganya; (4). Penahanan tersebut hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal: a) tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih; b) tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 282 ayat (3), Pasal 296, Pasal 335 ayat (1), Pasal 351 ayat (1), Pasal 353 ayat (1), Pasal 372, Pasal 378, Pasal 379 a, Pasal 453, Pasal 454, Pasal 455, Pasal 459, Pasal 480 dan Pasal 506 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, Pasal 25 dan Pasal 26 Rechtenordonnantie (pelanggaran terhadap Ordonansi Bea dan Cukai, terakhir diubah dengan Staatsblad Tahun 1931 Nomor 471), Pasal 1, Pasal 2 dan Pasal 4 Undang-undang Tindak Pidana Imigrasi (Undang-undang Nomor 8 Drt. Tahun 1955, Lembaran Negara Tahun 1955 Nomor 8), Pasal 36 ayat (7), Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47 dan Pasal 48 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Narkotika (Lembaran Negara Tahun 1976 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3086). |
Selanjutnya, kami tidak mempunyai data ataupun informasi mengenai apakah benar tindak pidana ringan (tipiring) jarang dilanjutkan ke pengadilan. Namun, untuk mengetahui kapan seseorang ditetapkan sebagai tersangka silakan simak artikel Proses Penyelidikan dan Penyidikan Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang Berlaku di Wilayah RI dan sebagai referensi, baca juga artikel Pelaku Tindak Pidana yang Tertangkap Tangan Akan Langsung Dipidana?
Kemudian, mengenai mengapa terhadap pelaku tipiring tidak dilakukan penahanan, mengutip penjelasan M. Yahya Harahap dalam bukunya berjudul “Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP” (2003: 422), dinyatakan tindak pidana ringan (tipiring) ditentukan berdasarkan “ancaman pidananya”. Secara generalisasi, ancaman tindak pidana yang menjadi ukuran dalam acara pemeriksaan tindak pidana ringan, diatur dalam Pasal 205 ayat (1) KUHAP yakni :
a. tindak pidana yang ancaman pidananya “paling lama 3 bulan” penjara atau kurungan;
b. atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 7500,- dan
c. “penghinaan ringan” yang dirumuskan dalam Pasal 315 KUHP.
Jika ketentuan Pasal 205 ayat (1) KUHAP ini kemudian dikaitkan dengan ketentuan terkait penahanan pada Pasal 21 ayat (4) KUHAP yang antara lain menyatakan bahwa penahanan hanya dapat dilakukan terhadap tersangka atau terdakwa yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih, maka terhadap pelaku tipiring yang ancaman pidananya “paling lama 3 bulan” penjara atau kurungan memang tidak dilakukan penahanan.
Demikian penjelasan dari kami, semoga membantu.
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht, Staatsblad 1915 No 73);
2. Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
Setiap artikel jawaban Klinik Hukum dapat Anda simak juga melalui twitter @klinikhukum, atau facebook Klinik Hukumonline.
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?