Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Jerat Hukum Pelaku Pelecehan Seksual
Kami turut prihatin atas kejadian kekerasan seksual yang dialami oleh korban. Pelecehan seksual tidaklah dibenarkan dan merupakan tindakan yang melanggar norma kesusilaan dan norma hukum yang dapat dijerat sanksi pidana.
klinik Terkait:
Apa itu pelecehan seksual? Dalam UU TPKS, pelecehan seksual adalah salah satu bentuk tindak pidana kekerasan seksual yang terdiri atas pelecehan seksual fisik dan pelecehan seksual non fisik.[1]
Lantas, apa hukum bagi pelaku pelecehan seksual? Hukuman bagi pelaku pelecehan seksual fisik adalah sebagai berikut.[2]
- Pelecehan seksual fisik dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang diancam pidana penjara maksimal 4 tahun dan/atau pidana denda maksimal Rp50 juta.
- Pelecehan seksual fisik dengan tujuan menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya secara melawan hukum baik di dalam maupun di luar perkawinan diancam pidana penjara maksimal 12 tahun dan/atau pidana denda maksimal Rp300 juta.
- Pelecehan seksual fisik dengan menyalahgunakan kedudukan, wewenang dan kepercayaan atau karena tipu muslihat atau hubungan keadaan atau memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan atau ketergantungan seseorang untuk melakukan persetubuhan atau tindakan cabul dengan pelaku/orang lain diancam pidana penjara maksimal 12 tahun dan/atau pidana denda maksimal Rp300 juta.
Adapun pelaku pelecehan seksual nonfisik seperti siulan, main mata, ucapan bernuansa seksual,[3] dan lain-lain diancam pidana penjara maksimal 9 bulan dan/atau pidana denda maksimal Rp10 juta.[4]
Jika pelecehan seksual tersebut dilakukan melalui medsos/internet yang merupakan delik aduan (kecuali korban adalah anak atau penyandang disabilitas), maka pelaku dipidana penjara maksimal 4 tahun dan/atau denda maksimal Rp200 juta.[5]
berita Terkait:
Hukumnya Mengungkap Identitas Pelaku Pelecehan Seksual di Medsos
Namun demikian, mengungkap identitas terduga pelaku pelecehan seksual di media sosial (medsos) adalah hal lain yang juga berpotensi melanggar hukum.
Disarikan dari artikel Fenomena ‘Spill The Tea’ di Twitter, Adakah Jerat Hukumnya? fenomena spill the tea atau mengungkap rahasia orang lain yang bisa saja mengandung informasi terkait perbuatan jahat yang dituduhkan kepada orang lain, yang belum tentu benar melanggar asas praduga tak bersalah sebagaimana diatur di dalam Pasal 8 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman.
Selain itu, dalam artikel yang sama juga dijelaskan mengungkap kejahatan orang lain juga berpotensi dijerat Pasal 27 ayat (3) UU ITE tentang penghinaan/pencemaran nama baik yang menyerang kehormatan seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal agar diketahui umum atau tuduhannya diketahui tidak benar oleh pelaku. Namun, jika tuduhan tersebut berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi atau sebuah kenyataan, maka spill the tea bukan delik yang berkaitan dengan penghinaan/pencemaran nama baik.
Seperti yang Anda sampaikan, bahwa pelecehan seksual dilakukan oleh terduga pelaku. Maka, kami asumsikan bahwa kasus tersebut belum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Selain itu, tidak juga dilakukan atas dasar kewenangan penegak hukum seperti polisi.[6]
Dengan demikian, mengungkap pelecehan seksual di medsos dengan mengungkapkan identitas dari nama lengkap hingga alamat terduga pelaku, berpotensi melanggar ketentuan dalam UU PDP berkaitan dengan pelindungan data pribadi.
Nama lengkap, alamat dan informasi lain yang dapat mengidentifikasi seseorang termasuk data pribadi bersifat umum[7], yang termasuk objek pelindungan dalam UU PDP.
Menurut UU PDP perbuatan dengan sengaja dan melawan hukum memperoleh data pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang bisa merugikan pemilik data pribadi dipidana penjara maksimal 5 tahun dan/atau pidana denda maksimal Rp5 miliar. Sedangkan perbuatan dengan sengaja dan melawan hukum mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya dipidana penjara maksimal 4 tahun dan/atau pidana denda maksimal Rp4 miliar.[8]
Upaya Hukum yang Dapat Ditempuh Korban Pelecehan Seksual
Berdasarkan uraian di atas, kami menyarankan apabila pelecehan seksual tersebut benar terjadi, maka korban sebaiknya menghindari mengungkap identitas lengkap pelaku di medsos, melainkan langsung melaporkan ke polisi berdasarkan UU TPKS. Adapun mengenai prosedur melaporkan tindak pidana ke polisi, dapat disimak dalam artikel Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya.
Akan tetapi, apabila korban takut melaporkan sendiri ke polisi, dapat juga dilaporkan oleh orang yang mengetahui, melihat dan/atau menyaksikan kejadian tersebut. Selain itu, tidak hanya ke polisi, namun pelecehan seksual dapat juga dilaporkan ke UPTD PPA, lembaga penyedia layanan berbasis masyarakat untuk diberikan pendampingan yang dibutuhkan korban.[9]
Perlu Anda ketahui bahwa korban kekerasan seksual pada dasarnya mempunyai hak atas penanganan, pelindungan dan pemulihan antara lain seperti penguatan psikologis, kerahasiaan identitas, maupun rehabilitasi medis, mental dan sosial.[10]
Selain itu, ketika melaporkan kasus ke polisi dan selama proses peradilan, korban juga berhak atas pendampingan hukum[11] oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), tenaga kesehatan, psikolog, pekerja sosial, psikiater, advokat dan paralegal dan lain-lain.[12]
Sehingga, pelaku tidak hanya dijerat pidana pasal kekerasan seksual dalam UU TPKS, tapi korban juga berhak untuk mendapatkan pendampingan hingga pemulihan.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
- Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual;
- Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi.
Referensi:
Komnas Perempuan, Instrumen Modul & Referensi Pemantauan, 15 Bentuk Kekerasan Seksual: Sebuah Pengenalan, yang diakses pada 25 Oktober 2022 pukul 10.00 WIB.
[1] Pasal 4 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (“UU TPKS”)
[2] Pasal 6 UU TPKS
[3] Komnas Perempuan, Instrumen Modul & Referensi Pemantauan, 15 Bentuk Kekerasan Seksual: Sebuah Pengenalan, hal. 6
[4] Pasal 5 UU TPKS
[5] Pasal 14 ayat (1) dan (3) UU TPKS
[6] Pasal 50 ayat (1) huruf b jo. Pasal 36 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (“UU PDP”)
[7] Pasal 4 ayat (3) UU PDP
[8] Pasal 65 ayat (1) dan (2) jo. Pasal 67 ayat (1) dan (2) UU PDP
[9] Pasal 39 dan 40 UU TPKS
[10] Pasal 67, Pasal 68 huruf d, Pasal 69 huruf d dan Pasal 70 ayat (1) huruf a dan b UU TPKS
[11] Pasal 70 ayat (2) huruf e UU TPKS
[12] Pasal 26 ayat (2) UU TPKS