Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Berdasarkan informasi yang Anda sebutkan di dalam pertanyaan, diketahui bahwa mantan istri Anda menggugat cerai Anda melalui Pengadilan Agama tanpa sepengetahuan Anda.
Perlu diketahui bahwa hukum acara yang berlaku di pengadilan dalam lingkungan peradilan agama adalah hukum acara perdata yang berlaku pada pengadilan dalam lingkungan umum, kecuali yang secara khusus diatur dalam
Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama (“UU 7/1989”) berikut aturan perubahannya.
[1]
Jika Tidak Menerima Surat Panggilan Sidang
Dalam hal akan diadakan sidang yang memeriksa gugatan perceraian, maka penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka akan dipanggil untuk menghadiri sidang tersebut.
[2] Pemanggilan tersebut dilakukan oleh juru sita pengadilan yang bersangkutan,
[3] dan harus dilakukan secara sah dan patut.
[4]
Surat panggilan harus disampaikan secara langsung kepada pihak yang bersangkutan itu sendiri.
[5] Apabila pihak tersebut sedang tidak berada di tempat, maka dapat diserahkan kepada kepala desanya yang wajib dengan segera menyampaikan surat tersebut kepada si penerima yang berhak.
[6]
Menyambung pertanyaan Anda, apabila juru sita telah mendatangi kediaman Anda untuk menyerahkan surat panggilan dengan melampirkan salinan gugatan
[7] namun Anda sedang tidak ada di lokasi, maka juru sita dapat menitipkan dokumen tersebut kepada kepala desa/lurah di kediaman Anda untuk selanjutnya disampaikan kepada Anda sendiri.
Dengan telah diterimanya surat panggilan tersebut, lurah/kepala desa wajib menyampaikan surat panggilan tersebut kepada para pihak yang berperkara yang bertempat tinggal di kelurahahan atau desa yang dipimpinnya karena itu adalah jelas perintah undang-undang sebagaimana yang diatur Pasal 390 ayat (1) HIR.
[8]
Apabila pemanggilan dilaksanakan tanpa mengikuti tata cara tersebut, panggilan menjadi tidak sah.
[9]
Putusan Verstek
Putusan verstek diatur dalam Pasal 125 ayat (1) HIR sebagai berikut:
Jika tergugat tidak datang pada hari perkara itu akan diperiksa, atau tidak pula menyuruh orang lain menghadap mewakilinya, meskipun ia dipanggil dengan patut, maka gugatan itu diterima dengan tak hadir (verstek), kecuali kalau nyata kepada pengadilan negeri, bahwa pendakwaan itu melawan hak atau tidak beralasan.
Namun, berdasarkan keterangan-keterangan yang Anda sebutkan, putusan yang dikeluarkan adalah putusan verstek padahal di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (“SIPP”) tercatat bahwa Anda selaku tergugat hadir pada hari pertama persidangan. Padahal, menurut keterangan yang Anda berikan, Anda sama sekali tidak mengetahui gugatan perceraian tersebut dan tidak pernah hadir dalam persidangan.
Terhadap hal ini, perlu dipastikan lagi apakah putusan yang dikeluarkan oleh Majelis Hakim adalah putusan verstek karena pembacaan putusan verstek dilakukan setelah tergugat dan/atau kuasa hukumnya tidak hadir dalam persidangan padahal telah dipanggil secara sah dan patut.
Memberikan Keterangan Palsu dalam Persidangan
Terhadap pihak-pihak yang memberikan keterangan palsu dalam persidangan dapat dijerat Pasal 242 ayat (1)
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) sebagai berikut:
Barangsiapa dalam keadaan di mana undang-undang menentukan supaya memberi keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada keterangan yang demikian, dengan sengaja memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan ataupun tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Surat Keterangan untuk Pegawai Negeri Sipil yang Melakukan Perceraian
Aparatur Sipil Negara (“ASN”) merupakan profesi bagi pegawai negeri sipil (“PNS”) dan
pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (“PPPK”) yang bekerja pada instansi pemerintah.
[10]
Bagi PNS yang akan melakukan perceraian wajib memperoleh izin secara tertulis atau surat keterangan terlebih dahulu dari pejabat.
[11]
PNS yang berkedudukan sebagai penggugat harus memperoleh izin dari pejabat, sedangkan bagi PNS yang berkedudukan sebagai tergugat cukup mendapat surat keterangan dari pejabat.
[12]
Agar mendapatkan surat keterangan tersebut, tergugat wajib memberitahukan adanya gugatan perceraian dari suami/istri secara tertulis melalui saluran hierarki dalam jangka waktu selambat-lambatnya enam hari kerja setelah menerima gugatan perceraian.
[13]
Terhadap pegawai ASN selaku tergugat perceraian yang tidak meminta surat keterangan terlebih dahulu dari pejabat atau tidak melaporkan perceraiannya dalam jangka waktu selambat-lambatnya satu bulan terhitung mulai terjadinya perceraian, dijatuhi salah satu hukuman disiplin berat.
[14]
Upaya Hukum
Terhadap keterangan palsu yang diberikan oleh saksi-saksi yang dihadirkan di dalam persidangan, Anda dapat melaporkan pihak-pihak tersebut ke pihak kepolisian atas dugaan tindak pidana memberikan keterangan palsu sesuai dengan ketentuan Pasal 242 ayat (1) KUHP.
Selanjutnya, terhadap putusan gugatan cerai yang telah berkekuatan hukum tetap, apabila Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus perkara pidana yang Anda laporkan menyatakan bahwa saksi-saksi yang dihadirkan oleh mantan istri Anda secara sah dan meyakinkan telah memberikan keterangan palsu, maka Anda dapat mengajukan permohonan Peninjauan Kembali (“PK”) ke Mahkamah Agung.
Adapun alasan yang dapat Anda ajukan yaitu putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat dari pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu.
[15]
Permohonan PK tersebut dapat Anda ajukan dalam jangka waktu 180 hari sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan hakim pidana memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara.
[16]
Sedangkan terhadap hukuman disiplin berat yang dikenakan kepada Anda atas gugatan perceraian yang tidak Anda ketahui sebelumnya, tergantung dari jenis hukuman disiplin berat yang Anda dapatkan, Anda dapat mengajukan banding administratif terhadap hukuman disiplin berat tersebut.
[17]
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat
Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan
Konsultan Mitra Justika.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Referensi:
Badriyah Harun, S.H., Tata Cara Menghadapi Gugatan. (Yogyakarta:Penerbit Pustaka Yustisia) 2009;
Putusan:
[4] Badriyah Harun, S.H.,
Tata Cara Menghadapi Gugatan, (Yogyakarta:Penerbit Pustaka Yustisia, 2009), hal. 14
[5] Pasal 390 ayat (1) HIR
[6] Pasal 390 ayat (1) HIR
[7] Pasal 26 ayat (5) PP Perkawinan
[12] Penjelasan Pasal 3 ayat (1) PP 45/1990
[13] Penjelasan Pasal 3 ayat (2) PP 45/1990
[14] Pasal 15 ayat (1) PP 45/1990
[16] Pasal 69 huruf a UU 14/1985