Usaha bar dan restoran termasuk ke dalam fasilitas penyediaan makanan dan/atau minuman yang dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/katering.[1] Sementara itu, kami mengasumsikan pemotongan 10% atas gross revenue sebagaimana Anda maksud merupakan pajak restoran, yaitu pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran.[2]
Dalam praktik banyak orang beranggapan pajak restoran merupakan Pajak Pertambahan Nilai (“PPN”) seperti yang tertera dalam struk pembelian makanan dan minuman, padahal sebenarnya pajak restoran dan PPN adalah kedua hal yang berbeda.
Oleh karena itu, kami mencontohkan dalam hal terkait pembayaran biaya sewa tanah dan bangunan oleh suatu perusahaan, maka perusahaan wajib memotong dan menyetorkan Pajak Penghasilan (“PPh”) Pasal 4 ayat (2) serta penyetoran PPN.[3]
PPh Pasal 4 ayat (2) dipotong dan disetorkan oleh pihak penyewa tanah dan/atau bangunan. Sedangkan PPN dipungut dan disetorkan oleh pihak pengusaha kena pajak yang menyewakan tanah dan/atau bangunan, dengan tarif sebesar 10%.[4]
Kemudian perlu diperhatikan terlebih dahulu apa yang menjadi objek dan subjek pajak restoran adalah:
- Objek pajak restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh restoran meliputi pelayanan penjualan makanan/minumun yang dikonsumsi pembeli, baik yang dikonsumsi di tempat atau di tempat lain (dibawa pulang).[5]
- Subjek pajak restoran adalah orang pribadi atau badan yang membeli makanan dan/atau minuman dari restoran.[6]
Adapun tarif pajak restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10% yang ditetapkan dengan peraturan daerah.[7] Kemudian, bagaimana cara menghitungnya? Dasar pengenaan pajak (“DPP”) restoran adalah jumlah pembayaran yang diterima atau yang seharusnya diterima oleh restoran[8], biasanya termasuk biaya layanan (service charge).
Jadi, rumus hitung pajak restoran adalah sebagai berikut:
Pajak Restoran = DPP x Tarif Pajak Restoran
Baca juga: Cara Menghitung Pajak Restoran
Sehingga menjawab pertanyaan, sebagai seorang manajer dalam hal menemukan kejanggalan sebagaimana Anda ceritakan, Anda dapat melakukan langkah-langkah berikut ini:
- Lakukan cek laporan keuangan perusahaan/gross revenue;
- Lihat laporan pajak restoran (PB1) atas bar dan restoran yang Anda kelola;
- Apabila tidak ada pelaporan pajak, maka Anda bisa meminta bantuan Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) untuk mendapatkan informasi pelaporan pembayaran pajak. Sebab, pajak restoran merupakan jenis pajak kabupaten/kota;[9]
- Apabila ditemukan adanya penggelapan pajak, Anda bisa meminta bantuan pemegang saham untuk mendiskusikan masalah perpajakan;
- Anda dapat meminta dilakukan audit eksternal atas laporan keuangan.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tetang Pajak Penghasilan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1991 yang diubah ketiga kalinya dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dan terakhir kalinya diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan;
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dan terakhir kalinya diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah;
- Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Restibusi Daerah;
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
[1] Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Restibusi Daerah (“UU PDRD”)
[2] Pasal 1 angka 22 UU PDRD
[3] Pasal 111 angka 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang mengubah Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tetang Pajak Penghasilan
[4] Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
[5] Pasal 37 ayat (1) dan (2) UU PDRD
[6] Pasal 38 ayat (1) UU PDRD
[7] Pasal 40 UU PDRD
[8] Pasal 39 UU PDRD
[9] Pasal 2 ayat (2) huruf b UU PDRD