Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Integrasi Vertikal dalam Persaingan Usaha: Dari Definisi Hingga Sanksi

Share
copy-paste Share Icon
Bisnis

Integrasi Vertikal dalam Persaingan Usaha: Dari Definisi Hingga Sanksi

Integrasi Vertikal dalam Persaingan Usaha: Dari Definisi Hingga Sanksi
Erik Giovanni, S.H.Yang & Co.
Yang & Co.
Bacaan 10 Menit
Integrasi Vertikal dalam Persaingan Usaha: Dari Definisi Hingga Sanksi

PERTANYAAN

Apakah yang dimaksud dengan integrasi vertikal dalam persaingan usaha? Bagaimana ketentuan integrasi vertikal dalam hukum Indonesia?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Integrasi vertikal adalah perjanjian yang bertujuan untuk menguasai unit usaha dalam suatu rangkaian produksi barang dan/atau jasa yang mengakibatkan terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat dan/atau merugikan masyarakat.

    Larangan integrasi vertikal diatur dalam Pasal 14 UU 5/1999 yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan KPPU 5/2010. Kemudian, apa dampak, contoh, dan sanksi integrasi vertikal dalam persaingan usaha?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul tentang hukum persaingan usaha yang dibuat oleh Si Pokrol, dan pertama kali dipublikasikan pada Senin, 12 November 2001.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    KLINIK TERKAIT

    Larangan Praktik Monopoli Lengkap dengan Sanksinya

    Larangan Praktik Monopoli Lengkap dengan Sanksinya

    Apa itu Integrasi Vertikal?

    Ketentuan mengenai integrasi vertikal dapat Anda temukan di dalam Pasal 14 UU 5/1999 yang berbunyi:

    Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Adapun, dalam Penjelasan Pasal 14 UU 5/1999, yang dimaksud dengan menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi atau yang lazim disebut dengan integrasi vertikal adalah penguasaan serangkaian proses produksi atas barang tertentu mulai dari hulu sampai hilir atau proses yang berlanjut atas suatu layanan jasa tertentu oleh pelaku usaha tertentu. Praktik integrasi vertikal meskipun dapat menghasilkan barang dan jasa dengan harga murah, tetapi dapat menimbulkan persaingan usaha tidak sehat yang merusak sendi-sendi perekonomian masyarakat. Praktik seperti ini dilarang sepanjang menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.

    Selain UU 5/1999, aturan hukum terkait integrasi vertikal adalah Peraturan KPPU 5/2010, yang memberikan definisi integrasi vertikal adalah perjanjian yang bertujuan untuk menguasai beberapa unit usaha yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu.[1] Dapat pula dikatakan bahwa integrasi vertikal merupakan perjanjian antara beberapa pelaku usaha yang berada pada tahapan produksi/operasi dan atau distribusi yang berbeda namun saling terkait. Bentuk perjanjian yang terjadi berupa penggabungan beberapa atau seluruh kegiatan operasi yang berurutan dalam sebuah rangkaian produksi/operasi.[2]

    Menurut Ningrum Natasya Sirait dkk dalam buku Ikhtisar Ketentuan Persaingan Usaha praktik integrasi vertikal dapat dilakukan dengan penguasaan unit usaha produksi ke hulu hingga penyedian bahan baku (backward integration) dan hilir dengan kepemilikan unit usaha hingga ke distribusi barang dan jasa hingga konsumen (forward integration). Integrasi vertikal dapat terjadi antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lainnya baik sebagai pemasok atau sebagai pembeli (hal. 61).

    Adapun alasan dilakukannya integrasi vertikal oleh pelaku usaha yaitu untuk efisiensi, kepastian bahan baku dan peningkatan akses ke konsumen, pelaku usaha dapat melakukan transfer pricing dan mengurangi atau menghilangkan pesaing di pasar.[3]

    Unsur-unsur Integrasi Vertikal

    Unsur-unsur integrasi vertikal dalam Pasal 14 UU 5/1999 adalah sebagai berikut.[4]

    1. Pelaku usaha

    Pelaku usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.

    1. Perjanjian

    Perjanjian adalah suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun tidak tertulis.

    1. Pelaku usaha lain

    Pelaku usaha lain adalah pelaku usaha yang berada dalam satu rangkaian produksi/operasi baik di hulu maupun hilir.

    1. Menguasai produksi

    Penguasaan bahan baku, produksi/operasi dan pangsa pasar yang dilakukan oleh suatu pelaku usaha dalam satu rangkaian produksi.

    1. Barang atau jasa

    Barang adalah setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha. Sedangkan jasa adalah setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang diperdagangkan dalam masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen atau pelaku usaha.

    1. Persaingan usaha tidak sehat

    Persaingan usaha tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.

    1. Merugikan masyarakat

    Suatu kondisi dimana masyarakat harus menanggung biaya akibat terjadinya persaingan tidak sehat, seperti harga yang tidak wajar, kualitas barang/jasa yang rendah, pilihan yang terbatas/kelangkaan dan turunnya kesejahteraan.

    Jenis Integrasi Vertikal yang Dilarang

    Lebih lanjut, Peraturan KPPU 5/2010 memberikan pedoman mengenai integrasi vertikal yang dilarang adalah berupa:[5]

    1. integrasi vertikal yang menutup akses terhadap pasokan bahan baku penting (hulu); atau
    2. integrasi vertikal yang menutup akses terhadap pembeli utama (hilir); atau
    3. integrasi vertikal yang digunakan sebagai sarana koordinasi kolusi.

    Dampak Integrasi Vertikal

    Dalam aspek persaingan usaha, integrasi vertikal dilarang karena dapat menimbulkan hambatan dalam persaingan usaha. Hambatan tersebut dapat berupa adanya peningkatan biaya yang dialami oleh pelaku usaha lain dalam mengakses bahan baku atau jalur distribusi.[6]

    Integrasi vertikal dapat juga mengurangi ketersedian bahan baku dan meningkatkan modal yang dibutuhkan oleh perusahaan pesaing untuk dapat masuk ke pasar. Oleh karena itu, secara tidak langsung integrasi vertikal dapat menimbulkan hambatan masuk ke pasar bagi perusahaan pesaing yang tidak terlibat di dalam integrasi vertikal.[7]

    Integrasi vertikal dilarang, apabila mengakibatkan dampak sebagai berikut.[8]

    1. Dampak unilateral

    Penutupan akses (foreclosure) bagi perusahaan pesaing terhadap pasokan bahan baku penting atau pembeli. Dengan adanya penutupan akses pasokan bahan baku penting bagi perusahaan pesaing, maka akan meningkatkan biaya produksi perusahaan pesaing (raising rivals’ cost). Hal ini mengakibatkan rendahnya kapasitas dan efisiensi dari perusahaan pesaing. Dengan demikian menyebabkan tingkat persaingan di pasar menjadi turun (lessening competition). Penutupan akses pembeli adalah menutup akses distribusi dan penjualan dari perusahaan pesaing sehingga menurunkan penjualan pesaing (reducing rivals’ revenue) yang dapat.

    1. Dampak koordinasi

    Dengan adanya koordinasi antara pelaku usaha dan pelaku usaha lain terkait harga, output, kapasitas dan kualitas sehingga menimbulkan kolusi dan integrasi vertikal, dan merugikan perusahaan pesaing dan konsumen. 

    Contoh Integrasi Vertikal

    Contoh integrasi vertikal dapat ditemukan dalam Putusan PN Jakarta Selatan No. 468/Pdt.P/2020/PN Jkt.Sel sebagaimana disampaikan oleh Faisal Basri sebagai berikut.

    Jika ada suatu perusahaan yang rental kendaraan kemudian sekaligus memiliki perusahaan yang menjadi supplier ban kendaraan tersebut, oli kendaraan tersebut, hingga pom bensin untuk mengisi bahan bakar kendaraan tersebut (hal. 99 – 100).

    Selain itu, Faisal Basri juga memberikan contoh dan penjelasan lainnya dalam perkara yang diputus dalam putusan tersebut yang berbunyi (hal. 441):

    misalnya ada bogasari sebelum jaman pak harto itu satu-satunya yang hanya boleh mengimport terigu. Bogasari dimiliki oleh salim group yang juga punya Indofood yang juga memproduksi mie instan dan sumber utama mie adalah terigu selain itu juga memproduksi kecap, cabai dan macam-macam sampai ke hilirnya dia menguasai abnormal kedai itu. Di abnormal kita tidak bisa membeli produk mie instant lainnya kecuali dari produk Indofood group itu jadi penguasaan dari hulu ke hilir itupun tidak otomatis penguasaan nya dilarang dan tidak salah, yang penguasaannya luar biasa sepanjang tidak abuse dominan position.

    Berdasarkan contoh di atas, dapat dilihat bahwa larangan integrasi vertikal tidak hanya dilihat dari adanya penguasaan unit usaha dalam suatu rangkaian produksi barang dan/atau jasa, akan tetapi adanya penyalahgunaan posisi dominan yang mengakibatkan timbulnya persaingan usaha yang tidak sehat dan/atau merugikan masyarakat. Oleh karena itu, dalam konteks persaingan usaha, tidak semua integrasi vertikal tersebut dilarang sebab harus dilihat dari dampak yang ditimbulkan apakah menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan/atau merugikan masyarakat ataukah tidak.

    Sanksi Pelaku Integrasi Vertikal

    Sanksi dari pelanggaran integrasi vertikal Pasal 14 UU 5/1999 diatur di dalam Pasal 118 angka 4 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 47 ayat (2) huruf b dan huruf g UU 5/1999, yaitu diancam dengan sanksi administratif berupa perintah kepada pelaku usaha untuk menghentikan integrasi vertikal, penetapan pembayaran ganti rugi dan/atau pengenaan denda paling sedikit Rp1 miliar.

    Lebih lanjut, Pasal 12 ayat (1) PP 44/2021 mengatur mengenai besaran denda yang dikenakan, yaitu paling banyak 50% dari keuntungan yang diperoleh pelaku usaha selama terjadinya pelanggaran UU 5/1999 atau paling banyak 10% dari total penjualan pada pasar selama terjadinya pelanggaran UU 5/1999.

    Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
    2. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan menjadi undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023;
    3. Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;
    4. Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 5 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Pasal 14 tentang Integrasi Vertikal Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

    Putusan:

    Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 468/Pdt.P/2020/PN Jkt.Sel

    Referensi:

    Ningrum Natasya Sirait dkk. Ikhtisar Ketentuan Hukum Persaingan Usaha. Jakarta: The Indonesia Netherlands National Legal Reform Program, 2010.


    [1] Lampiran Peraturan Komisi Pengawas dan Persaingan Usaha Nomor 5 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan Pasal 14 tentang Integrasi Vertikal Berdasarkan Undang-Undang Nomo 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (“Peraturan KPPU 5/2010”), hal. 1

    [2] Lampiran Peraturan KPPU 5/2010, hal. 8

    [3] Lampiran Peraturan KPPU 5/2010, hal. 10 – 13

    [4] Lampiran Peraturan KPPU 5/2010, hal. 6

    [5] Lampiran Peraturan KPPU 5/2010, hal. 18

    [6] Lampiran Peraturan KPPU 5/2010, hal. 14 – 15

    [7] Lampiran Peraturan KPPU 5/2010, hal. 14

    [8] Lampiran Peraturan KPPU 5/2010, hal. 15 – 18

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Tips Jika Menjadi Korban Penipuan Rekber

    1 Agu 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!