Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Cekcok Terus dengan Suami Karena Foto-foto Masa Berpacaran

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Cekcok Terus dengan Suami Karena Foto-foto Masa Berpacaran

Cekcok Terus dengan Suami Karena Foto-foto Masa Berpacaran
Diana Kusumasari, S.H., M.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Cekcok Terus dengan Suami Karena Foto-foto Masa Berpacaran

PERTANYAAN

Sebelum menikah kami sudah membeli rumah patungan dari tabungan kami masing-masing, dan rumah tersebut dikosongkan, sementara semenjak menikah kami menempati rumah kontrakan. Sekarang usia perkawinan kami sudah berjalan 4 tahun dan telah dikaruniai seorang putri berumur 3 tahun. Dari awal perkawinan kami sering sekali terjadi percekcokan, hal ini disebabkan karena seminggu setelah menikah suami menemukan foto-foto saya bermesraan bersama laki-laki lain, foto-foto tersebut terjadi seminggu sebelum kami menikah dan masih dalam masa berpacaran dengan suami saya. Saya berjanji tidak akan mengulangi kesalahan saya dan saya sudah meminta maaf kepadanya, tetapi hal ini membuat suami saya tidak lagi percaya kepada saya dan tidak memperdulikan saya lagi. Akhirnya di saat usia anak kami baru 6 bulan saya memutuskan untuk meninggalkan suami (dari rumah kontrakan) dan tanpa sepengetahuan suami pindah ke rumah yang sudah saya beli berdua sebelum perkawinan (anak saya bawa dan saya mengajak kedua orang tua saya untuk tinggal bersama saya). Setelah pisah rumah sampai sekarang tidak ada perkembangan berarti dalam perkawinan kami sehingga akhirnya saya memutuskan untuk mengajukan gugat cerai ke pengadilan agama, tetapi sebelumnya ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan: 1. Bagaimana dengan perwalian anak kami, apakah dia akan di bawah perwalian Ibu sehubungan anak tersebut masih balita? 2. Saya meminta suami untuk menghibahkan rumah yang saya tempati sekarang atas nama anak kami, tetapi suami tidak mau dan dia meminta rumah tersebut tetap dibagi dua sesuai dengan jumlah yang sudah dikeluarkan dulu, yang ingin saya tanyakan bagaimana sebenarnya status rumah tersebut? 3. Apakah sah apabila menghibahkan rumah tersebut atas nama anak kami yang masih balita? 4. Karena suami sebagai PNS dengan gajinya tidak terlalu besar, bisakah saya menuntut nafkah untuk anak dari keseluruhan gajinya mengingat biaya sangat besar merawat dan membesarkan anak sekarang ini, walaupun saya juga punya penghasilan sendiri? Sekian yang ingin saya tanyakan dan terima kasih banyak sebelumnya saya ucapkan. Wassalam, K.

 

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    1.        Pada dasarnya, perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UUP”). Sehingga, untuk mencapai tujuan tersebut sebaiknya pasangan suami istri melakukan upaya maksimal untuk menjaga keutuhan rumah tangga. Simak juga artikel Bisakah Istri Memaksa Cerai Karena Tidak Suka Menikah?

     

    Perlu dipahami bahwa putusnya perkawinan karena perceraian tidaklah menghapuskan kewajiban ibu dan bapak untuk memelihara dan mendidik anak-anaknya.

    KLINIK TERKAIT

    Hukum Kawin Kontrak di Indonesia

    Hukum Kawin Kontrak di Indonesia

     

    Sesuai Pasal 41 huruf a UUP:

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    “Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusannya”

     

    Mengenai hak asuh anak, pengadilan biasanya memberikan hak perwalian dan pemeliharaan anak di bawah umur kepada ibu, kecuali pengadilan memutuskan untuk kepentingan terbaik bagi anak, hak pengasuhan jatuh kepada bapak. Sesuai Pasal 105 Kompilasi Hukum Islam (“KHI”), anak yang belum berusia 12 tahun adalah hak ibunya. Setelah anak tersebut berusia 12 tahun maka dia diberikan kebebasan memilih untuk diasuh oleh ayah atau ibunya. Lebih jauh simak artikel Bayi Ikut Bapak atau Ibu?

     

    2.        Jika tidak ada perjanjian perkawinan, dalam perceraian harta bawaan otomatis menjadi hak masing-masing suami atau istri sesuai Pasal 35 ayat (2) UUP yaitu, “Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.”

    2.

    Dalam Pasal 36 ayat (2) UUP diatur bahwa mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya. Sedangkan untuk harta bersama akan dibagi dua sama rata diantara keduanya (Pasal 128 KUHPerdata, Pasal 97 KHI).

     

    Sehingga, dalam hal rumah tersebut dibeli bersama sebelum perkawinan, masing-masing berhak atas bagian sesuai dengan yang diberikannya pada saat pembelian rumah. Tentunya jika ada perjanjian perkawinan, pembagian harta dilakukan berdasarkan ketentuan dalam perjanjian itu.

     

    Jadi, status rumah tersebut memang sebagian menjadi milik Anda, sebagian lagi adalah milik suami sesuai dengan bagian yang diberikan pada waktu pembelian.

     

    3.    Mengenai hibah dapat kita temui pengaturannya dalam Pasal 1666 KUHPerdata yang berbunyi:

     

    “Penghibahan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu. Undang-undang hanya mengakui penghibahan-penghibahan antara orang-orang yang masih hidup.”

     

    Sehingga, sah-sah saja Anda dan suami hendak menghibahkan rumah tersebut kepada anak Anda asalkan ada persetujuan bersama dari pemilik barang yang dihibahkan.

     

    4.     Adapun pihak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak adalah bapak. Namun, bilamana bapak dalam kenyataannya tidak dapat memberi kewajiban tersebut pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut. Demikian menurut ketentuan Pasal 41 huruf b UUP.

     

    Jadi, Anda dapat saja meminta pemenuhan nafkah bagi anak Anda dari suami Anda (jika bercerai), meskipun Anda sendiri memiliki penghasilan. Namun, bilamana bapak dalam kenyataannya tidak dapat memberi kewajiban tersebut pengadilan dapat menentukan bahwa Anda ikut memikul biaya tersebut

     

    Pada dasarnya, mengingat tujuan dari perkawinan, terutama mengingat adanya buah hati (anak) Anda berdua, saran kami, sebaiknya Anda mengusahakan agar bisa memperoleh kembali kepercayaan suami demi mempertahankan keutuhan rumah tangga. Meninggalkan suami Anda menurut kami bukanlah pilihan yang bijaksana.

     

    Mengenai alasan Anda ingin bercerai yaitu percekcokan (perselisihan) terus-menerus dengan suami karena masalah foto, mudah-mudahan hal tersebut dapat Anda dan suami selesaikan secara baik. Rahmat Arijaya, S.Ag., M.Ag., Hakim Pengadilan Agama Cilegon, Staf Khusus Dirjen Badilag Urusan LN, dalam tulisannya berjudul Mengapa Perceraian di Indonesia Meningkat? (diunduh dari www.pta-medan.go.id) perceraian yang terjadi karena perselisihan terus-menerus biasanya dipicu oleh komunikasi yang buruk, ketidakdewasaan, kurangnya saling pengertian, dan lain-lain. Lebih jauh, Rahmat menulis:

     

    Dalam hal ini, hakim akan memeriksa apakah ada kemungkinan atau tidak untuk menyelamatkan keluarga dengan memberikan pasangan lebih banyak waktu. Hakim juga sering menyarankan mereka untuk berdamai dengan bantuan dari keluarga mereka, tokoh agama, imam dan lain-lain.

     

    Dari penjelasan tersebut, ada baiknya juga jika Anda meminta bantuan dari keluarga atau tokoh agama ataupun pihak lain yang dihormati suami Anda. Hal ini mudah-mudahan dapat membantu mendamaikan masalah yang ada antara Anda dengan suami.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar hukum:

    1.      Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek, Staatsblad 1847 No. 23);

    2.      Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;

    3.      Kompilasi Hukum Islam. 

    Tags


    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Pindah Kewarganegaraan WNI Menjadi WNA

    25 Mar 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!